Siapa sangka, kawasan Ancol yang kini menjadi ikon rekreasi Jakarta dulunya hanyalah rawa liar menakutkan, dipenuhi hutan bakau, empang, dan ular-ular yang bersembunyi di balik rimbun pepohonan. Namun di mata Ir. Ciputra, rimba belantara itu justru memantik mimpi besarnya, yakni membangun taman rekreasi seindah Disneyland, menghadirkan stimulasi positif bagi kehidupan jutaan orang.
Dalam buku biografinya yang bertajuk The Passion of My Life karya Alberthiene Endah, dengan keberanian menantang keterbatasan dana dan menembus keraguan banyak pihak, Founder Ciputra Group itu pun menjawab suara hatinya bahwa hidup itu adalah keberanian untuk bermimpi dan keberanian untuk mewujudkannya.
Mimpi Disneyland dari Rimba Ancol
Banyak orang mengenal Ciputra sebagai maestro properti Indonesia, tetapi hanya sedikit yang memahami asal muasal mimpinya. Seusai perjalanannya ke luar negeri, Ciputra pulang dengan mata berbinar dan jiwa yang penuh gelora.
“Banyak hal yang saya bawa pulang ke Indonesia. Dan itu membuat saya makin bergumul dengan impian. Impian yang sulit lagi dibendung. Saya melihat potensi besar di tubuh Jakarta. Banyak yang bisa saya garap,” kenang Ciputra, sebagaimana dikutip Olenka, Jumat (4/7/2025).
Dikatakan Ciputra, perjalanan ke Amerika dan Brasil menanamkan inspirasi mendalam dalam hatinya. Ia bermimpi membangun kawasan rekreasi sehebat Disneyland di Los Angeles atau Copacabana Beach di Brasil. Mimpi itu seakan menunggu pancingan untuk direalisasikan. Dan tak dinyana, pancingan itu datang dari kawasan liar di utara Jakarta, yakni Ancol.
Saat itu Ancol hanyalah rawa tak terjamah. Wilayahnya dibatasi Pelabuhan Tanjung Priok di timur, Pelabuhan Pasar Ikan di barat, dan Kanal Ancol di selatan. Di dalamnya, pepohonan liar menjulang bak hutan lebat, rawa dan empang menutup tanahnya, sementara monyet dan ular menjadi penghuni tetap.
Di malam hari, kata Ciputra, kawasan ini tampak mencekam dan menakutkan. Namun di balik rimbun hutan rawa itu, terbentang pantai yang begitu indah.
Menurut Ciputra, Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, pun menyimpan impian serupa dengan pendahulunya, Soemarno,ingin Ancol menjadi pantai kebanggaan Jakarta. Namun, bukan Ali Sadikin yang menawarkan proyek tersebut kepada Ciputra. Bahkan sebenarnya proyek itu tak pernah ditawarkan kepadanya.
“Saya yang mengusulkan perubahan rencana pada desain proyek yang sudah ada,” ujar Ciputra.
Dan, dari sanalah segalanya bermula. Yakni, mimpi besar Ciputra untuk mengubah rawa belantara menjadi taman rekreasi terpadu.
Baca Juga: Pelajaran Hidup Ciputra dari Proyek Senen: Kesuksesan Besar yang yang Menorehkan Luka Batin
Pertemuan yang Mengubah Takdir Ancol
Pada tahun 1966, Ciputra tengah sibuk bekerja di kantor PT Pembangunan Jaya ketika seorang tamu datang menemuinya. Pria itu adalah Soekardjo Hardjosoewirjo, Direktur Proyek Ancol, seorang pejabat Pemda DKI Jakarta yang sudah dikenalnya. Saat itu, Jakarta dipimpin Gubernur Ali Sadikin.
Menurutnya, saat itu Soekardjo datang dengan penuh keyakinan. Ia meminta Ciputra mendengarkan presentasinya tentang proyek Ancol.
“Ia sangat yakin saya bersedia membeli apa yang akan ia tawarkan,” kenang Ciputra.
Meskipun ruang kerja Ciputra sempit, ia mempersilakan Soekardjo untuk memulai presentasi.
Dengan membuka peta besar dan menunjuk beberapa titik, Soekardjo menjelaskan bahwa Pemda DKI akan menjual kavling-kavling di Ancol kepada para developer. Kavling itu akan dijual sebagian demi sebagian, misalnya 10 hektare atau 20 hektare, untuk dibangun menjadi kawasan rekreasi dan perumahan.
Ciputra mendengarkan dengan penuh perhatian. Namun bukan kavling yang membuatnya terpikat. Ia justru terpesona oleh potensi besar Ancol itu sendiri.
“Yang membuat saya tertarik bukanlah kavling yang ia tawarkan, tapi betapa menariknya Proyek Ancol,” ujarnya.
Ia kemudian membiarkan Soekardjo menuntaskan penjelasannya sebelum mengajukan pertanyaan-pertanyaan mendasar, bukan soal harga kavling, melainkan kondisi struktur tanah dan organisasi proyek Ancol. Soekardjo menjawab dengan detail dan lugas.
Setelah tamunya pergi, Ciputra duduk tercenung. Pikirannya tak berhenti memikirkan Ancol. Kawasan rawa liar di utara Jakarta itu seketika berubah di matanya menjadi potensi besar yang menunggu untuk diwujudkan.
Seketika, ia teringat Disneyland, taman impian Amerika yang selalu menginspirasinya. Kabarnya, Bung Karno pun pernah memimpikan Indonesia memiliki kawasan rekreasi sehebat itu.
“Hidup itu adalah keberanian untuk bermimpi dan keberanian untuk mewujudkan mimpi itu,” kata Ciputra, mengingat momen penting yang kelak akan menorehkan namanya dalam sejarah pembangunan Ancol.
Baca Juga: Kisah Pertarungan Hidup Ciputra: Keringat, Air Mata, dan Nyawa di Balik Proyek Senen