Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dituntut untuk dapat menyeimbangkan antara tugas negara dan mencetak laba. Dalam perjalanannya, berbagai tantangan pun tak dipungkiri mereka temui.
Mantan Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo, mengungkap segala tantangan yang ada dalam menyeimbangkan tugas negara dan mencetak laba. Tiko menjelaskan pentingnya keseimbangan antara peran sebagai agen pembangunan dan fungsi pencipta nilai atau value creator.
Menurutnya, hal tersebut tidak mudah dilakukan karena para dirut BUMN harus memiliki awareness dan cara terbaik untuk menyeimbangkan antara menjalankan penugasan dan meng-create profit atau keuntungan .
“Kalau saya selalu kasih contoh yang paling signifikan BRI dan Pertamina. BRI dengan program KUR ratusan triliun, ada program Mekaar di PNM 15 juta nasabah wanita yang diberdayakan tapi bisa mencetak laba 60 triliun,” cerita Tiko seperti Olenka kutip, Sabtu (28/9/2024).
Baca Juga: Pertamina Jadi BUMN dengan Setoran Pajak Terbesar Selama 2023
“Pertamina dengan kewajiban menyediakan BBM subsidi, skala besar nasional BBM satu harga harus bawa BBM ke ujung-ujung di pulau-pulau terluar, dibawa BBM ke gunung-gunung di Papua tapi juga mencetak laba 4,4 miliar dolar,” sambungnya.
Dalam konteks pengelolaan BUMN, penting bagi kita untuk memahami bahwa penilaian kinerja (KPI) direksi harus seimbang antara kewajiban publik dan penciptaan nilai. Hal ini ditegaskan oleh Tiko, di mana juga perlu dilakukan negosiasi dengan pemerintah agar penugasan ini dapat dihargai dengan layak
“Jadi, penugasan Pertamina untuk menyediakan BBM solar, LPG, dan pertalite itu dibayar 3 bulanan oleh pemerintah sehingga secara neraca Pertamina sehat. Nah ini kita pastikan bahwa perusahaan ini harus sehat dulu, baru bisa melakukan penugasan,” kata Tiko.
“Jangan dibalik, kalau kondisi di karya dulu kan perusahaannya dibikin kasih penugasan akhirnya bermasalah karena tidak diperkuat dulu secara keuangannya. Nah ini kita tetap kelolakan lagi, dan sekarang ada permen (peraturan menteri) BUMN yang kita keluarkan 2 tahun lalu bahwa semua penugasan harus ditandatangani 3 menteri, yaitu menteri teknis, dalam hal ini sebagai Pertamina misalnya menteri SDM; menteri keuangan yang menyediakan dana fiskalnya; dan menteri BUMN,” tambahnya.
Baca Juga: Daftar Perusahaan BUMN Berdiri Sejak Zaman Kolonial Belanda, Ada yang Eksis hingga Saat Ini
Dengan begitu, tidak ada lagi penugasan yang tidak melalui screening dari Kementerian BUMN. Jika penugasan tersebut tidak menguntungkan, BUMN berhak meminta kompensasi. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan penugasan harus dilakukan secara teliti, sehingga BUMN dapat berfungsi sebagai pelayanan publik yang baik sekaligus tetap menghasilkan laba.
“Jadi sebagai contoh, penugasan itu beragam sekali, mulai dari impor beras pun kita ditugaskan juga. Tapi kita itung-itungan, dengan Bappenas harga berasnya berapa, ongkos logistiknya berapa, HPP-nya berapa, termasuk cost carrying-nya dari sisi pinjaman modal kerjanya. Nah itu semua kita reimburs kepada negara,” ungkap Tiko.
“Nah dengan menata kelolakan penugasan dengan baik, dan membalance KPI-nya, insyaallah nanti BUMN-BUMN ini menjadi BUMN yang bisa menjadi fungsi sosial dan public service yang baik, tapi tetap akan menghasilkan laba yang memadai juga,” imbuhnya.