Siapa coba yang tidak kenal dengan produk dari Garuda Food? Ya, Garuda Food merupakan produsen makanan ringan ternama di Indonesia.

Saat ini, Garuda Food memproduksi dan memasarkan produk-produk makanan dan minuman dengan 9 merek terkemuka, seperti Garuda, Gery, Chocolatos, Clevo, Prochiz, TopChiz, dan lainnya.

Tak hanya itu, sejumlah produknya juga mencakup biskuit, kacang, pilus, pellet snack, confectionery, minuman susu, bubuk coklat, keju dan salad dressing. Garuda Food juga mengekspor produk-produknya ke lebih dari 30 negara, berfokus di negara-negara ASEAN, Tiongkok dan India.

Nah ternyata, sosok di balik kesuksesan brand ini adalah Sudhamek Agoeng Waspodo Soenjoto (Sudhamek AWS). Bagi sebagian besar orang, nama Sudhamek mungkin asing di telinga. Tapi, Sudhamek adalah orang di balik kesuksesan Garuda Food menjadi salah satu produsen camilan terbesar di Indonesia.

Bisnis yang dulunya dipandang sebelah mata oleh banyak orang ini nyatanya kini menjamur dan digandrungi masyarakat di Indonesia. Bahkan, hal itu tentunya membuat Sudhamek sukses menjadi pebisnis kaya raya yang masuk ke dalam daftar 50 orang terkaya di Indonesia versi Forbes. Pada tahun 2023 lalu, Sudhamek diketahui memiliki kekayaan senilai USD1 miliar atau sekitar Rp15,70 triliun.

Lantas, seperti apa sosok dan bagaimana kiprah Sudhamek membesarkan Garuda Food hingga tidak bisa lagi dianggap usaha “kacangan” ini? Simak rangkuman kisah suksesnya, sebagaimana Olenka rangkum dari berbagai sumber, Jumat (27/12/2024).

Baca Juga: Mengenal Nanda Widya, Sosok di Balik Kesuksesan Metropolitan Land

Kerap Di-Bully Sejak Kecil

Di balik kesuksesan yang diraih Sudhamek sekarang, ternyata pria kelahiran Rembang, 20 Maret 1956 ini pernah mengalami masa kecil yang terbilang suram.

Betapa tidak,  sebagai anak bungsu dari 11 bersaudara, Sudhamek mengakui pernah mengalami bully dan dihina karena miskin oleh teman-temannya, dan sering diledek oleh kakak-kakaknya sebagai anak pungut karena dia anak bontot di keluarga. Akibatnya, seluruh hinaan itu menimbulkan luka batin di benak Sudhamek yang tak bisa dilupakan.

Meski kerap menerima bullyan sedari kecil, Sudhamek tak menaruh dendam terhadap mereka. Justru kata dia, hinaan itu menjadi motivasi bagi dirinya agar semakin bekerja keras hingga sukses seperti sekarang dan dapat memutar balikkan pernyataan orang-orang tersebut.

Punya Jiwa Bisnis Sejak Kecil

Sudhamek terlahir dari keluarga pebisnis, di mana sang Ayah, Darmo Putro, memiliki bisnis pengangkutan barang antarpulau.  Namun, nasibnya berubah saat kapal keluarganya karam dan pecah. Keluarga Sudhamek pun mengalami kebangkrutan antara 1951 dan 1952.

Akhirnya, Darmo pun mulai merintis bisnis pelan-pelan. Ia  membuat pabrik bernama PT Tudung pada 1958. Pabrik itu awalnya berbisnis tepung tapioka. Namun, karena gagal berkembang pabriknya banting setir ke sektor pembuatan kacang goreng merek "Garuda" dan "Naga Terbang" pada 1987.

Sejak kecil, jiwa entrepreneur Sudhamek sebenarnya sudah terlihat sejak usia muda. Di mana ia mulai mengoperasikan mesin penggilingan singkong di pabrik sang ayah sejak kelas 6 SD.

