Perjuangan Dato Sri Tahir menjadi sukses seperti sekarang tidaklah mudah, dia berjuang keras secara bertahap hingga akhirnya berhasil memijakkan kaki di puncak keberhasilan. Perjalanan hidup pun mempertemukannya dengan Rosy, putri Mochtar Riady pendiri Lippo Group. 

Namun, menikah dengan anak orang kaya tak semerta-merta melancarkan perjuangannya menuju puncak sukses. Sebaliknya, dia malah dihadapkan pada larangan yang terdengar seperti ancaman dari Mochtar Riady. Ya, kala itu, Mochtar Riady dengan tegas melarang Tahir untuk masuk ke bisnis keluarganya.

Tahir pun bertekad sekuat tenaga untuk lepas dari bayang-bayang keluarga mertua. Ia pun mencoba menjajal bisnis impor dengan ‘kakinya sendiri’. Di tengah perjalanannya mewujudkan mimpinya itu, Tahir pun bertemu dengan sosok pria yang dianggapnya sebagai guru bisnisnya. Pria tersebut bernama Mediarto.

Kisah persahabatan Tahir dan Mediarto pun terkuak dalam dalam buku karya Alberthiene Endah yang bertajuk Living Sacrifice. Bagaimana kisah selengkapnya?

Baca Juga: Mengulik Kisah Dato Sri Tahir saat Memulai Bisnis Impor

Pertemuan dengan Mediarto

Selang menikahi Rosy Riady, Tahir untuk mensejahterakan keluarga kecilnya dan ‘berdiri di atas kakinya sendiri’ tanpa sedikitpun mengemis dana dari sang mertua.

Saat itu, Tahir pun memilih menjalankan bisnis impor. Adapun, komoditas yang dipilih Tahir saat itu adalah kue bulan. Ia sendiri mendapati informasi tentang produsen kue tersebut di Hong Kong. Menurut Tahir, kue bulan merupakan salah satu kue yang popular di Indonesia dan keluarga Tionghoa.

Saat menjalankan bisnisnya itu, Tahir mengaku jika ia mendapatkan modal pinjaman dari kerabatnya, Wiryono. Selepas itu, Tahir pun menyewa ruang kantor untuk menjalankan bisnisnya yang berlokasi di Jl. Pintu Besar Selatan, yang sekarang bernama Jl. Gajah Mada.

Dalam menjalankan bisnis impornya itu, Tahir pun tak segan mempelajari operasi di pelabuhan. Ia pun mengurus berbagai dokumen untuk membongkar barang dari kapal dan berbagai trik untuk mempercepat proses pengeluaran barang keluar dari pelabuhan.

Tahir pun kerap mengerjakan semua tugas itu sendiri. Ia menghabiskan waktu seharian di pelabuhan dan menguras tenaga untuk mengurus semua birokrasi. Seiring waktu, Tahir pun lantas berkenalan dengan seorang pria yang bernama Mediarto.

Mediarto sendiri adalah seorang importir yang memiliki bisnis forwarding yang cukup dikenal di kalangan importir. Dikatakan Tahir, bisnis impor Mediarto sendiri cukup sukses. Mereka pun akhirnya makin akrab sejak pertemuan pertama. Perkenalan Tahir dan Mediarto adalah awal dari persahabatan panjang yang berkembang lebih seperti persaudaraan.

“Di sela kegiatan di pelabuhan yang melelahkan, saya  pun kemudian berkenalan dengan Mediarto. Dia juga seorang importir yang memiliki bisnis forwarding yang cukup dikenal di kalangan importir. Dia sangat terampil dalam menangani pembokaran barang dari kapal dan mengeluarkannya dari pelabuhan,” tutur Tahir.

Dikisahkan Tahir, Mediarto adalah sosok pengusaha ulet yang mengawali semuanya dari kemiskinan. Ia lahir di Jawa Timur lalu pindah Ke Cirebon. Mediarto, kata Tahir, pernah hidup juga dalam kesengsaraan. Sama seperti dirinya. Lalu, Mediarto pun kemudian mengikuti jejak kakaknya yang berbisnis tekstil di Kawasan Mangga Dua, Jakarta. Ia pun sempat kuliah di Universitas Trisakti dengan biasata sendiri.

“Waktu itu kuliahnya sempat terganggu imbas kerusuhan politik 30 September. Mediarto pun terpaksa berhenti kuliah dan mencoba peruntungannya sebagai agen kaos bermerek. Ia membeli barang dagangannya di Singapura secara eceran dan menjualnya kepada pedagang di Pasar Pagi,” jelas Tahir.

Tahir menuturkan, lambat laun usaha Mediarto pun berkembang pesat dan meroket seiring membaiknya perekonomian negeri. Orang-orang dari luar Jakarta dan petani-petani kopra yang berhasil menjual hasil panennya pun melirik kaos yang dijual Mediarto.

“Kemajuan ekonomi saat itu mengakibatkan munculnya golongan tertentu dalam masyarakat yang mengejar gengsi dengan mengenakan produk impor. Alhasil, era akhir 60-an dan 70-an itu ditandai dengan maraknya bisnis impor,” tutur Tahir.

Sejak saat itu, keberhasilan Mediarto dalam mengimpor kaos pun menyebabkan bisnisnya semakin berkembang. Ia pun meraup banyak keuntungan, dan hal itu membuatnya menjadi orang yang cukup kaya.

Baca Juga: Dulu Orang Melarat Kini Jadi Konglomerat Hebat, Ini Filosofi Bisnis yang Dianut Dato Sri Tahir