Sebelum tahun 2009, wajah kereta api di Indonesia masih begitu buruk. KAI sempat akrab dengan gambaran perusahaan salah kelola, penuh kesemrawutan, percaloan, premanisme, penumpang di atas atap, dan sebagainya.
Namun kini, PT KAI sukses menjadi service company yang mengedepankan pelayanan sebagai etos utama seluruh lini korporasi. Tentunya, pencapaian itu tidak lepas dari leadership Ignasius Jonan sebagai ‘lokomotif’. Gaya kepemimpinan Jonan yang tegas dan original adalah instrumen menentukan yang memacu perubahan di KAI.
Dalam sebuah kesempatan, Jonan pun membagikan kisah dirinya mendisiplinkan tindak premanisme di sekitar stasiun KAI. Menurut Jonan, kala itu, ‘markas’ premanisme tersebut berlokasi di bawah Stasiun Juanda, Jakarta Pusat. Dengan bermodal keberanian, ia pun akhirnya mendatangi tempat tersebut dan melakukan negosiasi tegas namun tetap humanis.
“Dulu markasnya (preman) itu di bawah Stasiun Juanda. Saya datangi sendiri. Saya ambil senpi saya waktu itu, saya datangi sendiri setelah Magrib. Saya langsung tegaskan, ini mau bubar gak nih, kalau mau cari makan, saya carikan. Saya tawarkan mereka jadi pegawai PKWT untuk jaga parkir kek di stasiun,” ujar Jonan seperti dikutip Olenka, Selasa (23/7/2024).
Baca Juga: Kisah Jonan Disiplinkan Para Pegawai KAI, Sederhana tapi Bermakna
Jonan menegaskan, adanya premanisme di sekitar stasiun kereta api jelas sangat meresahkan masyarakat dan penumpang kereta api. Karenanya, sebagai pemimpin, sudah menjadi tugas dirinya mengambil sikap tegas dengan mengusir para preman dari stasiun yang dianggapnya sebagai rumah-nya sendiri. Jonan pun bahkan tak menampik jika dirinya sedikit takut saat bertemu dengan sekumpulan preman tersebut.
“Waktu saya datangi mereka, sebenarnya saya sendiri takut. Tapi ternyata mereka justru takut lihat senpi yang saya bawa. Mereka akhirnya bilang, ‘Kalau Bapak yang nyuruh, kita ikut. Kita tahu Bapak niatnya baik untuk masyarakat’,” tutur Jonan.
Jonan juga mengatakan, aksi premanisme sendiri sangat memperburuk citra perusahaan, sehingga fokus KAI harusnya melakukan penertiban dan pemberantasan premanisme di seluruh stasiun.Ia pun menyadari hal tersebut bukanlah perkara yang mudah. Dirinya harus menghadapi sejumlah protes dan bersinggungan dengan kepentingan-kepentingan sosial lingkungan.
“Nah kalau waktu itu semua preman melawan, habislah semua kereta api, Pak! Stasiun Purwokerto aja kalau dulu kita enggak sungguh-sungguh sosialisasinya, dibakar pak. Kan tahu sendiri, membersihkan depannya saja setengah mati itu. Wong dulu stasiun gak kelihatan stasiun. Nah, ini yang menurut saya seharusnya bisa diimbau, dan akhirnya mereka pun menurut,” tandas Jonan.
Baca Juga: Ignasius Jonan Bicara Soal Promosi Jabatan: Gak Perlu Sarjana, Kinerja yang Utama!