Namun, setelah lulus kuliah, Sudhamek mengaku lebih senang mejadi karyawan di suatu perusahaan. Ia bekerja di pabrik rokok nomor satu di Indonesia, PT Gudang Garam, pada 1982. Di sana, ia bekerja langsung di bawah keluarga sang pendiri, Wonowidjojo, selama 8 tahun. Ia pun berhasil mencapai posisi tertinggi sebagai asisten direktur, alias tangan kanan langsung Wonowidjojo.

Sebenarnya, saat Sudhamek bekerja di Gudang Garam ia tak mendapat ‘restu’ dari Ayahnya. Layaknya pebisnis lain, ayah Sudhamek yang ingin usahanya dilanjutkan dari generasi ke generasi. Maka tak heran kalau ayahnya kecewa dengan keputusan Sudhamek yang bekerja di pabrik orang lain. Terlebih, selama berkarir di Gudang Garam, perusahaan rokok itu berkembang pesat berkat strategi-strategi yang dicetuskan Sudhamek.

Namun, Sudhamek ‘kekeuh’ bekerja di perusahaan orang lain. Alasannya, dengan bekerja di perusahaan orang, justru membuat dia belajar untuk membangun usaha sendiri. 

Barulah pada tahun 1994 Sudhamek ‘pulang kampung’ ke perusahaan keluarga. Ia pun langsung menjadi CEO Garuda Food, perusahaan kacang goreng "Garuda" milik sang Ayah. Namun, Sudhamek mengaku, ia tidak sempat mendapatkan transfer ilmu berbisnis dari sang Ayah. Pasalnya, setelah dia lulus kuliah, dua tahun kemudian sang Ayah meninggal dunia.

Baca Juga: Mengenal Sosok Alim Markus, Pengusaha Sukses di Balik Gagahnya Maspion Group

Sejarah Garuda Food

Sejarah perusahaan dapat ditarik mundur ke tahun 1958. Saat itu, ayah Sudhamek, Darmo Putra, mendirikan PT Tudung di Pati yang memproduksi tepung tapioka. Sudhamek sendiri baru mengurusi perusahaan ayahnya itu pada tahun 1994 bersamaan dengan kelahiran produk Kacang Garuda. 

Pada tahun yang sama, Sudhamek mulai melakukan diversifikasi dan memasarkan aneka produk kacang bersalut. Selanjutnya, PT Tudung Putrajaya dan PT Garuda Putra Putri Jaya melebur menjadi PT Garudafood Putra Putri Jaya yang hingga kini dikenal dengan Garuda Food.

Saat awal-awal meniti bisnis Garuda Food dengan produk pertamanya Kacang Garuda, Sudhamek memiliki pengalaman buruk. Dimana kala itu, Garuda Food hendak beriklan di sebuah stasiun televisi swasta namun bisnisnya dilecehkan dan ditolak beriklan. Karena iklan kacang garuda dianggap dapat menurunkan rating televisi tersebut. Meski begitu, Sudhamek tak menyesalkan hal itu. 

Sampai akhirnya, Kacang Garuda untuk pertama kalinya mencapai omzet sebesar Rp200 miliar. Hal itu merupakan pencapaian besar bagi bisnis kacang kala itu. Sudhamek pun bangga karena mampu membuktikan bahwa bisnis kacang bukanlah bisnis kacangan.

Dikutip dari CNBC Indonesia, menurut Sam Setyautama dalam Tokoh-Tokoh Etnis Tionghoa di Indonesia (2008), omzet penjualan Garuda Food naik menjadi Rp 20 miliar setahun akibat menguasai 80% pangsa pasar kacang di Indonesia. Produksi kacang Garuda pun mencapai 2.400 ton ada 1997, naik dua kali lipat dari 5 tahun sebelumnya.

Seluruh pencapaian ini terjadi dalam kurun 1-2 tahun setelah Sudhamek turun gunung. Bahkan saat krisis moneter melanda Indonesia pada 1998 dan banyak perusahaan bangkrut, Garuda Food tetap menjadi 'raja' dan bahkan meraup omzet lebih besar, yakni 30%.

Tak puas menjadi raja kacang, pada 1998, Sudhamek pun mulai merambah usaha baru dan mengakuisisi PT Triteguh Manunggal Sejati (TMS) yang memproduksi jelly bermerk Okky Jelly Drink, Gery, Chocolatos, Mountea, Hormel, hingga Prochiz. Seluruh produknya itu menjadi 'penguasa' etalase di warung-warung kecil di pelosok Indonesia.

