Berangkat dari kalimat jenaka, “Lucu banget, Kak. Traumanya apa?”, sutradara Aco Tenriyagelli memilih tawa sebagai medium untuk membicarakan kehilangan. Alih-alih meratapinya, ia mengolah luka personal tentang keluarga dan jarak emosional antara orang tua dan anak ke dalam debut film panjangnya, Suka Duka Tawa. Sebuah komedi yang tak hanya mengundang gelak, tetapi juga membuka ruang refleksi tentang cara manusia bertahan dari rasa sakit yang belum sepenuhnya selesai.
Film produksi BION Studios bersama Spasi Moving Image ini diperkenalkan melalui press screening dan press conference di XXI Plaza Senayan. Suka Duka Tawa dijadwalkan tayang di bioskop Indonesia mulai 8 Januari 2026 dan menjadi salah satu film pembuka awal tahun. Namun bagi Aco, film ini tidak dimaksudkan sebagai komedi ringan semata.
Sebagai film panjang perdananya, Aco menghadirkan cerita yang berangkat dari pengalaman personal. Ia memosisikan komedi bukan sebagai pelarian, melainkan sebagai bahasa untuk membicarakan luka.
Baca Juga: Profil dan Perjalanan Karier Vino G Bastian, dari Model hingga Dunia Film
“Lewat film panjang pertama ini, saya ingin bercerita tentang bagaimana luka bisa diolah lewat komedi,” ujarnya.
Menurut Aco, dunia stand-up comedy menjadi ruang yang relevan karena tawa kerap digunakan untuk menyembunyikan perasaan yang sulit diungkapkan secara langsung.
“Film ini adalah tentang bagaimana tawa menutupi lukanya,” lanjutnya. Karakter utama bernama Tawa digambarkan menggunakan tertawa sebagai mekanisme bertahan.
“Tawa itu bukan sekadar stylenya dia, tapi cara dia menyembunyikan rasa sakitnya,” jelas Aco.
Pendekatan tersebut disebut produser Tersi Eva Ranti sebagai kekuatan utama film. Menurut perwakilan BION Studios itu, Suka Duka Tawa memberi ruang bagi penonton untuk tertawa tanpa menegasikan emosi yang lebih dalam.
“Ini bukan hanya film komedi. Ini adalah drama tentang luka, tentang jarak emosional antara orang tua dan anak,” ujarnya.
Baca Juga: Daftar Film Indonesia dengan Jumlah Penonton Terbanyak
Ia menambahkan, yang membedakan film ini adalah cara luka disampaikan. “Luka tidak diceritakan dengan cara diratapi, tetapi justru lewat tawa yang jujur. Melalui tangan Aco, komedi menjadi tempat yang aman untuk menyembuhkan, bukan melupakan. Inilah jenis cerita yang ingin terus kami hadirkan—cerita yang memeluk dan tinggal lebih lama di hati audiens, bahkan setelah filmnya selesai.”
Suka Duka Tawa mengikuti perjalanan Tawa (Rachel Amanda), seorang perempuan yang tumbuh dengan kehilangan sosok ayah dan membawa luka tersebut hingga dewasa. Dunia stand-up comedy yang ia geluti menjadi ruang aman untuk menertawakan hidup, sekaligus tempat yang perlahan memaksanya berhadapan dengan relasi keluarga yang belum selesai.
Baca Juga: Segera Tayang! Film Malin Kundang: Ungkap Sisi Lain dari Legenda Nusantara
Interaksinya dengan sang ayah, Keset (Teuku Rifnu Wikana), dan ibunya, Ibu Cantik (Marissa Anita), menjadi poros konflik yang dibangun dari kesalahpahaman, rasa bersalah, serta kasih sayang yang sulit terucap.
Rachel Amanda mengaku proses membangun karakter Tawa menuntut pemahaman emosi yang berlapis. Ia berharap penonton tidak hanya terhibur, tetapi juga pulang dengan perasaan yang berbeda setelah menonton film ini.
“Semua karakter membawa emosi yang sangat manusiawi—marah, kecewa, dendam, sampai ke titik mencoba membuka pintu maaf,” tuturnya.
Baca Juga: Film Sore: Istri dari Masa Depan Melaju Menuju Oscar 2026
Proses pengembangan karakter dilakukan melalui diskusi mendalam, tidak hanya soal dunia stand-up comedy, tetapi juga relasi personal Tawa.
“Kami membahas bagaimana dia berteman, bagaimana hubungannya dengan ibunya yang sangat protektif setelah ditinggal suami, sampai perasaannya terhadap ayahnya—ada rindu, ada rasa bersalah, ingin dekat tapi juga terluka. Semua itu dibantu dan diarahkan oleh Aco,” ungkap Rachel.
Komedi dalam film ini diperkuat oleh kehadiran deretan komika seperti Bintang Emon, Arif Brata, dan Gilang Bhaskara, serta Enzy Storia yang memerankan geng stand-up Tawa. Chemistry antarpemain menghadirkan tawa yang terasa organik, sementara drama keluarga tetap dijaga agar tidak jatuh ke melodrama berlebihan. Menurut Aco, pemilihan mereka bukan semata untuk melucu.
Baca Juga: Madani Fest 2025 Resmi Ditutup, Ini Daftar Pemenang Madani Short Film Competition 2025
“Kami tidak mencoba membeli tawa penonton. Kami mencoba masuk ke dalam karakter Tawa dan orang-orang di sekitarnya,” jelasnya.
Sejak pemutaran perdananya, Suka Duka Tawa mendapat respons hangat, termasuk saat diputar di Jogja-NETPAC Asian Film Festival dan sejumlah pemutaran khusus. Banyak penonton mengaku merasa dekat dengan konflik yang dihadirkan—sebuah validasi awal bahwa kisah personal yang diangkat mampu menjangkau pengalaman emosional yang lebih luas.
Melalui Suka Duka Tawa, Aco Tenriyagelli tidak menawarkan solusi atas kehilangan, melainkan mengajak penonton untuk mengakuinya. Tawa, dalam film ini, bukan akhir dari luka, melainkan langkah awal untuk berdamai dengannya.
“Film ini bercerita banyak tentang cinta dan harapan. Saya berharap cinta dan harapan itu bisa tersebar ke sebanyak-banyaknya penonton,” ujar Aco menutup sesi konferensi pers.
Lewat tawa, Suka Duka Tawa mengajak penonton berdamai dengan kehilangan. Film ini akan tayang di seluruh bioskop Indonesia mulai 8 Januari 2026.