Growthmates, tingkat literasi Indonesia tak pernah luput dari perhatian setiap elemen masyarakat dari waktu ke waktu karena berkaitan langsung dengan kemajuan ilmu pengetahuan bangsa.

Dan, semakin majunya teknologi seharusnya menjadi awal perubahan juga bagi peradaban manusia. Namun, pada kenyataannya banyak yang menyalahgunakan teknologi yang seharusnya menjadi media untuk meningkatkan literasi dengan segala kemudahannya.

Jika dibandingkan dengan orang-orang pada zaman dahulu, yakni pada era 1900-an, minat baca atau literasi masyarakat Indonesia sekarang bisa dikatakan jauh menurun, karena pada zaman dahulu banyak orang yang gemar membaca buku, bahkan buku menjadi salah satu hiburan yang sangat menarik bagi generasi tersebut.

Kini, masyarakat mulai melupakan pentingnya membaca buku dan mulai terbuai dengan keseruan ketika bermain media sosial. Dan, tak setiap hari masyarakat akan membaca atau bahkan sekadar melihat buku yang dimiliki.

Terkait hal itu, kali ini Olenka akan coba membandingkan literasi di Indonesia dulu dan sekarang dari berbagai aspek. Apa saja? Yuk simak ulasannya di bawah ini.

Baca Juga: Kesiapan Literasi Digital Masyarakat dalam Mengantisipasi Adopsi Generative AI

Definisi Literasi Dulu vs Sekarang

Literasi, adalah kata-kata yang sudah sedemikian familier dengan kehidupan sehari-hari. Secara gambaran awal yang paling mudah dipahami, literasi adalah proses berkaitan dengan baca dan tulis. Bahkan sering dianalogikan dengan kegemaran membaca. 

 
Dan sekarang, definisi baru dari literasi masa kini menunjukkan sebuah arah baru dalam upaya memaknai literasi dan pembelajarannya. Seiring dengan berkembangnya teknologi dengan beragam kecanggihannya, ungkapan literasi sekarang memiliki banyak variasi.

Ya, setidaknya literasi meluas menjadi 6 jenis, yaitu calistung (baca tulis dan berhitung), numerik, sains, digital, finansial, serta budaya dan kewargaan. Dengan demikian, literasi bukan hanya sekadar kemampuan membaca, tetapi juga mencerna informasi, menilai kebenaran informasi, dan menghasilkan informasi baru dengan teknologi digital.

Sarana Literasi Dulu vs Sekarang

Di era 90-an, literasi masih didominasi penggunaan kertas sebagai sarananya. Dan pada saat itu, kantor pos merupakan tempat yang ramai terutama untuk kegiatan surat menyurat.

Selain itu media yang digunakan untuk menyampaikan berita masih sebatas media cetak seperti koran, majalah, buletin dan lain-lain. Meski ada juga media elektronik seperti televisi dan radio untuk mengetahui berbagai informasi. Namun seiring berkembangnya teknologi komunikasi dan informatika, terjadi pergeseran yang cukup terlihat dari beberapa fungsi tersebut di atas.

Penggunaan sarana literasi zaman sekarang juga terlihat dari penggunaan teknologi yang semakin canggih, seperti penggunaan HP, laptop, komputer, dan gadget lainnya.

Di zaman dulu, siswa sangat terbatas untuk mengakses pelajaran sekolah. Selain melakukan pembelajaran di sekolah siswa biasanya mengikuti bimbingan belajar yang dipandu oleh wali kelas sendiri. 

Dulu memang sudah ada lembaga-lembaga belajar tetapi masih sangat minim. Bahkan mencari tutor pengajar yang kredibilitas yang baik itu juga sulit. Beda pada era sekarang sangatlah mudah untuk mencari akses pelajaran. Banyak sekali ditawarkan dengan berbagai cara. Salah satunya seperti bimbingan privat atau belajar online.

Baca Juga: Ini Pentingnya Kenalkan Literasi Media pada Anak Sejak Dini, Orang Tua Wajib Tahu!

Sumber Referensi Dulu vs Sekarang

Terkait sumber referensi atau informasi, zaman dulu belum seluas untuk memperoleh sumber belajar seperti sekarang ini. Karena pada zaman dulu sangatlah sulit memperoleh referensi tambahan untuk menambah ilmu dan pengetahuan, karena dulu yang dibuat sumber informasi hanya membaca dari buku, jurnal, koran, majalah, tabloid, dan surat biasa.

Gak cuma itu, zaman dulu seseorang harus pergi ke perpustakaan hanya untuk mencari buku sebagai bahan bacaan atau sekadar untuk mendapatkan informasi yang diinginkan.

Beda lagi pada zaman sekarang yang sangatlah luas dan banyak untuk mendapatkan sumber referensi. Selain pada buku, sekarang bisa didapat melalui tayangan video, membaca artikel di internet bahkan bisa juga melalui beragam seminar. Intinya, sekarang masyarakat memang lebih mengandalkan teknologi untuk mencari sumber bacaan, referensi dan segala informasi terkini. Kemajuan teknologi informasi tersebut sudah pasti berdampak terhadap kegiatan literasi secara umum.

Alat Bantu Belajar Dulu vs Sekarang

Alat bantu belajar pada pendidikan di zaman dahulu dan sekarang tentulah juga berbeda. Dulu masih menggunakan alat belajar yang sederhana salah satunya menggunakan papan tulis hitam, kapur, penggaris kayu. Dan selain itu yang digunakan untuk catatan pelajaran hanya buku tulis.

Berbeda dengan yang sekarang, kini sudah menggunakan spidol, papan tulis putih, bahkan dengan berkembangnya teknologi, para pengajar juga  ada yang menggunakan LCD proyektor sebagai alat bantu proses pembelajaran di kelas hingga papan tulis interaktif atau papan tulis digital. Para siswanya pun tak sedikit yang mempunyai laptop dan tablet sendiri. 

Baca Juga: Pentingnya Literasi Digital di Era Globalisasi

Indikator Tingkat Literasi Dulu vs Sekarang

Tingkat literasi zaman dulu dinilai dari berbagai indikator, yaitu kemampuan mengenal huruf, kata, kalimat, serta kemampuan menyatakan pendapat dan hubungan sebab akibat.

Sedangkan, indikator tingkat literasi saat ini mengalami perubahan. Setidaknya, terdapat 4 tingkat literasi Indonesia masa kini menurut Perpusnas RI.

Yang pertama adalah kemampuan seseorang mengakses ilmu pengetahuan melalui buku, baik buku cetak maupun digital, untuk mendapatkan sumber-sumber informasi lengkap dan terpercaya. Informasi tersebut nantinya bisa digunakan dalam upaya pemecahan masalah sosial, ekonomi, hukum, kesehatan, dan lain-lain.

Tingkat selanjutnya adalah kemampuan memahami apa yang tersirat dari yang tersurat. Kemudian yang ketiga adalah kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan baru, kreativitas dan inovasi, serta kemampuan menganalisis informasi dan menulis buku. Dan, yang terakhir adalah kemampuan menciptakan barang atau jasa yang bermutu yang bisa dipakai dalam kompetisi global.

Baca Juga: 5 Strategi Mewujudkan Budaya Literasi Sejak Dini, Semua Butuh Aksi!