Dari Khayalan Tinggi Menjadi Ikon Jakarta Hari Ini

Hati Ciputra berdebar gelisah setelah mendengarkan penjelasan panjang lebar dari Soekardjo Hardjosoewirjo tentang proyek Ancol. Ia seolah ditarik ke dalam khayalan yang tinggi, membayangkan sesuatu yang jauh lebih dahsyat dari sekadar kavling-kavling yang ditawarkan.

“Stimulasi positif pada kehidupan! Itulah yang kemudian saya catat dengan baik dalam benak. Ya, seorang developer, pengembang, bisa memberikan sesuatu yang berharga pada penduduk atau masyarakat, yakni stimulasi positif pada kehidupan,” paparnya.

Namun sayang, proyek itu bukan miliknya. Meski demikian, pikirannya sudah telanjur jatuh hati. Ia pun segera berdiskusi dengan dua orang kepercayaannya, Soekrisman dan Hiskak Secakusuma.

“Kita harus bisa menggarap Ancol! Gambarannya sudah ada di kepala saya. Kita bisa membangun pusat rekreasi yang besar di sana,” ujarnya dengan semangat membara.

Tak ingin menunda, Ciputra langsung menemui Ali Sadikin, yang saat itu juga menjabat sebagai Presiden Komisaris PT Pembangunan Jaya. Tanpa basa-basi, ia menyampaikan niat besarnya.

“Pak, tahun lalu saya kan berkeliling dunia. Saya melihat betapa megah dan hebatnya Disneyland. Kita bisa membuat Ancol seperti itu. Setidaknya hampir menyerupai Disneyland,” katanya antusias.

Ali Sadikin kemudian menatap Ciputra dengan saksama dan penuh keyakinan.

“Saya percaya kita bisa,” tutur Ali Sadikin kepada Ciputra kala itu,

Namun Ciputra mengajukan satu syarat penting.

“Tapi salah satu syaratnya, Pak, lahan di sana jangan dibagi-bagi per kavling sesuai dengan perencanaan DKI. Lahan itu harus kita kelola seluruhnya. Bahwa nanti akan dijual pada umum sebagian, kita bisa pertimbangkan nanti. Tapi untuk membangun pusat rekreasi yang bagus memerlukan lahan yang sangat luas,” terangnya.

Ali Sadikin memahami sepenuhnya. Ia bahkan bercerita tentang perjuangan Gubernur Soemarno sebelumnya yang telah berupaya keras mengembangkan Ancol sejak awal 1960-an, dan menugaskan Soekardjo Hardjosoewirjo sebagai pemimpin proyek tersebut.

Baca Juga: Bersama dalam Keterbatasan: Kisah Tahun Pertama Pernikahan Ciputra

Keberanian Menghidupkan Kembali Ancol

Dikatakan Ciputra, di tangan Soekardjo Hardjosoewirjo, upaya membenahi Ancol berjalan dalam kondisi yang amat sulit. Seperti biasa, masalah utamanya adalah dana. Pemerintah tidak memiliki cukup uang untuk membiayai proyek raksasa itu.

Menurutnya, para pelaksananya diminta mencari solusi sendiri. Bayangkan, kata dia, ratusan hektare hutan rawa harus dibabat dan ditimbun agar bisa dipijak manusia dan dinikmati keindahan pantainya tanpa dibekali uang sepeser pun.

Dikatakan Ciputra, Pemerintah RI sempat menggandeng kontraktor asing dari Prancis untuk mengerjakan tahap paling mendasar: menebang hutan dan menguruk rawa serta empang dengan timbunan pasir laut.

Proyek mahasulit itu berhasil mereka jalankan selama lebih dari tiga tahun melalui skema kredit yang diajukan. Namun setelah itu, tak ada lagi bantuan. Kawasan Ancol yang sudah ditimbun terpuruk begitu saja. Utang-utang untuk biaya penimbunan pun belum terbayarkan.

“Tak ada dana untuk membangun Ancol,” kata Gubernur Ali Sadikin.

Ciputra hanya bisa menghela napas panjang. Baginya, seolah proyek yang menarik hatinya selalu dihadapkan pada tantangan luar biasa.

“Kenapa proyek yang menarik hati saya semua serba tak ada dana? Serba memeras otak? Proyek Senen bukan proyek mudah karena harus bersabar melakukan negosiasi menghadapi ribuan warga. Proyek Ancol? Walau sangat menarik, tapi bertarung menghadapi ketiadaan dana. Ah, Ciputra, nasibmu,” gumamnya dalam hati.

Namun semangatnya kembali menyala saat ia teringat pengalamannya berkeliling dunia. Baginya, sebuah kota yang baik harus memiliki sudut yang melegakan jiwa, yakni pemandangan alam yang indah dan sarana rekreasi untuk warganya.

Menurut Ciputra, pantai adalah aset tak ternilai yang harus dijaga dan dimanfaatkan. Tidak semua kota beruntung memiliki pantai dengan pemandangan laut lepas yang menyejukkan, dan Jakarta memiliki itu, meski terkungkung hutan liar yang tak layak injak. Dengan tekad bulat, Ciputra pun lantas mengajukan gagasannya kepada Gubernur Ali Sadikin.

“Pak, jika proyek itu kami yang menggarap, kami akan jamin, kalau untung akan dibagi dua dengan DKI. Jika rugi, kami yang tanggung,” ujarnya mantap.

Ali Sadikin menatapnya dengan penuh keyakinan dan menyetujui usulan tersebut. Dari situlah mimpi Ciputra mulai menapaki kenyataan, mengubah rawa liar menjadi Ancol, pusat rekreasi kebanggaan Jakarta.

Baca Juga: Bandung, Dee, dan Pernikahan Tanpa Pesta: Romansa Ir. Ciputra yang Tak Banyak Diketahui