Dato Sri Tahir adalah sosok yang tidak asing lagi dalam dunia bisnis dan filantropi negeri. Jiwa sosial yang tinggi melekat di dirinya. Ia tak hanya dikenal di Indonesia, tapi juga di mancanegara. Bahkan orang terkaya dunia, Bill Gates, pun mengakui itu.
Tahir sendiri memiliki latar belakang keluarga sederhana dengan ayah seorang pembuat becak dan ibu yang menyokong keuangan keluarga dengan mempercantik becak buatan suami lewat pulasan cat.
Seiring waktu, takdir pun mempertemukan Tahir dengan Rosy Riady, putri sulung Mochtar Riady, pendiri Lippo Group. Tahir pun resmi menyandang status sebagai menantu sang taipan negeri.
Meski berhasil menikah dengan anak konglomerat, namun Tahir tak serta merta disokong modal kerja dan dana oleh sang mertua. Terlebih, selang seminggu menikahi putri Rosy, Tahir langsung dinyatakan oleh Mochtar Riady bahwa dirinya tidak boleh bekerja di perusahaan miliknya.
Setelah mendengar permintaan mertuanya itu, Tahir percaya diri bisa mengalahkan Mochtar Riady suatu hari nanti. Istrinya, Rosy Riady, pun tetap mendampingi dan mendukung Tahir untuk memperjuangkan karir.
Nah Growthmates, melalui pena Alberthiene Endah dalam buku berjudul Living Sacrifice, pendiri Tahir Foundation ini pun menceritakan kisah hidupnya secara gamblang dalam menapaki bisnis, bahkan sampai ‘menumpang’ tinggal di rumah mertuanya yang tidak ditinggali karena rumahnya sendiri dijual untuk modal bisnis.
Dalam buku biografinya itu juga, Tahir tak segan menceritakan bagaimana rasanya bekerja keras setiap hari demi kesejahteraan keluarga sekaligus sebagai pembuktian kepada sang mertua. Lantas, seperti apa cerita lengkapnya? Berikut Olenka ulas kisahnya.
Baca Juga: Mengulik Kisah Dato Sri Tahir saat Memulai Bisnis Impor
‘Pinjam’ Rumah Mertua
Pasca-menyandang status menantu Mochtar Riady, Tahir bertekad sekuat tenaga untuk lepas dari bayang-bayang keluarga mertua. Ia pun nekat menjajal bisnis dengan ‘kakinya sendiri’. Adapun, bisnis pertama yang ia rintis adalah bisnis impor kue bulan. Saat menjalankan bisnisnya itu, Tahir mengaku jika ia mendapatkan modal pinjaman dari kerabatnya, Wiryono.
Di tengah perjalanannya menjajaki bisnis impor, Tahir pun bertemu dengan sosok pria yang dianggapnya sebagai guru bisnisnya. Pria tersebut bernama Mediarto.
Tahir mengatakan, Mediarto sangat berperan penting dalam sejarah bisnis impornya itu. Mediarto, lanjut Tahir, selalu memiliki kesabaran untuk menjawab segala pertanyaan dan mengusulkan ide-ide segar untuk bisnisnya.
Seiring waktu, selain kue bulan, Tahir pun mulai mengimpor komoditas lainnya seperti permen, leci, dan sarden kalengan. Kesemuanya adalah makanan yang sedang naik daun saat itu. Lalu, karena kebutuhan modal usaha yang semakin meningkat, Tahir pun memutuskan untuk menjual rumah miliknya yang berlokasi di Slipi.
Ia pun lantas mendatangi Mochtar Riady untuk meminta izin meminjam rumah sang mertua di Jl. Labu sebagai tempat tinggalnya sementara. Tak berpikir panjang, Mochtar Riady pun dengan cepat menyetujuinya.
“Pak Mochtar sendiri telah membeli rumah baru di Menteng, saya pikir Rosy tidak keberatan kembali ke rumah masa kecilnya. Rumah itu kosong dan kami akan tidak akan menghadapi masalah privasi. Pak Mochtar pun setuju, ia mengangguk cepat tanpa ragu. Dan bagi saya itu merupakan bantuan yang sangat besar,” papar Tahir.
