Setelah tujuh tahun vakum, Konferensi Internasional Kelapa Sawit dan Lingkungan (International Conference of Oil Palm and Environment/ICOPE) akan kembali diselenggarakan pada 12-14 Februari 2025 di Bali. Konferensi ini bertujuan untuk merumuskan strategi keberlanjutan bagi industri kelapa sawit, dengan pendekatan berbasis penelitian ilmiah.
Pada konferensi ini, tema yang diangkat adalah "Transformasi Agro-Ekologis Kelapa Sawit: Menuju Pertanian yang Ramah Iklim dan Lingkungan." Tema tersebut menunjukkan keseriusan strategi yang tengah disusun untuk keberlanjutan industri sawit.
Jean-Pierre Caliman, Ketua ICOPE 2025, menjelaskan bahwa konferensi ini pertama kali digelar pada 2007 dan sejak awal selalu melibatkan pemangku kepentingan utama, mulai dari pemerintah, perusahaan swasta, hingga organisasi non-pemerintah (NGO).
Baca Juga: Dukung B50, Gapki: Harus Diimbangi dengan Peningkatan Produksi Sawit Nasional
“Tahun ini, kami ingin fokus pada transformasi dalam sektor agronomi, dampak sosial, serta aspek keuangan yang berkaitan dengan industri kelapa sawit. Kami berharap bisa menemukan solusi yang lebih berkelanjutan,” kata Jean-Pierre dalam keterangannya, yang diterima Olenka pada Kamis (06/02/2025).
Diskusi utama dalam konferensi akan berfokus pada berbagai aspek penting terkait keberlanjutan industri kelapa sawit. Salah satu topik yang menjadi sorotan adalah pendidikan bagi generasi mendatang dan peningkatan pengetahuan agronomi yang akan membantu para petani kecil maupun perkebunan besar dalam mengelola kelapa sawit secara lebih berkelanjutan.
Baca Juga: Inovasi Berkelanjutan, Peluncuran Batik dengan Lilin Berbasis Kelapa Sawit
Selain itu, beberapa isu penting lainnya yang akan dibahas meliputi pencapaian emisi nol bersih, keanekaragaman hayati, serta berbagai inovasi dalam budidaya kelapa sawit yang ramah lingkungan.
Co-Chairman ICOPE 2025, Haskarlianus Pasang, menambahkan bahwa sejak digelar pada 2014, konferensi ini telah merangkum sejumlah solusi yang dapat diimplementasikan untuk mendorong industri kelapa sawit berkelanjutan.
“ICOPE selalu menjadi tempat untuk bertukar ide dan menciptakan solusi baru. Tahun ini, kami akan mengangkat solusi dari berbagai perspektif, baik itu dari pemerintah, swasta, maupun NGO,” ujar Haskarlianus.
Baca Juga: PBNU Dukung Peremajaan Sawit Rakyat Demi Hilirisasi dan Kemandirian Ekonomi
Salah satu topik yang menarik perhatian adalah potensi pemanfaatan limbah kelapa sawit (POME) sebagai sumber energi terbarukan yang berkelanjutan.
Agus Purnomo, Direktur Sinar Mas Agribusiness and Food yang juga turut hadir menekankan bahwa tantangan yang dihadapi oleh industri kelapa sawit, terutama akibat cuaca ekstrem, memerlukan kolaborasi yang lebih erat antara semua pihak terkait.
Baca Juga: Demi Kesejahteraan Petani, DPR Dorong Percepatan Program Peremajaan Sawit Rakyat
“Untuk mengatasi tantangan ini, kami membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Inovasi seperti pengembangan benih unggul telah meningkatkan produktivitas kelapa sawit kami secara signifikan,” jelas Agus.
Ia menambahkan bahwa dengan pengembangan benih unggul, produktivitas kelapa sawit meningkat dari 6 hingga 7 ton CPO per hektar per tahun menjadi 10 hingga 12 ton per hektar per tahun.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Irfan Bakhtiar, Direktur Program Climate & Market Transformation WWF Indonesia, menilai bahwa ICOPE merupakan platform yang sangat penting untuk mendukung produksi kelapa sawit yang bertanggung jawab.
Baca Juga: Pemprov Papua Dorong Pengembangan Sawit
“ICOPE adalah kesempatan bagi kami untuk mempromosikan praktik pertanian berkelanjutan, dan ini menjadi semakin penting dengan meningkatnya perhatian global terhadap perubahan iklim,” ujar Irfan.
WWF Indonesia terus berupaya mempromosikan praktik pertanian berkelanjutan melalui berbagai inisiatif yang berbasis pada penelitian ilmiah, guna mewujudkan industri kelapa sawit yang lebih ramah lingkungan.
Untuk diketahui, ICOPE 2025 didukung oleh berbagai organisasi, di antaranya Sinar Mas Agribusiness and Food, the Agricultural Centre for International Development (CIRAD), dan World Wildlife Fund (WWF) Indonesia. Konferensi ini diharapkan menjadi ajang penting bagi akademisi, pelaku industri, serta pembuat kebijakan untuk berbagi wawasan, pengalaman, serta mencari solusi guna mewujudkan industri kelapa sawit yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Baca Juga: Kisah Inspiratif UKMK Sawit: Smart Batik Jadi Pelopor Batik Ramah Lingkungan yang Inovatif
“Konferensi ini bukan hanya ajang untuk berbicara, tetapi untuk menghasilkan solusi yang bisa diimplementasikan di lapangan,” ungkap Jean-Pierre Caliman.
Dengan adanya konferensi ini, diharapkan dapat tercipta dialog yang konstruktif dan kolaborasi yang lebih erat antara semua pihak untuk menghadapi tantangan dan menciptakan solusi inovatif dalam sektor kelapa sawit, sehingga industri ini dapat terus berkembang secara berkelanjutan tanpa mengabaikan kepentingan lingkungan.