Warisan Iman dari Balik Jeruji
Di balik kemegahan Ciputra Group dan reputasi Ciputra sebagai maestro properti Indonesia, tersimpan kisah pribadi yang mendalam tentang keajaiban, kehilangan, dan kekuatan iman. Sebuah cerita tentang bagaimana hidup yang penuh perhitungan dan logika bisa luluh oleh pengalaman spiritual yang tak bisa dijelaskan akal manusia.
Ciputra sendiri bukanlah sosok yang gemar membalut hidupnya dengan romantisme. Ia dikenal rasional, terukur, dan penuh strategi. Namun, dalam momen reflektifnya, ia tak menampik betapa besar peran kuasa Tuhan dalam perjalanan hidupnya.
“Keajaiban, mukjizat, karunia, atau apa pun namanya itu telah mengajari saya tentang kekuatan iman. Berbagai peristiwa dalam hidup saya telah meyakinkan saya bahwa Tuhan itu ada. Banyak hal yang secara logika sungguh sulit dipercayai terjadi. Penyertaan dan campur tangan Tuhan sungguh luar biasa dalam hidup saya,” paparnya.
Dikatakan Ciputra, salah satu kisah paling membekas dalam hidupnya datang dari masa kecilnya yakni saat ayahnya, seorang pria sederhana dari Desa Bumbulan ditangkap oleh polisi Jepang di masa penjajahan.
Sejak saat itu, kata dia, sang ayah tak pernah kembali, dan keluarganya tak pernah tahu secara pasti nasibnya. Hingga suatu hari, bertahun-tahun kemudian seorang saksi mata yang pernah ditahan bersama sang ayah menceritakan kisah yang mengguncang jiwa Ciputra kecil.
“Ketika saya kecil, Papa ditangkap polisi Jepang dan kemudian nasibnya tak kami ketahui hingga ajalnya. Seorang pria dari Desa Bumbulan, yang juga ditangkap bersama Papa, mengetahui nasib Papa dan menceritakannya kepada kami,” ujar Ciputra.
“Ia berkisah bahwa Papa sebenarnya hampir mati tenggelam. la sengaja bunuh diri dengan melompat ke laut dari perahu yang membawa dirinya. Tapi di detik terakhir, ketika napasnya hampir habis, ia justru diselamatkan kembali oleh polisi,” beber Ciputra.
Peristiwa itu menjadi titik balik spiritual bagi sang ayah. Dalam kesendirian dan penderitaan di dalam penjara, sang ayah yang sebelumnya tak pernah dikenal religius, mulai berdoa.
Menurut saksi tersebut ia berubah menjadi pribadi yang tekun memanjatkan doa-doa, menggenggam erat keyakinan baru bahwa Tuhan sungguh ada karena hidupnya telah diselamatkan oleh kuasa yang tak kasat mata.
“Kisah itu pun sangat menginspirasi saya. Saya tahu betul, Papa tidak terlalu kuat dalam beribadah. Ia tidak pernah membicarakan tentang Tuhan. Ia tidak pernah mengajari kami tentang apa itu Tuhan dan apakah kami harus mempercayainya. Tanpa harus dikatakan, saya tahu Papa mungkin tidak mempercayai keberadaan Tuhan,” terang Ciputra.
“Ia percaya bahwa ada keajaiban misterius yang menyelamatkan hidupnya, dan sejak saat itu, papa menjadi seorang pendoa yang tekun di penjara,” lanjut Ciputra.
Yang membuat cerita ini begitu menyentuh bagi Ciputra adalah kenyataan bahwa sang ayah semasa hidupnya hampir tak pernah membicarakan tentang Tuhan, apalagi mengajarkan tentang keimanan. Namun, justru dalam penderitaan terdalamnya, sang ayah menemukan kedamaian lewat iman.
Bagi Ciputra, gambaran ayahnya yang berdoa dalam kedinginan dan gelapnya penjara menjadi fondasi spiritual yang mengakar dalam. Ia membayangkan sang ayah yang sedang memanjatkan doa-doa, bukan dalam harapan untuk bebas, tapi demi merasakan damai dan kekuatan dari Tuhan yang ia kenal di titik nadir hidupnya.
“Benak saya membayangkan bagaimana Papa yang terpenjara dalam jeruji besi yang dingin, gelap dan lembab, dikuatkan lewat doa-doa yang terus dipanjatkan. Bagaimana ia tetap bersemangat karena merasa Tuhan tengah memeluknya,” ungkapnya.
Dari kisah itu, Ciputra belajar bahwa iman bukanlah sesuatu yang diwariskan lewat kata-kata, melainkan lewat pengalaman nyata yang mengubah hati. Ia percaya bahwa iman adalah akar yang tumbuh melalui penderitaan, pencarian, dan pengakuan akan keterbatasan manusia.
Baca Juga: Kisah Ciputra Membangun Citraland Sambil Mencetak Pemimpin Tangguh dari Keluarga