Saat pindah ke rumah di Jl. Labu, di Kawasan Kota, Tahir dan Rosy telah dikaruniai 2 orang putri, yakni Jane dan Grace Tahir.
Tahir pun berencana tak akan lama tinggal di rumah mertuanya itu karena ia yakin bisa mendapatkan uang untuk membeli rumah baru dalam waktu yang tak lama.
Terlebih saat itu, sang ibu sempat memberi isyarat bahwa akan membentu membeli sebidang tanah atau rumah di Jakarta untuk basecamp keluarga jika mereka berkunjung ke Jakarta.
“Jadi kami semua memulai kehidupan baru di rumah di Jl. Labu. Lokasinya cukup dekat dengan kantor saya,” ujar Tahir.
Baca Juga: Kisah Dato Sri Tahir Masuk Keluarga Konglomerat Mochtar Riady
Habiskan Waktu dengan Bekerja dan Hidup Sederhana
Lebih lanjut Tahir pun mengatakan, ketika ada seseorang yang bertanya kepada dirinya tentang apa yang terjadi dalam hidupnya selama 3 tahun awal pernikahannya dengan Rosy, ia mengatakan bahwa tahun-tahun itu merupakan perjuangannya dalam berbisnis.
Hari-hari Tahir sendiri dihabiskan di Gudang kantor, di pelabuhan, atau bolak balik Hong Kong, Singapura, dan berbagai negara Eropa lainnya untuk mencari komoditas yang potensial impor. Tahir mengaku, ia hampir tak sedikit pun menikmati waktu untuk bersenang-senang.
“Ya, saya hampir tidak punya waktu untuk bersenang-senang. Mediarto memperkenalkan saya kepada banyak rekan importir dan pengusaha lainnya. Kadang-kadang saya bergabung dengan mereka untuk santai sejenak. Tapi kepada saya terlalu penuh dengan beban yang sangat berat, jadi tidak memungkinkan saya untuk bersenang-senang,” tutur Tahir.
Mediarto pun, kata Tahir, selalu mengingatkan dirinya untuk sejenak menghibur diri dan melarangnya bekerja berlebihan. Namun, ketika Tahir hanya merespons permintaannya dengan diam, lanjut Tahir, Mediarto pun akan langsung mengerti alasan kenapa ia begitu gigih bekerja.
“Saya berada di bawah bayang-bayang Mochtar Riady yang terus mengawasi saya. Saya hanya tidak mau jadi pecundang di mata orang berkuasa ini,” tukas Tahir.
Jangankan untuk bersenang-senang, sambung Tahir, ajakan makan dari Mediarto pun kerap tak ia pedulikan. Alasannya sendiri, Tahir sama sekali tak tertarik masuk ke restoran mahal dan menghabiskan uang banyak.
Menurutnya, pendidikan orang tuanya dulu sudah sangat mengakar dalam jiwanya untuk makan secukupnya dan sederhana.
“Jadi pada tahap itu saya masih mempertahankan cara hidup sederhana, seperti ajaran orang tua saya. Kalau saya dan Mediarto ke luar negeri pun, saya tetap memilih hotel yang murah. Kita berdua lebih menyukai menghabiskan sebagian waktu untuk berkeliling mencari barang-barang daripada bersenang-senang,” papar Tahir.
Baca Juga: Kisah Keakraban Dato Sri Tahir dengan Mediarto: Dia Adalah Guru Bisnis Saya
Pindah Rumah ke Simprug
Tahir lantas menuturkan bahwa dirinya sangat bersyukur memiliki istri seperti Rosy Riady. Meski lahir dari keluarga taipan negeri, Rosy sangat sabar dan fleksibel dalam menjalankan aktivitas bisnisnya.
Tak hanya itu, lanjut Tahir, sang istri pun tak pernah memberikan pertanyaan atau komentar apapun tentang keuntungan bisnis yang dijalannya.
“Dia benar-benar menyatu dengan kehidupan saya dengan segala keterbatasannya. Sikapnya sangat membantu saya dalam memusatkan perhatian pada bisnis,” tukas Tahir.
