Mayarakat Indonesia digegerkan dengan sejumlah kasus pelecehan seksual yang dilakukan sejumlah dokter. Sepanjang April 2025 ini setidaknya ada tiga kasus dokter cabul yang terungkap ke publuk. Kasus asusila itu langsung bikin geger masyarakat.
Kasus yang pertama kali terungkap ke publik adalah kekerasan seksual yang dilakukan oleh peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran di RS Dr Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
Beberapa pekan setelah kasus pertama terungkap, masyarakat kembali dibuat heboh dengan kasus serupa yang diduga oleh seorang dokter spesialis kandungan berinisial MSF di Kabupaten Garut.
Baca Juga: Ketum YJI: Perempuan sebagai Garda Terdepan Kesehatan Jantung dan Agen Perubahan
Dugaan pencabulan ini terungkap setelah beredarnya video yang memperlihatkan MSF meremas payudara pasien saat melakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG). Hingga kini, dua korban telah melapor dan pelaku telah diamankan oleh pihak kepolisian. Insiden tersebut diketahui terjadi pada tahun 2024.
Kekinian kasus yang sama kembali muncul Kota Malang, Jawa Timur, di mana seorang dokter umum di Persada Hospital diduga melakukan tindakan tidak senonoh terhadap pasien perempuan.
Kasus dokter cabul ini menjadi viral setelah korban, melalui akun Instagram @qorryauliarachmah, membagikan pengalamannya pada Selasa (15/4/2025) malam. Qorry Aulia, yang diduga menjadi korban, mengaku pelecehan terjadi saat ia dirawat di ruang VIP Alamanda karena menderita sinusitis dan vertigo pada 27 September 2022.
Tak Ada Toleransi Hukum
Maraknya dokter cabul membuat geram masyarakat, mereka yang mengutuk keras tindakan bejat para tenaga medis tersebut dan meminta para pelakunya dihukum seberat-beratnya.
Senada dengan gelombang tuntutan masyarakat, Ketua DPR RI Puan Maharani juga mendesak penegak hukum untuk memberi hukuaman seberat-beratnya kepada para pelaku.
Puan juga mengutuk keras kejahatan seksual itu, menurutnya para pelaku mesti dihukum maksimal karana perbuatan mereka sangat tidak manusiawi, tenaga medis yang seharusnya menjadi pelindung, justru menjadi predator bagi para pasiennya.
"Itu adalah tindakan yang sangat tidak manusiawi, apalagi dilakukan oleh tenaga medis yang seharusnya menjadi pelindung dan pemberi rasa aman bagi pasien. Tidak boleh ada toleransi terhadap praktik kejahatan seksual di fasilitas layanan kesehatan," kata Puan kepada wartawan dilansir Kamis (17/4/2025).
Menurut Puan, kasus pelecehan yang muncul beruntun ini adalah peringatan keras terhadap sistem pengawasaan tenaga medis, dia meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) segera melakukan evaluasi menyeluruh.
Baca Juga: Begini Reaksi Jokowi Saat Diminta Tunjukan Ijazah Aslinya...
“Kasus ini adalah alarm keras bagi sistem pengawasan tenaga kesehatan. Pemerintah harus menjamin setiap warga negara, terutama perempuan, mendapatkan layanan kesehatan yang aman, bermartabat, dan bebas dari pelecehan,” tegas Puan.
Lebih lanjut, ia juga mendorong aparat kepolisian untuk mengusut tuntas kasus-kasus yang mencuat dan memastikan pelaku dihukum setimpal sesuai hukum yang berlaku.
“Aparat penegak hukum harus menyelidiki kemungkinan adanya korban lain yang belum melapor karena mengalami trauma atau tekanan,” tambahnya.
Puan menyebut kasus-kasus yang terungkap saat ini hanyalah sebagian kecil dari kejahatan seksual yang terjadi di lingkungan medis, karena banyak yang belum terungkap atau luput dari perhatian publik. Ia mengajak masyarakat untuk tidak ragu melapor apabila mengalami atau mengetahui tindak kekerasan seksual, di mana pun dan kapan pun.
Baca Juga: Perang Dagang Makin Panas, Prabowo Diminta Isi Pos Dubes RI di AS
“Jika laporan tidak didengar atau diabaikan, sampaikan melalui media sosial. Jika hari ini media sosial menjadi sarana yang paling didengar, maka manfaatkanlah dengan bijak,” tuturnya.
Ia juga menekankan pentingnya pendampingan dan bantuan psikologis bagi setiap korban kekerasan seksual, sebagai bentuk tanggung jawab negara terhadap warganya.
“DPR akan terus memantau setiap kasus kekerasan seksual. Kami mendukung penuh penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan seksual serta penguatan sistem perlindungan korban, terutama perempuan dan anak,” pungkas Puan.