Sejalan dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan fasilitas sekolah yang memprioritaskan akses air, sanitasi, dan kebersihan (WASH) yang aman dan berkelanjutan sesuai Peta Jalan Sanitasi Sekolah 2024 - 2030, WINGS Group Indonesia bekerja sama dengan UNICEF, mendukung layanan air, sanitasi, dan kebersihan yang inklusif di sekolah untuk mewujudkan generasi yang bersih dan sehat menuju Indonesia Emas 2045.

Melalui kampanye Generasi Bersih Sehat, WINGS for UNICEF Bersama NUVO Family telah menyentuh ribuan murid di Indonesia yang merasakan langsung manfaat dari program ini.

Mulai dari edukasi soal perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), pembangunan sarana WASH yang inklusif dan berketahanan iklim, sampai peningkatan kapasitas teknis WASH untuk pemerintah daerah dan manajemen sekolah, serta menyuarakan pentingnya menerapkan PHBS di lingkungan sekolah dan rumah.

Dalam program Generasi Bersih Sehat, kolaborasi ini menyasar sejumlah sekolah di wilayah yang membutuhkan dukungan sanitasi, edukasi, dan perubahan perilaku.

Adapun, salah satu fokus utamanya adalah edukasi cuci tangan pakai sabun, kebiasaan sederhana dengan dampak kesehatan yang besar.

Muhammad Zainal, selaku WASH Specialist UNICEF Indonesia, menuturkan bahwa pemilihan sekolah sasaran program ini dilakukan secara terukur dan berkolaborasi dengan pemerintah daerah.

“Untuk percontohan ini kami melakukan di tiga kabupaten. Di Aceh ada Kabupaten Pidie, di Sulawesi Selatan ada Kabupaten Maros dan Kabupaten Gowa. Kami bekerja dengan pemerintah daerah, khususnya Dinas Pendidikan, Bappeda, dan Dinas Kesehatan untuk menyeleksi sekolah. Sekolah-sekolah yang diusulkan kemudian kami assessment untuk melihat mana yang paling potensial mendapatkan dukungan,” jelas Zainal, saat acara Konferensi Pers WINGS for UNICEF Bersama NUVO Family Menyambut Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia, yang digelar di The Club - Djakarta Theater, Jakarta, Rabu (8/10/2025).

Jika sekolah tersebut sudah dipastikan akan mendapatkan bantuan pemerintah, kata Zainal, UNICEF tidak melakukan intervensi. Sebaliknya, jika belum ada kepastian bantuan, barulah program ini masuk untuk memberikan dukungan.

UNICEF juga, kata dia, memilih wilayah intervensi berdasarkan sinergi dengan program lain.

“Kami tidak akan bekerja kalau hanya WASH-nya saja. Kami ingin di sana ada program gizi dan pendidikan, agar semua bisa saling bersinergi,” lanjut Zainal.

Selain itu, UNICEF juga mengutamakan model sanitasi inklusif, ramah disabilitas, adaptif terhadap perubahan iklim, dan berkelanjutan.

Komitmen Jangka Panjang WINGS Group – UNICEF

Di kesempatan yang sama, Mita Ardiani, Marketing Manager Personal Care Category WINGS Group, menegaskan bahwa kolaborasi ini bukan inisiatif jangka pendek. Menurutnya, kolaborasi NUVO dan UNICEF sudah berjalan beberapa tahun dan akan terus berlanjut.

“Program WINGS dengan UNICEF ini bukan hanya tahun ini saja. Kami sudah melakukan sejak 2021, waktu itu membangun sarana cuci tangan di 150 titik di Jawa Timur dan Nusa Tenggara. Tahun ini kami tambah lagi di provinsi lain. Dan kerja sama ini akan terus berlanjut hingga tahun depan,” terangMita.

Brand Ambassador NUVO Family, Dion Wiyoko, juga terjun langsung ke lapangan, mendatangi sekolah-sekolah dasar di Pidie dan Maros. Ia mengaku pengalaman tersebut sangat berkesan.

“Ini momen yang saya tunggu-tunggu. Anak-anak di sana energinya luar biasa. Mereka sangat antusias menerima edukasi tentang PHBS. Saat saya mengajarkan langkah B3ST, bersih tangan, bersih tubuh, bersih pakaian, sehat terlindungi, mereka cepat sekali menghafal dan langsung mempraktikkan,” ungkap Dion.

