Di antara sejumlah negara Asia Tenggara, Singapura menjadi pilihan paling utama bagi orang Indonesia yang berminat mencari peruntungan di negeri orang sebagai pekerja migran. Terutama bagi para pekerja sektor formal.

Survei Populix menunjukkan 82% dari 1.000 orang memilih Negeri Singa sebagai tujuan. Selain Singapura, negara tetangga lainnya yang diminati adalah Malaysia, Brunei, dan Thailand.

Dr. Timothy Astandu, Co-Founder dan CEO Populix, mengungkapkan bahwa mayoritas pekerja formal Indonesia yang berminat bekerja di luar negeri, masih menaruh negara-negara Asia sebagai pilihan utama.

Survei menunjukkan kawasan Asia menjadi pilihan 67% responden, diikuti Eropa (52%), Australia dan Oceania (32%), lalu Timur Tengah (16%). Negara-negara pada kawasan ini dianggap menarik antara lain karena menawarkan gaji yang lebih tinggi (79%), memberikan peluang pengembangan karir (58%), juga lantaran negaranya dinilai lebih aman dan stabil (55%).

Kemudian, bila dilihat pada konteks Asia Tenggara, delapan dari sepuluh orang Indonesia mempertimbangkan hijrah ke Singapura. Dilanjutkan dengan Malaysia yang jadi target 32% responden, Brunei Darussalam (26%), lalu Thailand (16%).

“Singapura masih jadi salah satu negara dengan ekonomi terkuat di Asia, yang menawarkan standar gaji tertinggi di antara para tetangganya, termasuk Indonesia. Maka tak heran para pekerja formal Indonesia meliriknya sebagai rujukan utama untuk bekerja. Apabila dibandingkan, minat kerja ke Singapura dengan negara tetangga lainnya, terpaut sangat jauh. Bahkan hingga kurang dari setengahnya,” tegas Timothy.

Survei yang dilakukan melalui plarform Poplite ini juga menunjukkan bahwa pilihan bekerja di luar negeri umumnya dilihat sebagai peluang meningkatkan kesejahteraan; baik dari sisi ekonomi, karier, maupun kualitas hidup.

Namun, mereka menyadari bahwa menjadi pekerja migran tidaklah mudah.Selain kendala bahasa dan biaya hidup tinggi, banyak yang khawatir soal adaptasi budaya dan sistem kerja yang berbeda.

Mayoritas responden lebih berminat bekerja di sektor formal seperti administrasi dan perkantoran, juga penjualan, pemasaran, dan layanan pelanggan. Tak hanya itu bidang teknologi informasi (IT) juga dilirik oleh para bakal pekerja migran.

Baca Juga: Survei Populix: 45% Perempuan Pernah Mengalami Perlakuan Tidak Menyenangkan di Kantor

Bagaimana dengan tenaga IT?

Beberapa tahun ke belakang, fenomena musim dingin teknologi atau tech winter terjadi di seluruh dunia. Di Indonesia penurunan drastis investasi dan minat dalam sektor teknologi mengharuskan berbagai perusahaan IT mengencangkan ikat pinggang. Salah satunya dengan pengurangan karyawan. Fenomena ini memaksa para talenta IT untuk kembali terjun di bursa kerja, bahkan hingga merambah ke negeri orang.

Menurut riset Populix, Singapura menjadi destinasi utama bagi tenaga IT Indonesia. Sekitar 91% calon pekerja migran di bidang IT menempatkan Singapura jadi pilihan utama. Motivasi terbesarnya adalah gaji tinggi dan stabilitas kerja.

Sedangkan keterampilan utama yang ditawarkan mereka adalah penguasaan coding, analisis data, hingga kemahiran dalam artificial intelligence (AI) dan machine learning.

Diperkirakan tingginya minat pekerja IT untuk hijrah ke Singapura diperkuat oleh faktor regulasi. Salah satunya komitmen pemerintah Singapura yang menyiapkan anggaran hingga S$150 juta melalui New Enterprise Compute Initiative, sebuah program untuk mendukung adopsi AI pada bisnis.

Program ini akan memberikan akses teknologi AI dan tenaga komputasi cloud mutakhir, juga konsultasi ahli yang dapat mengintegrasikan AI di operasional perusahaan sehari-hari. Regulasi ini membuka peluang kerja kepada tenaga IT, khususnya yang mahir dalam hal AI.

Tak hanya itu, Pemerintah Indonesia dan Singapura juga sudah meneken program Tech:X tahun 2023 lalu. Program ini merupakan skema fasilitas visa bekerja selama satu tahun bagi talenta digital masing-masing negara yang diterima bekerja di negara lainnya.

“Fenomena pencari kerja migran sektor formal, khususnya IT, perlu disikapi secara bijak. Masyarakat harus benar-benar menyiapkan diri dengan matang. Pasalnya bursa kerja internasional terbuka bagi siapa saja, yang tentu memperketat persaingan mereka,” ungkap Timothy.

Topik migrasi tenaga kerja ke luar negeri kembali ramai diperbincangkan lewat #KaburAjaDulu, yang mencerminkan peluang sekaligus protes atas terbatasnya lapangan kerja di Indonesia. Pada 2024, Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mencatat ada 296.970 pekerja migran (meningkat sekitar 8,40% dari tahun 2023), sekitar 130.000 ribu di antaranya bekerja di Singapura.

Selain itu, migrasi ini juga memicu peningkatan alih kewarganegaraan. Pada tahun 2019-2022, Dirjen Imigrasi Kemkumham mencatat 3.912 WNI berpindah menjadi warga negara Singapura. Mayoritasnya datang dari usia produktif, yaitu 25 hingga 35 tahun.

“Layaknya dua sisi mata uang, di satu sisi para pekerja migran bisa mendatangkan devisa sambil meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Namun, di sisi lain Indonesia dapat kehilangan banyak talenta lokal berpotensi dan berkualitas,” tutup Timothy Astandu.

Surveitentang “Daya Tarik Karier Internasional bagi Pencari Kerja Indonesia” dilakukan pada 5-6 Maret 2025 melalui platform Poplite. Penelitian ini dilakukan kepada 1.000 orang yang berminat bekerja di luar negeri.

Mayoritas responden adalah milenial dan gen-Z berusia 25-35 tahun, dengan tingkat ekonomi menengah ke atas. Selain itu bila dilihat dari pekerjaan, mayoritas adalah pekerja sektor formal.

Baca Juga: Populix Ungkap Prediksi Puncak Musim Liburan Akhir Tahun 2024