Menurutnya, GAPKI sendiri telah mematahkan beberapa jenis UMKM dengan keuntungan besar tersebut salah satunya adalah menjadi supplier tandan kelapa sawit seger ke perusahaan-perusahan besar. Para petani sawit bisa langsung memasok hasil perkebunan mereka ke perusahaan tanpa harus melalui tengkulak dan pengepul.
“Itu mulai dari pertaniannya sendiri, angkutan transportasi, supplier, angkutan CPO, kemudian kontraktor, misalnya pemeliharaan, dan sebagainya. Banyak sekali seperti itu. Pergerakan ekonominya Rp 200 triliun lebih,” terangnya.
Tak hanya itu, sektor UMKM lainnya yang tak kalah menggiurkan adalah bisniskebutuhan pokok di perusahaan sawit misalnya sa ja menjadi pemasok daging ayam,sayur dan kebutuhan pokok lainnya untuk memenuhi kebutuh para karyawan perusahaan yang jumlahnya mencapai ratusan bahkan ribuan orang.
Selain itu masyarakat di lingkungan sekitar perusahaan sawit juga bisa menjadikan pandai besi sebagai salah satu jenis UMKM dengan penghasilan yang juga tak kalah menjanjikan, kerajinan pandai besi seperti pisau dan lain-lainnya jelas sangat dibutuhkan perusahaan sawit.
Lebih jauh, Agam pun memaparkan mengenai keberlanjutan industri kelapa sawit di Tanah Air. Dikatakannya, sawit memiliki sustainability standard yang lebih tinggi dari komoditas lainnya karena adanya perhatian yang ketat dari masyarakat, negara-negara pembeli (konsumen) dan NGO.
Meskipun dengan standar yang lebih tinggi, industri sawit di Indonesia dapat menghadapinya sehingga produksi bisa tetap tinggi, sementara monitoring dari NGO juga tetap ketat.
Kemudian, terkait dengan Regulation on Deforestation-free products (EUDR) dari Uni Eropa, Indonesia siap-siap saja terutama perusahaan-perusahan industri kelapa sawit.
Bersama-sama dengan pemerintah, kata dia, GAPKI mengajak diaspora Indonesia, khususnya pelajar Indonesia di luar negeri untuk berkolaborasi dalam mendorong ekspor kelapa sawit, misalnya partisipasi dalam Trade Expo, pelatihan riset pasar dimana diaspora Indonesia lebih mengetahui kewilayahan di tempat mereka berada, dan kolaborasi riset.
“Dalam jangka panjang, saya berpikir bahwa sawit merupakan negative carbon crop karena sawit merupakan tanaman tahunan (pohon) dengan penyerapan karbon tinggi,” pungkasnya.
Baca Juga: IPB University Dorong Optimalisasi Huluisasi dan Hilirisasi Sawit Nasional