Bahkan, ketika diajak senam bersama NUVO, anak-anak mengikuti gerakan dengan semangat tinggi.

“Energi mereka itu luar biasa, bikin kami semua makin semangat juga,” tambah Dion.

Baca Juga: Kolaborasi UNICEF dan NUVO Family: Bangun Generasi Bersih Sehat Lewat Aksi Nyata di Sekolah

Cuci Tangan: Kebiasaan Kecil, Dampak Besar

Salah satu edukasi utama program ini adalah kebiasaan mencuci tangan pakai sabun dengan benar.

Mita menekankan bahwa fokus utamanya bukan pada jumlah sabun yang digunakan, melainkan konsistensi dan tekniknya.

“Yang paling penting adalah mencuci tangan pakai sabun. Banyak yang masih cuci tangan pakai air saja dan buru-buru. Padahal sabun antibakteri penting untuk membunuh kuman. Jumlah sabun tergantung ukuran tangan, tapi pembiasaan itu yang utama,” jelas Mita.

Untuk membantu anak-anak mengingat enam langkah cuci tangan, kata Mita, NUVO juga menyediakan poster edukasi di wastafel sekolah.

“Poster ini jadi contekan visual supaya anak-anak terbiasa. Lama-lama mereka akan hafal sendiri,” tambahnya.

Kemudian, Dion juga mengakui tantangan mengajarkan teknik cuci tangan ke anak-anak.

“Biasanya yang paling sering di-skip itu gerakan memutar ibu jari. Sama kayak di rumah, anak saya juga sering skip bagian itu. Tapi yang penting mereka terbiasa cuci tangan pakai sabun minimal 30 detik,” tuturnya sambil tertawa.

Pemerintah juga mengambil peran aktif. Catur Budi Santoso, selaku Analis Kebijakan Ahli Muda Direktorat Sekolah Menengah Pertama, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) RI, menegaskan bahwa kebiasaan mencuci tangan dapat mencegah berbagai penyakit dan harus menjadi bagian dari budaya sekolah.

“Dengan cuci tangan, banyak masalah kesehatan bisa diatasi. Kami melalui kementerian sudah mengawal gerakan ini dengan surat edaran ke sekolah-sekolah, agar pembiasaan PHBS dilakukan setiap hari,” terang Catur.

Ia menambahkan, kebiasaan ini bisa terbentuk melalui keteladanan guru dan orang tua, dukungan teman sebaya, dan aksi nyata di lapangan.

“Kalau guru dan orang tua memberi contoh, anak-anak akan meniru. Kalau teman saling mengingatkan, itu jauh lebih efektif,” tegasnya.

Menjadi Pahlawan Cuci Tangan

Menjelang Hari Cuci Tangan Sedunia yang jatuh pada 15 Oktober, Zainal kembali mengingatkan pentingnya kolaborasi lintas pihak.

“Masalah sanitasi tidak bisa diselesaikan satu pihak saja. Kita perlu bekerja bersama. Temanya tahun ini sangat sederhana: mari menjadi pahlawan cuci tangan,” katanya.

Menurut Zainal, kebiasaan mencuci tangan dapat menurunkan angka diare hingga 30% dan ISPA hingga 20%, dua penyakit utama penyebab ketidakhadiran anak di sekolah.

“Jadi, mari kita dorong kebiasaan cuci tangan, di rumah, sekolah, dan lingkungan sekitar,” paparnya.

Kemudian, Dion Wiyoko pun berharap edukasi PHBS ini menjadi kebiasaan jangka panjang.

“Saya ingin anak-anak tidak hanya menerapkan ini di sekolah, tapi juga menularkan ke keluarga dan teman-temannya,” ujarnya.

Terakhir, Mita pun berharap, semakin banyak orang tua, guru, dan anak-anak yang sadar pentingnya cuci tangan dan kebiasaan hidup sehat.

"Dengan begitu, kita bisa wujudkan generasi bersih-sehat yang berani main di luar dan bebas bereksplorasi," tandasnya.

Baca Juga: WINGS dan UNICEF Bangun Toilet Inklusif, Dukung #GenerasiBersihSehat di Sekolah