Pendidikan usia dini atau PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) memainkan peran krusial dalam perkembangan anak-anak. Pada tahap ini, anak usia dini mengalami pertumbuhan pesat dalam aspek kognitif, emosional, dan sosial. Tingkat pemerataan pendidikan anak usia dini (PAUD) di Indonesia belum sepenuhnya merata, dengan disparitas signifikan antara daerah perkotaan dan pedesaan.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Angka Partisipasi Kasar (APK) PAUD di Indonesia mencapai sekitar 66.4% pada tahun 2023. Masalah utama meliputi ketidaktersediaan infrastruktur pendidikan yang memadai di daerah pedesaan, masalah ekonomi, dan kesenjangan sosial yang menghalangi akses anak-anak terhadap pendidikan berkualitas.
Baca Juga: Melalui Refreshment ISO 37001:2016 SMAP, Askrindo Tingkatkan Kesadaran Anti-Penyuapan
Baca Juga: Aset Meningkat, Askrindo Syariah Telah Publikasi Laporan Keuangan Audited Tahun 2023
Kualitas Pendidikan usia dini tidak terlepas dari peran pendidik yang berkualitas. Pendidik PAUD memiliki tanggung jawab besar dalam membentuk karakter dan kemampuan anak-anak sejak dini. Seorang pendidik PAUD harus mampu memberikan lingkungan belajar yang stimulatif, aman, dan penuh kasih sayang. Pendidik yang kompeten dan berdedikasi tinggi sangat penting untuk memastikan setiap anak mendapatkan pendidikan terbaik sejak awal.
Mei L Heumasse mendedikasikan dirinya untuk pemerataan pendidikan anak usia dini di Timur Indonesia. Mei termotivasi dari orangtuanya dan kehidupannya sebagai anak nelayan. Mei mendedikasikan dirinya untuk membantu meningkatkan Pendidikan kepada para anak anak nelayan juga. Sejak tahun 2009, ia mematangkan dirinya untuk mengabdi di Paud Pelangi Sukacita 2, Kecamatan Keukerbu, Kota Sorong, Papua atau yang biasa dikenal orang dengan julukan sekolah di atas laut.
Berbagai rintangan telah dihadapi Mei selama 15 tahun mengabdi sebagai seorang guru PAUD. Mei harus menempuh perjalanan selama 3 jam menuju sekolah, hambatan tidak sampai disitu, ia pun harus menyebrang laut untuk sampai ditempat ia mengajar. Dikala musim penghujan, jembatan yang menjadi satu-satunya akses menuju sekolah, sangatlah licin.
“Tidak jarang saya meliburkan anak-anak, karena musim penghujan, akses menuju sekolah sangat berbahaya,” ucap Mei.
Hambatan Mei tidak hanya sebatas perjalanannya yang Panjang untuk bolak balik rumah dan sekolah, tetapi juga sarana prasarana sekolah yang kurang mendukung dalam kegiatan belajar mengajar. “Ruangan kelas kami hanya 1 yang dipakai secara bergantian, ruang guru ataupun kantor kami tidak punya, dan terkadang saya menggunakan uang pribadi untuk membantu anak-anak untuk memiliki alat tulis. Semangat anak-anak nelayan ini yang membuat saya terus mengabdi memberikan pendidikan terbaik yang saya bisa,” tambah Mei.
Sejalan dengan Mei, salah satu pendidik Sri Lasri Yohana Situmeang memutuskan untuk mengabdi di TK Anugerah Abadi, Desa Tepian Langsat, Bengalon, Kalimantan Timur, yakni sebuah sekolah yang terletak di tengah perkebunan kelapa sawit.
Dengan segala rintangan dalam perjalanannya sebagai pendidik di pedalaman, Sri berusaha memegang komitmennya terhadap dunia Pendidikan. "Saya berusaha mengunjungi anak-anak yang terhalang untuk ke sekolah, memastikan anak-anak tetap mendapatkan pendidikan usia dini. Ini adalah bentuk komitmen saya sebagai Guru PAUD," kata Sri.
Menurut Sri, pendidikan usia dini membantu anak-anak belajar berinteraksi dengan lingkungan, mengembangkan kemampuan bahasa, dan membangun dasar yang kuat untuk pembelajaran di masa mendatang.