Respons Pengamat
Terpisah, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eisha Maghfiruha Rachbini, menuturkan bahwa penyelamatan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri tidak boleh hanya fokus kepada satu perusahaan saja.
"Untuk kebijakan pemerintah, yang perlu ditekankan adalah penyelamatan industri tekstil, bukan hanya pada satu perusahaan saja," ungkap Eisha, sebagaimana dikutip dari Kontan.
Elsha juga menyarankan, pemerintah juga harus memiliki kebijakan terkait pekerja yang terdampak, dalam hal ini memberikan jaminan sosial, agar tidak kemudian berdampak pada penurunan daya beli, dan bertambahnya masyarakat yang masuk ke kelompok miskin
Dikatakan Elsha, kebijakan pemerintah untuk menyelamatkan industri tekstil, juga dapat dilakukan dengan memberikan peluang pasar untuk produk tekstil.
"Misal, dengan menumbuhkan kembali pasar untuk produk tekstil dalam negeri, dan melarang produk tekstil ilegal serta pakaian impor bekas. Lalu, promosi dan peluang pasar ekspor non-tradisional melalui diplomasi dan kerjasama internasional," tambahnya.
Sedangkan dari sisi perusahaan tekstil, Elsha menyarankan perusahaan untuk cepat melakukan inovasi dan efisiensi usaha.
“Contohnya, mencari pasar baru ekspor ke pasar non tradisional. Dan mencari potensi pasar untuk domestik, melalui penciptaan captive market, misalnya melalui pengadaan seragam sekolah, pegawai dgn tekstil dalam negeri," beber Elsha.
Sementara itu, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Prof. Dr. Anton Agus Setyawan, S.E., M.Si., mengatakan, tidak mudah untuk memulihkan kondisi tekstil saat ini. Dengan berbagai tantangan yang ada, tentu harus dilakukan pemetaan, tantangan mana yang harus perbaiki terlebih dulu.
"Apakah efisiensinya dulu? Atau mau bikin regulasi dulu untuk mengatur supaya impor yang masuk tidak mengganggu industri dalam negeri? Itu kan dilema," kata Anton, sebagaimana dikutip dari espos.id.
Untuk melakukan efisiensi ini, kata Anton, tentunya butuh investasi baru. Namun dengan kondisi pasar yang lesu seperti saat ini, pasti pilihan itu akan berat.
Jika kemudian menutup atau membatasi impor, di sisi lain juga banyak pengusaha dalam yang bisnisnya mengandalkan impor. Pembatasan impor produk jadi, juga dinilai akan berdampak pada industri lain. Bahkan produk batik pun juga mengandalkan bahan baku impor.
"Menurut saya, prioritas pertama pemerintah ya memikirkan efisiensi di industri tekstil dulu. Bagaimana membuat produk yang lebih murah, meskipun itu juga susah. Bukan hanya kita, negara Eropa saja mungkin juga ampun-ampun dengan model manufacturing Cina," kata dia.
Meski sulit, namun menurut Anton, masih tetap ada peluang. Selain masalah regulasi dan efisiensi, kata Anton, penguatan pasar dalam negeri juga harus dilakukan. Menurutnya, dalam hal ini pemerintah memiliki kemampuan.
Baca Juga: Misi Penyelamatan Sritex, Menaker yakin Puluhan Ribu Karyawan Bisa Lolos dari Badai PHK