9. Kesunanan Giri
Kesunanan Giri merupakan sebuah kerajaan yang berawal dari pesantren. Perkembangan yang pesat dan kuat membuat petinggi Kerajaan Majapahit kala itu tidak nyaman. Berbagai upaya pun dilakukan untuk meruntuhkan pemerintahan Kesunanan Giri. Namun, kesunan Giri bertahan hingga keturunan ke-VII. Kerajaan Mataram yang kemudian berhasil mengambil alih Kesunanan Giri.
Beberapa nama yang memimpin Kesunanan Giri ini antara lain adalah:
- Sunan Giri (1481-1506)
- Sunan Dalem (1506-1546)
- Sunan Seda ing Margi (1546-1548)
- Sunan Prapen (1548-1605)
10. Kerajaan Kalinyamat
Kerajaan Kalinyamat (juga dikenal sebagai Kerajaan Jepara) adalah sebuah kerajaan Jawa pada abad ke-16 yang berpusat di Jepara. Baik Kalinyamat maupun Jepara awalnya adalah dua kadipaten terpisah yang tunduk pada Kerajaan Demak. Sepeninggal Pangeran Trenggana, Kalinyamat mendapatkan Jepara, Pati, Juwana, dan Rembang.
Puncak kejayaannya terjadi di pertengahan abad ke-16 ketika Kalinyamat dipimpin oleh Ratu Kalinyamat. Pada tahun 1551 dan 1574, Kalinyamat melakukan ekspedisi ke Melaka Portugis untuk mengusir Portugal dari Hindia Timur sementara meluaskan kekuasaannya ke luar Jawa, seperti Kalimantan Barat dan Pulau Bawean.
Beberapa nama yang memimpin Kerajaan Kalinyamat ini antara lain adalah:
- Ratu Kalinyamat (1527-1536)
- Sultan Hadlirin (1536-1549)
- Pangeran Arya Jepara (1579-1599)
11. Kesultanan Pajang
Kerajaan Pajang adalah sebuah kerajaan Islam yang berdiri pada tahun 1568 di daerah Kartasura, Surakarta, Jawa Tengah. Kerajaan ini merupakan kelanjutan dari Kerajaan Demak, yang didirikan oleh Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya.
Jaka Tingkir, yang merupakan menantu Sultan Trenggono, mendirikan Kerajaan Pajang setelah menyingkirkan Arya Penangsang dan memindahkan pusat pemerintahan dari Demak ke Pajang.
Pajang awalnya merupakan daerah bawahan Kerajaan Demak, tetapi setelah runtuhnya Demak, Pajang menjadi kerajaan yang mandiri.Kerajaan Pajang mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Hadiwijaya, yang menjabat selama 15 tahun.
Beberapa nama yang memimpin Kesultanan Pajang ini antara lain adalah:
- Adiwijaya/Jaka Tingkir (1560-1582)
- Awantipura/Arya Pangiri (1583-1586)
- Prabuwijaya/Pangeran Benawa (1586-1587)
12. Kesultanan Mataram
Kesultanan Mataram atau Kerajaan Mataram Islam berkuasa di tanah Jawa antara abad ke-16 hingga ke-18 M. Kerajaan yang berpusat di wilayah Jawa Tengah ini memiliki sejarah yang panjang dan kompleks.
Pada awalnya, