Program Paket ABC
Memasuki tahun 1966-an. memasuki masa orde baru, perjalanan dunia literasi Indonesia terus berlanjut dengan dicanangkannya program pemberantasan buta huruf dengan sebutan Program Paket ABC. Program tersebut sangat berbeda dengan program sebelum-sebelumnya yang pada praktiknya memobilisasi massa secara besar-besaran untuk kegiatan pemberantasan buta aksara. Namun, Program Paket ABC ini cenderung lebih mengandalkan birokrasi pemerintah.
Program Aksarawan Fungsional
Selanjutnya pada tahun 1972-an, perjalanan literasi di Indonesia berlanjut dengan dicanangkan program Aksarawan Fungsional. Program tersebut adalah pemberian pelajaran menulis, membaca, berhitung dan keterampilan-keterampilan tertentu.
Baca Juga: Pentingnya Literasi Digital di Era Globalisasi
Pada tahun itu program Aksarawan fungsional yang sebetulnya sudah dilakukan sejak masa Orde Lama, semakin direvisi dan diperbarui agar dapat mengurangi jumlah masyarakat yang masih buta akan huruf.
Program Inovasi Pendidikan
Kemudian, memasuki tahun 1975-an, pemerintah kembali mencanangkan program baru, yakni kegiatan inovasi pendidikan. Program tersebut lebih mengarah kepada pendidikan di semua jenis dan tingkat pendidikan di dalam pendidikan formal ataupun di pendidikan non formal (luar sekolah).
Pada kegiatan inovasi pendidikan ini ada sekitar 25 poin yang salah satu poin terpentingnya ialah program wajib belajar (Wajar). Pada tanggal 2 Mei 1984, presiden Soeharto menetapkan program wajib belajar (Wajar) secara langsung. Program Wajar tersebut dikhususkan kepada anak-anak yang berusia 7 – 12 tahun, yakni usia sekolah dasar ataupun sederajat.
Era Literasi Baru
Pada era revolusi industri 4.0 dan society 5.0 muncul paradigma literasi baru. Menurut penelitian Hamidulloh Ibda, tantangan pada era ini sangat kompleks yang mengharuskan masyarakat mengimplementasikan literasi baru (literasi data, literasi teknologi, literasi manusia) yang menjadi pelengkap literasi lama (membaca, menulis, berhitung).
Munculnya era literasi baru tidak lepas dari era revolusi industri 4.0. Kondisi ini, adalah era dunia industri digital telah menjadi suatu paradigma dan acuan dalam tatanan kehidupan saat ini. Era revolusi industri 4.0 hadir bersamaan dengan era disrupsi yang sejak tahun 2017 mulai direspon serius kalangan terdidik.
Untuk menghadapi revolusi industri 4.0 atau era disrupsi diperlukan “literasi baru” selain literasi lama. Literasi lama yang ada saat ini digunakan sebagai modal untuk berkiprah di kehidupan masyarakat. Literasi data, teknologi, dan SDM harus direspon pendidikan tinggi yang bisa dimasukkan ke dalam pembelajaran.