Krisis moneter yang terjadi tahun 1998 lalu telah mengubah lanskap bisnis Indonesia, termasuk potret konglomerasi. Imbas krisis keuangan atau aneka kebijakan baru, tekanan pasar, dan perkembangan ekonomi makro di masing-masing sektor bisnis, peta konglomerasi pun sudah berubah.
Ada banyak bisnis besar yang sempat berjaya sebelum krisis, kemudian harus tenggelam tak kuasa bertahan diterjang badai. Dan, salah satu bisnis yang ‘selamat’ dari krisis moneter itu adalah Bank Mayapada. Bank Mayapada merupakan salah satu linis bisnis Mayapada Group milik pengusaha Dato Sri Tahir.
Melalui buku karya Alberthiene Endah yang bertajuk Living Sacrifice, Tahir pun mengisahkan soal kekokohan Bank Mayapada saat menghadapi krisis ekonomi 1998.
Dikatakan Tahir, rahasia utama Bank Mayapada tidak lumpuh karena ia tidak mengambil kredit dari bank asing sebesar bank-bank di Indonesia pada waktu itu.
Bank Mayapada, kata Tahir, tak mau latah seperti bank lain yang jor-joran mengambil kredit dari bank-bank asing. Ketika krisis moneter, bank-bank itu terpaksa tutup karena tak kuat mengembalikan utang. Yang jumlahnya meroket karena anjloknya nilai tukar rupiah.
Lantas, seperti apa kisah perjuangan Tahir dalam mempertahankan bisnis perbankan di era krisis moneter tersebut?Berikut Olenka ulas kisahnya.
Baca Juga: Kisah Dato Sri Tahir Merintis dan Membesarkan Bank Mayapada
Rahasia Bank Mayapada ‘Selamat’ dari Krisis Moneter
Tahun 1997 menjadi saksi kontradiksi bersejarah dalam dunia perbankan Indonesia yang diakibatkan oleh krisis moneter yang berujung pada keruntuhan yang mengerikan pada tahun 1998.
Dikatakan Tahir, ketika banyak bank besar hancur berkeping-keping akibat badai krisis moneter yang mematikan, Bank Mayapada besutannya justru mengalami hal sebaliknya.
“Kami tidak mengandalkan dana asing untuk operasional bisnis kami sehingga bank Mayapada tidak goyah oleh jatuhnya nilai tukar rupiah,” tutur Tahir.
Tahir juga bilang, saat itu, Bank Mayapada juga memfokuskan kegiatan perbankan pada kredit usaha kecil, sehingga bank pun tidak terganggu oleh masalah kredit macet yang dihadapi bank-bank berskala besar.
“Bahkan kami tidak berada dalam kondisi yang rentan terhadap hantaman badai. Saat itu bank-bank besar tidak memiliki kekebalan apapun. Mereka telah menciptakan risiko tinggi mereka sendiri yang memungkinkan mereka tetap aman dalam situasi normal tanpa ancaman badai yang menyerang tiba-tiba,” beber Tahir.
Berbeda dengan bank-bank besar tersebut, Tahir mengatakan jika Bank Mayapada seperti bank-bank kecil lainnya yang tidak terlalu ekspansif dan tidak melakukan perjudian dalam operasional bisnisnya. Bank Mayapada, kata dia, hanya mengalami sedikit fluktuasi, namun berhasil bangkit lagi.
“Bagaimana dengan kerugian? Ya, kami memang sempat mengalami penurunan pendapatan saat krisis moneter. Namun, kami mampu bertahan. Kami berhasil melanjutkan operasional tanpa hambatan yang berarti,” jelas Tahir.
Baca Juga: Prinsip Bisnis Dato Sri Tahir dalam Membangun Bank Mayapada
Sosok ‘Penyelamat’ Hidup dan Bisnis Tahir
Lebih jauh, Tahir pun mengatakan jika dirinya harus berterima kasih kepada 3 orang penting yang telah mempengaruhi dan mencegah dirinya mengambil langkah yang salah.
Adapun, ketiga orang itu adalah sang ayah, Ang Boen Ing; sang ibu, Lina Sindawaty; dan sang mertua yang notabene taipan Lippo Group, Mochtar Riady.
“Papah telah mengajarkan saya tentang kebaikan sebagai landasan hidup. Sementara, mamah adalah orang yang mengajarkan saya tentang arti semangat juang. Dan ketiga adalah Pak Mochtar. Darinya saya belajar tentang filosofi bisnis,” beber Tahir.
“Ketiganya berkontribusi dalam pembentukan karakter bisnis saya. Mereka masing-masing berdampak pada kehati-hatian yang saya terapkan dalam menjalankan bisnis Bank Mayapada. Hasilnya, bank saya terhindar dari krisis moneter,” sambung Tahir.
Terkait dampak lain yang ditimbulkan krisis moneter terhadap Bank Mayapada, Tahir mengatakan jika Bank Mayapada akhirnya tumbuh secara alami mengikuti kondisi yang semakin mendukungnya untuk maju.
“Bank Mayapada telah menemukan jalan yang tepat dalam perjalannya. Bank itu kini melaju cepat tanpa hambatan apapun. Bahkan, hingga hari ini, kinerjanya terus menunjukkan tren peningkatan,” ungkap Tahir.
Seiring waktu, Tahir pun menuturkan, seperti yang dilakukan pebisnis lain dengan modal yang terus bertambah, maka ia pun akhirnya melebarkan sayap ke bisnis lain. Selain memperkuat layanan keuangan, Tahir pun mulai menjajal bisnis kesehatan dengan membangun Mayapada Hospital.
“Kami juga merambah ke bidang perhotelan, ritel, media, pariwisata, properti, dan jasa penerbangan udara,” ujar Tahir.
Saat ini, Bank Mayapada sendiri telah memiliki 200 kantor cabang yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, mulai dari Sumatera hingga Papua. Total aset Tahir pun terkumpul hingga puluhan triliun. Sebuah julukan baru pun melekat pada dirinya: konglomerat.
“Berbagai media telah menempatkan saya dalam daftar orang terkaya di negeri ini. Apakah julukan itu penting bagi saya? Tidak. Tidak pernah menjadi tujuan saya untuk dapat julukan itu. Sama sekali tidak,” tegas Tahir.
“Yang saya inginkan adalah hasil yang wajar dari seorang manusia yang tidak pernah berhenti berjuang. Itulah hasil perjuangan saya sebagai seorang yang telah mengalami banyak patah hati sejak kecil,” tandas Tahir.
Baca Juga: Cerita Dato Sri Tahir soal Asal Muasal Nama Mayapada