Begitu pun saat diajak tinggal di rumah masa kecilnya, kata Tahir, Rosy pun tak ‘rewel’. Padahal, kata dia, rumah di rumah Jl. Labu itu tidak begitu nyaman. Jika musim hujan, rumah itu akan kebanjiran.
“Jujur, tinggal di rumah Jl. Labu itu tidak begitu nyaman. Kalau musim hujan, banjirnya akan setinggi tempat tidur kami. Setelah banjir reda pun baunya akan sangat menyengat. Saya dan Rosy selalu bekerja keras membersihkan rumah,” ujar Tahir.
Seiring waktu, mendapati bahwa rumah mertuanya itu tak memberikan kenyamanan untuk keluarga tercintanya, Tahir pun berbicara dengan Rosy untuk pindah dari rumah tersebut.
Dan untungnya, waktu itu ia dan sang ibu sebelumnya telah menyatukan investasi dan membeli sebidang tanah di daerah Simprug, Jakarta Selatan. Tahir pun lantas membangun rumah di sana.
“Rumah itu selesai dibangun ketika rumah di Jl. Labu kebanjiran. Rumah baru kami tidak mewah, tapi cukup luas. Kemudian rumah itu menjadi lebih luas setelah saya membeli tanah sebelahnya. Sampai sekarang saya masih tinggal di rumah Simprug. Di rumah baru itu pula, saya dan Rosy memiliki putri ketiga kami, Victoria,” jelas Tahir.
Baca Juga: Dulu Orang Melarat Kini Jadi Konglomerat Hebat, Ini Filosofi Bisnis yang Dianut Dato Sri Tahir
“Nama Mochtar Riady Menjadi Mimbar Saya”
Tahir mengatakan, jika ada yang bertanya kepadanya dirinya apa saja yang telah ia dapatkan selama menjadi menantu Mochtar Riady, ia pun dengan tegas dari segi harta, tidak ada.
Menurutnya, satu-satunya kebaikan yang diberikan sang taipan kepada dirinya dalam arti materi adalah rumah di Jl. Labu yang ia tinggali sementara.
Tahir pun bilang, meski mertuanya kaya raya, Mochtar Riady tidak lantas memberinya uang atau pun barang. Namun kata dia, mertuanya itu memberinya sesuatu yang sangat luar biasa dan berharga, yakni sebuah panggung, cap, sebuah ‘identitas’, dan rasa hormat.
Tahir pun harus mengakui bahwa orang-orang menghormati dan cenderung bersikap lebih ramah kepadanya ketika mereka tahu bahwa dia adalah menantu Mochtar Riady. Menurutnya, dunia sedikit lebih mengakomodasi dirinya, terutama orang-orang perbankan.
“Setelah mereka tahu saya menantu Mochtar Riady mereka selalu memasang wajah tersenyum dan ramah. Nama Mochtar Riady menjadi mimbar saya. Saya diangkat dan seolah berdiri di mimbar itu agar orang-orang dapat melihat dan menghormati saya. Saya harus mengakui itu,” tukas Tahir.
Tahir pun menuturkan, orang-orang yang ia temui dari kalangan bisnis pun kebanyakan dari mereka tidak pernah lupa bahwa dirinya adalah menantu Mochtar Riady.
“Terus terang saya harus mengatakan bahwa akhirnya fasilitas berpihak kepada saya. Mungkin beberapa bank yang meminjamkan uang ke saya menyetujuinya karena nama di belakang saya, yakni nama Mochtar Riady. Saya cukup yakin tentang itu,” tandas Tahir.
Seiring waktu, perjuangan Tahir berusaha lepas dari bayang-bayang keluarga mertuanya pun membuahkan hasil. Tahir kini sangat sukses, bahkan melebihi kesuksesan dan kekayaan keluarga sang taipan.
Per September ini, keluarga Tahir pun masuk ke dalam daftar orang terkaya di Indonesia peringkat ke-7 menurut Forbes, dengan mengantongi total kekayaan mencapai $5,4 miliar atau sekitar Rp83,4 triliun.
Baca Juga: Cerita Dato Sri Tahir Soal Kecakapan Mochtar Riady dalam Mengelola Perbankan