Indonesia telah menargetkan untuk menjadi negara maju pada 2045, yang dikenal dengan sebutan "Indonesia Emas." Dalam rangka mencapai cita-cita ini, pemerintah Indonesia menilai bahwa Sumber Daya Manusia (SDM) adalah kunci utama yang dapat menentukan daya saing dan pertumbuhan ekonomi. Pendidikan, sebagai salah satu pilar pembangunan SDM, memiliki peran yang sangat vital.
Oleh karena itu, untuk memahami lebih dalam tantangan dan solusi yang dapat diambil, Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menggelar diskusi publik bertajuk "Kupas Tuntas Kebijakan Pendidikan dan SDM", yang mengundang sejumlah pakar pendidikan dan ekonomi.
Fasli Jalal, Ketua ECED Council sekaligus Rektor Universitas YARSI, dalam diskusi tersebut menjelaskan pentingnya memperbaiki dua aspek utama dalam pendidikan, yaitu harapan lama bersekolah pada usia 18 tahun dan mutu pendidikan yang mencakup lima indikator penting.
Baca Juga: PP Muhammadiyah Soroti Kesejahteraan Guru Kualitas Pendidikan
“Pendidikan mempengaruhi banyak aspek kehidupan, termasuk harapan hidup, daya saing, serta kemampuan beradaptasi dalam dunia kerja. Jika kita tidak memperbaiki kualitas pendidikan dari usia dini, maka kita akan kehilangan potensi besar dalam membangun SDM yang berkualitas,” tegas Fasli Jalal pada diskusi umum Senin (25/11/2024).
Menurutnya, selain kualitas pendidikan, faktor kesehatan juga tidak kalah penting. "Faktor kesehatan seperti usia harapan hidup, keberlanjutan pendidikan, serta prevalensi stunting harus diperhatikan," tambah Fasli.
Ia menekankan bahwa pendidikan di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan, seperti akses pendidikan yang belum merata, terutama di pendidikan anak usia dini (PAUD) dan pendidikan tinggi.
Data terbaru dari BPS menunjukkan angka partisipasi pendidikan tinggi di Indonesia masih tergolong rendah, dengan hanya 31% anak usia 19-23 tahun yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Hal ini jauh dari target Indonesia Emas yang mengharapkan angka partisipasi pendidikan tinggi mencapai 60% pada tahun 2045.
Baca Juga: Perjalanan Hidup Abdul Mu'ti: Cendekiawan Muslim yang Kini Jabat Menteri Pendidikan dan Menengah
"Pendidikan harus lebih inklusif. Kita perlu memastikan bahwa setiap anak memiliki akses yang sama untuk pendidikan berkualitas, baik itu melalui jalur formal maupun non-formal," ungkapnya.
Salah satu topik utama dalam diskusi ini adalah efektivitas anggaran pendidikan yang dialokasikan oleh pemerintah. Menurut laporan, alokasi APBN untuk sektor pendidikan pada tahun 2024 diperkirakan mencapai 665 triliun rupiah, yang sebagian besar digunakan untuk pendidikan dasar hingga menengah. Namun, ada kecenderungan ketidakseimbangan dalam pengelolaan dana antara pemerintah pusat dan daerah.
“Anggaran pendidikan yang cukup besar harus digunakan secara efisien dan efektif. Pemerintah pusat harus memastikan bahwa dana yang disalurkan ke daerah benar-benar digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan kesejahteraan guru,” ujar Tanti Novianti, Wakil Dekan Sekolah Bisnis IPB.
Ia menambahkan bahwa meskipun anggaran pendidikan meningkat, kualitas pendidikan masih menjadi pekerjaan rumah besar yang harus ditangani bersama.
Baca Juga: PERURI Berikan Beasiswa Pendidikan untuk Putra-Putri TNI-POLRI di Provinsi Banten
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama pemerintah daerah perlu menciptakan solusi konkret untuk memperluas akses pendidikan. Dalam hal ini, pendekatan berbasis teknologi dan inovasi pendidikan dapat menjadi salah satu solusi yang menjanjikan.
“Penggunaan teknologi dalam pendidikan dapat membuat pembelajaran lebih efisien dan merata, meskipun fasilitas pendidikan belum tersedia di seluruh pelosok negeri,” ujar Tauhid Ahmad, Ekonom Senior INDEF.
Di sisi lain, Fasli Jalal juga menggarisbawahi pentingnya pendidikan di usia dini sebagai fondasi untuk keberhasilan di jenjang pendidikan berikutnya. “Pendidikan anak usia dini (PAUD) sangat menentukan kesiapan mereka dalam menghadapai pendidikan dasar dan selanjutnya,” ujarnya.
Namun, data menunjukkan bahwa hanya sekitar 37% anak usia 3-6 tahun yang terakses pendidikan PAUD, meskipun pemerintah telah menetapkan PAUD sebagai wajib belajar.
Kualitas pendidik, baik di tingkat dasar hingga perguruan tinggi, juga menjadi perhatian utama dalam diskusi ini. Guru dan dosen yang berkualitas sangat berpengaruh terhadap kualitas pendidikan itu sendiri.
Kendati demikian, data menunjukkan bahwa kurang dari 50% guru di Indonesia telah tersertifikasi, yang berarti banyak pendidik yang belum memenuhi standar kompetensi yang dibutuhkan.
“Pendidikan tidak hanya soal mengajar, tetapi juga mendidik. Oleh karena itu, peningkatan kompetensi pendidik harus menjadi fokus utama,” kata Tanti Novianti.
Hal ini sejalan dengan pandangan Tauhid Ahmad, yang menyatakan bahwa untuk mencapai SDM yang berkualitas, investasi pada pendidik menjadi hal yang sangat krusial.
Baca Juga: Tokoh Perempuan Inspiratif dalam Bidang Pendidikan, Membangun Masa Depan Bangsa yang Cerah
Dengan melihat berbagai tantangan yang ada, para narasumber dalam diskusi ini menekankan bahwa untuk mencapai target Indonesia Emas pada 2045, berbagai sektor harus bekerjasama, mulai dari pemerintah pusat hingga daerah, sektor pendidikan hingga kesehatan, serta masyarakat.
“Pendidikan adalah investasi jangka panjang. Setiap dolar yang diinvestasikan dalam pendidikan dapat menghasilkan lebih dari 10 dolar di masa depan,” jelas Tauhid Ahmad.
Kebijakan pendidikan yang lebih inklusif dan berfokus pada kualitas serta perluasan akses menjadi langkah penting untuk mencapai Indonesia Emas. Ke depannya, Indonesia harus berfokus pada penguatan human capital, memperbaiki sistem pendidikan di semua jenjang, serta memastikan bahwa anggaran yang tersedia digunakan secara maksimal untuk kepentingan masyarakat.
Dengan berbagai kebijakan yang terus dikembangkan dan dijalankan dengan hati-hati, diharapkan Indonesia dapat mengatasi tantangan-tantangan tersebut dan mencapai kemajuan yang signifikan dalam bidang pendidikan dan SDM menuju Indonesia Emas 2045.