Selain menjadi pengusaha sukses, Dato Sri Tahir juga telah menjadi sosok inspiratif bagi banyak orang. Ia merupakan pendiri Mayapada Group yang mengawali hidupnya dari seorang anak penyewa becak yang menggantungkan hidupnya dari uang setoran becak.

Bank Mayapada merupakan salah satu lini bisnis utama Mayapada Group besutan Tahir. Pada 16 Maret 1990, akhirnya Bank Mayapada milik Tahir pun resmi memperoleh izin sebagai bank umum dari Kemenkeu. Dikatakan Tahir, hal itu adalah pencapaian luar biasa dalam hidupnya, meskipun perjalanannya sendiri belum dimulai.

Bank Mayapada merupakan bank swasta yang fokus dalam kredit usaha kecil ini terkenal akan kekokohannya menghadapi krisis ekonomi 1998. 

Keberhasilan di bisnis sektor perbankan ini jugalah yang mengantarkan pria yang bernama asli Ang Tjoen Ming itu memperluas gurita bisnisnya hingga menjadi salah satu orang terkaya di Indonesia.

Nah Growthmates, perjalanan Tahir menjajal bisnis perbankan ini pun tertuang dalam buku karya Alberthiene Endah yang bertajuk Living Sacrifice. Dalam buku biografinya itu, Tahir pun menceritakan perjuangannya dalam mendirikan Bank Mayapada. Seperti apa kisahnya? Berikut Olenka ulas selengkapnya.

Baca Juga: Kisah Dato Sri Tahir dan Paian Nainggolan: Sang ‘Malaikat’ Penyelamat Bisnisnya

Motivasi Tahir Terjun ke Dunia Perbankan

Pada tahun 1990, ketika Tahir masih sibuk menjalankan bisnis ekspor garmen dan melunasi utang-utangnya, ia pun lantas mencoba terjun ke bisnis perbankan. Motivasi ini sendiri muncul dari pengalaman Tahir sebelumnya. Dimana, saat mengalami kebangrutan usaha dealer mobil pada tahun 1989, Tahir sudah tertarik dengan ide menjalankan bisnis perbankan.

Dikatakan Tahir, pada tahun 1988, pemerintah Indonesia sendiri telah mengeluarkan kebijakan yang mengejutkan sekaligus menggembirakan bagi Tahir. Yakni, lahirnya deregulasi 27 Oktober 1988 atau yang lebih dikenal dengan Pakto 88. 

Adapun, kebijakan ini memberikan keleluasaan bagi bank-bank di Indonesia untuk menentukan sendiri suku bunganya. Kebijakan ini, kata Tahir, mendapat respons baik karena memberikan ruang yang lebi luas lagi nagi bank untuk beroperasi dengan lebih fleksibel dan kreatif. Serta, untuk menjalankan usahanya dengan konsep bisnis mereka sendiri.

Menurut Tahir, dengan kebijakan tersebut, para pengusaha bisa mengukir berbagai inovasi dalam bentuk produk perbankan yang unik. 

“Perbankan tidak lagi jadi Lembaga kaku yang hanya menawarkan produk-produk konservatif. Saya senang mendengar adanya gerakan baru tersebut. Dan saya pun diam-diam menaruh minat pada industry ini,” terang Tahir.

Lebih jauh, Tahir menuturkan jika Pakto 88 juga merupakan perkembangan yang menyegarkan setelah puluhan tahun tidak ada penerbitan izin pendirian bank oleh Pemerintah Indonesia. Adapun, izin yang terakhir dikeluarkan adalah saat tahun 1971 silam.

“Berkat Pakto ini, itu mungkin bagi siapa saja untuk mendirikan bank dengan modal hanya Rp 10 miliar tanpa biaya lisensi lainnya. Bank-bank yang ada juha bisa membuka kantor cabang dengan modal sedang dan mudah memperoleh izin,” papar Tahir.

“Tak cuma itu, izin lain juga diberikan kepada bank devisa dengan syarat memenuhi persyaratan dengan laporan yang memuaskan usahanya yang masih berjalan dengan aset minimal Rp 100 juta,” sambung Tahir.

Baca Juga: Cerita Dato Sri Tahir soal Asal Muasal Nama Mayapada