Bencana ekologis yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat kembali meninggalkan duka mendalam bagi masyarakat Indonesia. Berdasarkan laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada Senin (08/12/2025), sebanyak 929 jiwa dilaporkan meninggal dunia akibat rentetan bencana tersebut. Angka tersebut menjadi penegasan nyata bahwa urgensi mitigasi dan kesiapsiagaan bencana tidak dapat ditunda. Di tengah situasi ini, keterlibatan pemuda menjadi harapan bagi upaya membangun budaya tangguh bencana yang berkesinambungan.

Menanggapi kondisi tersebut, Komunitas Ruang Eksplorasi menyelenggarakan workshop mitigasi bencana bertema “Menjadi Generasi Tangguh: Latihan Dasar dalam Menghadapi Krisis Kemanusiaan”. Rangkaian kegiatan dimulai dengan pembekalan daring pada Rabu (3/12/2025), kemudian dilanjutkan pelatihan luring pada Jumat (5/12/2025) di Papua Room, Menara Thamrin, Jakarta Pusat. Program ini menjadi bagian dari penyelenggaraan Merayakan Muda Kita 3.0, sebuah ruang kolaboratif dan reflektif yang dirancang untuk memberdayakan pemuda melalui seminar, workshop, kegiatan kerelawanan, dan program pengembangan kapasitas.

Baca Juga: Ruang Eksplorasi Bentuk Generasi Mitigasi Tangguh, Paparkan Empat Kunci Kesiapsiagaan Bencana

“Workshop ini diharapkan mampu memberikan perspektif baru kepada para peserta, membangkitkan harapan, serta rasa percaya diri bahwa kontribusi sekecil apa pun tetap berarti dan penting,” ujar Arinatul Ulya, Ketua Pelaksana Merayakan Muda Kita 3.0.

Ia menegaskan bahwa perubahan besar selalu berawal dari langkah sederhana, keberanian untuk peduli, bertanya, serta terus belajar.

Workshop menghadirkan pembahasan mengenai situasi kebencanaan di Indonesia sepanjang 2024–2025, mencakup jumlah kejadian bencana, tingkat kerusakan infrastruktur, serta dampak kemanusiaan yang tercatat oleh BNPB. Para narasumber menekankan bahwa mitigasi harus dilakukan secara kolaboratif dan terencana dengan melibatkan berbagai sektor, mulai dari institusi pendidikan, komunitas, hingga keluarga.

Baca Juga: Untuk Para Pejabat, Jangan Manfaatkan Bencana Sumatra dan Aceh demi Memperkaya Diri

Saena Sabrina, Founder Yayasan Adaptasi Bencana Indonesia, menuturkan bahwa strategi mitigasi dapat diperkuat melalui konsolidasi dengan sekolah, pelatihan bagi guru dan komite sekolah, asesmen mandiri, serta kampanye komunikasi publik untuk mencegah disinformasi. Ia menekankan bahwa upaya mitigasi bukan hanya urusan teknis, tetapi juga upaya membangun budaya sadar risiko di tingkat individu dan komunitas.

Trinitis Rinowati dari Yayasan Adaptasi Bencana Indonesia menambahkan pentingnya pemanfaatan InaRisk, portal pemantauan risiko bencana yang menyediakan informasi ancaman, kerentanan, kapasitas wilayah, dan indeks risiko.

“InaRISK ini bisa kita gunakan melalui ponsel, mudah diakses. Jadi kalau terjadinya gempa, lokasi kita di aplikasi itu akan muncul tanda peringatan merah beserta keterangannya,” ujarnya.

Baca Juga: Apa Alasan Pemerintah Belum Menaikkan Status Banjir dan Longsor Sumatra Menjadi Bencana Nasional?

Dalam konteks kesiapsiagaan di satuan pendidikan, para pemateri menjelaskan empat langkah utama yang dapat diterapkan adalah memahami ancaman bencana di wilayah masing-masing, menyusun rencana kedaruratan termasuk jalur evakuasi dan standar bangunan aman, membentuk Tim Tanggap Darurat sebagai garda koordinasi, serta melaksanakan simulasi berkala untuk melatih respons fisik dan mental.

Mochammad Syaiban, staf mitigasi dan diklat bencana DMC Dompet Dhuafa, menekankan pentingnya disiplin evakuasi. Ia mengingatkan agar seseorang tidak kembali mengambil barang saat bencana terjadi.

"Jika alat komunikasi tertinggal, sebaiknya kita abaikan dan segera menyelamatkan diri menuju jalur evakuasi. Setelah itu baru kita bisa menghubungi orang tua dengan meminjam alat komunikasi teman atau petugas,” terangnya. 

Baca Juga: Mengenal Sosok Ferry Irwandi: Penggalang Dana Rp10,3 Miliar untuk Korban Bencana Sumatra

Ia juga menegaskan pentingnya mematuhi jalur evakuasi menurun satu arah agar tidak menghambat laju penyelamatan.

Melalui pelatihan yang memadukan pembekalan teori dan praktik langsung, kegiatan ini memberikan pengetahuan mengenai mitigasi struktural dan kultural, pengurangan bahaya, pengalihan risiko (risk transfer), serta peningkatan kapasitas kesiapsiagaan. Peserta diajak mengikuti simulasi mitigasi bencana seperti gempa bumi, latihan penyelamatan korban, serta penggunaan peralatan dasar kedaruratan.

Program Merayakan Muda Kita 3.0 sebelumnya juga menghadirkan rangkaian kegiatan Muda Menanam pada 22 November 2025 melalui aksi penanaman bibit mangrove sebanyak 150+ di Hutan Lindung Angke, Jakarta Utara, serta Talkshow Kepemudaan bertema “Satu Pemuda Satu Asa: Mewujudkan Generasi Tangguh Menuju Indonesia Emas” pada 29 November 2025 di Teater Kemenpora.

Talkshow menghadirkan pembicara muda seperti Virdinda La Ode Achmad, Ahmad Haiqel Al-Jabry, dan Fayanna Ailisha Davianny, dengan dukungan Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia.

Melalui rangkaian program tersebut, Ruang Eksplorasi berharap pemuda Indonesia mampu menjadi agen perubahan dalam menjawab tantangan kemanusiaan dan lingkungan. Kesiapsiagaan bencana bukan hanya soal meminimalkan kerugian, tetapi membangun kesadaran kolektif bahwa setiap individu memiliki peran penting dalam menjaga keselamatan bersama. 

Dengan pemahaman yang memadai, perencanaan yang matang, serta latihan berkelanjutan, komunitas dan institusi pendidikan dapat menjadi bagian dari upaya mewujudkan masa depan yang lebih aman dan tangguh.