Di tengah budaya yang sering mengukur kesuksesan dari jabatan atau gelar, akademisi dan dosen senior Institut Teknologi Bandung (ITB), Budi Rahardjo, tampil dengan pandangan berbeda. Ia menegaskan bahwa mimpi pribadi jauh lebih penting dibanding status sosial, bahkan dengan tegas menolak berbagai tawaran posisi bergengsi karena tidak sesuai dengan visinya.

“Saya paling benci administrasi, makanya nggak tertarik jadi kaprodi, ketua ini-itu,” ujar Budi, “bahkan beberapa hari lalu dicalonkan jadi menteri, saya tolak. Itu bukan mimpi saya.”

Baca Juga: Berkenalan dengan Budi Rahardjo, Akademisi ITB dengan Rentetan Prestasi dan Cinta pada Dunia Literasi

Budi mengungkap bahwa tawaran-tawaran tersebut mungkin terlihat menggiurkan di mata banyak orang, tetapi baginya itu hanyalah mimpi milik orang lain. Ia menolak mengejar sesuatu yang tidak ia yakini.

I have my own dream. Saying no is the hardest thing,” tegasnya.

Penolakan terhadap posisi menteri, jabatan akademik tinggi, bahkan tawaran politik saat pemilu bukanlah keputusan emosional. Sebaliknya, itu lahir dari refleksi mendalam atas apa yang ingin ia capai dan kontribusi seperti apa yang benar-benar ingin ia berikan bagi masyarakat.

Baca Juga: Hary Tanoe: Kalau Punya Jabatan Jangan Hanya Melihat Hak tapi Lupa Tanggung Jawab

Menurutnya, terlalu banyak orang menjalani hidup berdasarkan ekspektasi eksternal. Ia ingin generasi muda mulai berani bilang "tidak" jika arah hidup yang ditawarkan tidak sesuai dengan mimpi mereka sendiri.

“Ngapain juga saya mikirin dream-nya orang lain?” katanya.

Untuk itu, Budi lebih memilih kembali ke ITB, almamater yang ia anggap telah membesarkannya. Pasalnya, baginya hidup bukan hanya soal karier atau popularitas. 

Baca Juga: Armand Hartono Tekankan Pentingnya Pemimpin Jadi Teladan untuk Tim

“Saya kembali ke sekolah saya karena saya merasa harus mengembalikan kontribusi saya kepada ITB,” ucapnya.

“Kalau kita cuma lahir, hidup, dan mati, cacing juga bisa. Masa kita lebih kecil dari cacing?” kritiknya. 

Lewat sikapnya yang lugas dan prinsipil, Budi Rahardjo menunjukkan bahwa menolak bukan berarti gagal. Justru, keberanian untuk berkata “tidak” demi menjaga mimpi sendiri adalah bentuk integritas yang jarang dimiliki dan sangat dibutuhkan hari ini.