Ketika Mendidik Anak Menjadi Pemimpin Sama Sulitnya dengan Membangun Kota
Ciputra bukan hanya dikenal sebagai developer visioner, tetapi juga sebagai ayah yang berusaha keras mendidik anak-anaknya menjadi pemimpin sejati. Dalam membangun Citra Garden, ada pelajaran mendalam tentang kepemimpinan, visi jangka panjang, dan kesabaran yang luar biasa.
“Memimpin anak sendiri tidak sama dengan memimpin orang lain yang sengaja melamar pekerjaan di perusahaan saya. Pada anak sendiri, saya harus menyuntikkan sense of belonging dan tekad juang lebih kuat. Kenapa? Karena akan mudah bagi mereka untuk menyerah atau pasif. Ah, ayah saya kan Ciputra. Semua pasti beres di tangan Ciputra. Bisa-bisa itu yang ada di pikiran mereka,” tukas Ciputra.
Dalam proses pembebasan tanah Citra Garden, Ciputra memilih untuk bersabar. Ia memahami benar permainan harga tanah di Jakarta.
“Kami tidak mau memulai pembangunan sebelum luas lahan yang kami inginkan tercapai. Karena begitu kami menancapkan billboard proyek dan orang tahu Ciputra akan membangun kawasan itu, maka harga tanah sekitarnya akan naik karena disergap spekulan. Kami akan sulit mendapatkan tanah berikutnya. Jadi, tanah dulu semua dikuasai, baru mulai membangun. Harus bersabar,” ungkapnya.
Kemudian, kurang dari dua tahun, 50 hektare tanah berhasil dikuasai. Namun, tantangan berikutnya menanti. Lahan di Cengkareng itu hanya seluas 50 hektare, jauh lebih kecil dibanding proyek Pondok Indah yang mencapai 450 hektare atau Bintaro yang lebih dari 500 hektare. Ditambah lagi, Cengkareng kala itu dianggap daerah ‘jin buang anak’.
Tetapi justru di situlah ketajaman visi Ciputra berbicara. Dalam rapat-rapat intens bersama anak-anaknya, ia memancing pemikiran mereka untuk menajamkan konsep dan visi.
“Kami harus menciptakan sesuatu yang pas dengan pasar yang dituju dan harus memiliki daya tarik. Saya memimpin rapat tim kecil ini. Saya ingin memancing pemikiran Budiarsa, Rina, dan Henk untuk belajar membuat konsep dan menajamkan visi,” tuturnya.
Akhirnya, mereka menemukan segmen pasar yang sangat menjanjikan, yakni keluarga muda. Pasangan-pasangan baru menikah yang datang ke Jakarta untuk membangun hidup, memiliki pendapatan terbatas, dan mendambakan rumah pertama yang layak huni. Ciputra melihat peluang itu.
“Kami sangat yakin bahwa pasar itu ada dan sangat banyak. Keluarga muda akan mencari rumah yang sanggup mereka bayar karena keuangan mereka belum baik,” terangnya.
Dengan harga tanah di Cengkareng yang masih murah, ia membangun rumah mungil dengan luas tanah 90–120 meter persegi, desain baik, bangunan kokoh, dan fungsi ruang yang maksimal, semua dengan harga terjangkau.
“Mungkin mereka terpaksa menerima posisi tempat yang dianggap terpencil seperti Cengkareng, namun setidaknya mereka puas dengan bangunan yang kami buat,” ujar Ciputra.
Nah Growthmates, kisah pembangunan Citra Garden ini bukan hanya tentang properti. Ini tentang visi yang jauh melampaui zamannya, kesabaran menunggu waktu yang tepat, dan keinginan seorang ayah untuk menjadikan anak-anaknya pemimpin yang berdaya cipta.
“Di atas kertas tampaknya ini proyek yang mudah bagi saya. Tapi jangan lupa, saya hanya jadi mentor, yang menjalankan anak saya,” tegas Ciputra.
Dan hari ini, kawasan yang dulu sunyi itu telah menjelma menjadi Citra Garden, hunian hijau yang ramai, hidup, dan terus berkembang. Bukti bahwa ketajaman visi, ketekunan, dan keyakinan tak tergoyahkan adalah pondasi sejati di balik sebuah nama besar: Ciputra.
“Jantung dunia developer adalah kecerdasan kita mengendus lahan potensial dan ketajaman visi kita membayangkan potensi di depan,” tandas Ciputra.
Baca Juga: Sekolah Kehidupan ala Ciputra: Membesarkan Anak Lewat Perjuangan, Bukan Pemberian