Jejak Iman yang Tumbuh dari Penjara hingga Gereja Kecil di Kampung
Di balik kisah sukses Ciputra membangun imperium properti Indonesia, tersimpan kisah pribadi yang sunyi namun menggetarkan, yakni tentang pencarian makna, perjumpaan dengan iman, dan bagaimana sebuah doa dari balik jeruji penjara sang ayah menjadi nyala kecil yang menuntunnya mengenal Tuhan.
Semuanya bermula dari satu cerita yang datang bertahun-tahun setelah sang ayah pergi dan ditangkap oleh polisi Jepang di masa penjajahan dan tak pernah kembali. Hingga suatu hari, seorang pria yang pernah dipenjara bersama ayahnya datang membawa kabar dan kenangan.
“Ayahmu selalu berdoa setiap malam dan kalimat-kalimat doanya sungguh indah. Ia percaya ia diselamatkan. Ia juga terus memohon pengampunan. Ia percaya Tuhan ada dan oleh karenanya, ia tidak pernah berputus asa,” tutur Ciputra seraya menirukan ucapan orang lain kepadanya.
Bagi Ciputra muda, itu bukan sekadar kabar tentang masa lalu. Itu adalah titik awal sebuah kebangkitan batin.
“Papa telah tiada saat itu, tapi saya percaya ia wafat dalam kelegaan karena ia telah mengenal dan mempercayai Tuhan. Itulah ajaran spiritual pertama yang menyengat diri saya,” ungkapnya lirih.
Ia pun mulai mengembara, bukan dengan langkah kaki, melainkan dengan hati yang ingin tahu. Ia tidak langsung duduk di bangku sekolah teologi atau membaca kitab-kitab besar. Justru ia belajar dari alam dan dari percakapan sederhana.
Dijelasakannya, teman-teman berburunya dari Sangir Talaud dan Minahasa menjadi guru pertamanya. Mereka bercerita dengan hangat tentang Yesus yang disalib untuk menebus dosa manusia.
“Saya tekun mendengarkan mereka. Kisah yang mereka ungkapkan begitu nikmat didengar dan saya terhanyut,” kenangnya.
Tak lama kemudian, ia mulai membuka lembaran Alkitab. Lalu, untuk pertama kalinya, ia melangkah masuk ke sebuah gereja kecil di kampung. Tak banyak yang ia pahami dari khotbah sang pendeta.
Tapi, Ciputra tetap duduk di sana, termangu dalam sunyi, mendengarkan suara doa yang bergema, sambil memandangi kakinya yang telanjang dan luka karena sering berlari tanpa alas kaki di hutan.
“Saya mendengarkan saja orang-orang bernyanyi dan pendeta berkhotbah. Saya tidak mengerti apa yang ia katakan. Tapi saya mendengarkan terus. Saya ada di tengah dengung suara orang berdoa sambil memandangi kaki saya yang telanjang dan penuh luka akibat sering berlari tanpa alas kaki di hutan saat berburu. Katanya, agama akan memperbaiki hidup seseorang. Barangkali juga bisa mengubah wajah hidup kami,” pikirnya waktu itu.
Setelah pindah sekolah ke Gorontalo dan kemudian Manado, pencarian itu menjadi semakin dalam. Ia mulai rajin ke gereja. Seorang pendeta membimbingnya, dan dari sanalah ia membentuk kelompok doa kecil yang kelak menjadi cikal bakal komunitas gereja.
“Saya mulai menemukan kebahagiaan di dalam beribadah. Kebersamaan. Saling mengucapkan harapan baik. Melantunkan doa-doa indah. Dan, bernyanyi. Saya mulai merindukan datangnya hari Minggu dan bersiap sepenuh hati sejak pagi hari untuk datang ke gereja,” kata Ciputra.
Namun di masa itu, ia belum mengerti sepenuhnya apa manfaat dari semua yang ia jalani selain rasa bahagia yang muncul sepulang dari gereja. Ia hanya terus berjalan, mengikuti irama suara hati yang lembut. Baru ketika ia mulai mendalami firman Tuhan, pelan-pelan ia menemukan pencerahan.
“Perlahan-lahan, seiring dengan semakin seringnya saya mengikuti pedalaman iman dan mengenal firman-firman dalam Alkitab, saya mulai menemukan hal-hal yang menguatkan. Bahwa keyakinan kita kepada Tuhan akan menegarkan dan memperkokoh visi serta langkah kita di dunia,” terangnya.
Dan semua itu akhirnya diuji, tak hanya dalam kesunyian atau perenungan, tapi di tengah badai besar, yakni krisis moneter 1998 yang mengguncang fondasi bisnisnya. Saat itulah, kata Ciputra, segala yang selama ini dibangun dengan kerja keras dan ketekunan diuji oleh gemuruh kenyataan.
“Bukti bahwa seorang pengusaha yang dianggap sukses adalah manusia lemah terlihat ketika badai krismon datang. Saya akan kisahkan momen yang penuh luka itu,” tukas Ciputra.
Baca Juga: Kisah Lahirnya BSD City dan Peran Menantu Ciputra yang Bercahaya