Dan terbaru, dalam laporan kinerja GOOD yang berakhir September 2024, perusahaan mencetak pertumbuhan pendapatan 13,66% di angka Rp8,90 triliun dari perolehan Rp7,83 triliun pada periode yang sama tahun 2023.

Baca Juga: Mengenal Sosok Rosano Barack, Pebisnis Ulung di Balik Lahirnya MNC Group

Kiprah Sudhamek

Mengutip laman Garuda Food, sebelum membesarkan Garuda Food, Sudhamek pernah menduduki sejumlah jabatan penting di berbagai perusahaan, antara lain Direktur Utama PT Trias Sentosa Tbk (1990-1991), Direktur Eksekutif Djuhar Group (1991-1994), dan Vice President PT Posnesia Stainless Steel Industry, sebuah perusahaan joint venture dengan Posco, Korea Selatan (1994-1997).

Setelah itu, ia pun menjadi Direktur Utama Garuda Food dan Presiden Direktur PT Tudung Putra Putri Jaya (TPPJ) hingga 2012. Selain itu, Sudhamek juga mendirikan PT Bina Niaga Multiusaha Steel pada 1997, produsen baja dengan spesifikasi khusus dan PT Dharma Agung Wijaya pada 2005, yang merupakan induk perusahaan yang bergerak di bidang kelapa sawit dan renewable energy. 

Saat ini, Sudhamek menjabat sebagai Komisaris Utama Garuda Food, Presiden Komisaris TPPJ, Komisaris Utama SNS, Komisaris Utama SGB, dan Presiden Komisaris BMT.

Selain sukses dikenal sebagai pengusaha, Sudhamek juga pernah berkarier di pemerintahan. Ia pernah menjadi anggota Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) periode 2014-2019 dan Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) untuk periode 2017-2022. Pada masa pemerintahan Presiden Jokowi pun dia diangkat sebagai Sekretaris Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). 

Kunci Sukses Sudhamek

Sudhamek mengatakan bahwa setiap industri itu pasti ada kunci sukses masing-masing. Untuk industri makanan dan minuman (mamin) sendiri, kata dia, ada empat faktor penting yang harus dijalankan.

Pertama, kata Sudhamek, adalah inovasi yang berkelanjutan dan penguasaan teknologi. Menurut dia, penguasaan teknologi juga tentunya berlaku untuk industri yang lainnya.

“Teknologi utamanya kepada quality dan productivity. Innovation pada dasarnya untuk membangun sebuah keunggulan ada unique value differentiation-nya. Itu pertama,” tuturnya, sebagaimana dikutip dari Detik Finance.

Lalu, kedua adalah penguasaan terhadap jaringan distribusi. Ketiga, lanjut dia, yang penting juga dilakukan adalah bagaimana membangun brand atau merek dengan efektif.

"Dan keempat adalah bagaimana kita harus tetap memperbaharui bisnis model kita," ucapnya.

Sudhamek juga berpesan bagi siapapun yang terjun ke dalam dunia usaha harus disadari bahwa bisnis itu esensinya soal kesempatan dan kesiapan.

“Kesempatan bisa datang sendiri atau ada peluang atau bahkan diciptakan oleh sendiri. Sementara kesiapan adalah kompetensi,” bebernya.

Sudhamek juga memberikan 4 prinsip kesiapan, yaitu pertama mengetahui kompetensi apa yang harus kita kuasai. Kedua, adalah network atau hubungan relasi. Menurutnya, jika tidak memiliki network tidak akan berhasil.

“Lalu yang ketiga adalah modal. Modal bisa didapatkan dengan banyak cara, seperti mencari partner. Dan, terakhir adalah manajemen,” tukasnya.

Ke depan, Sudhamek pun mengaku akan tetap mendorong Garudafood agar terus berkembang di bisnis pangan.

“Bisnis pangan ini habitat saya, passion saya memang di bisnis pangan,” tandasnya.

Baca Juga: Mengenal Tomy Winata, Sosok Pendiri Artha Graha yang Ikut dalam Lawatan Presiden Prabowo ke Luar Negeri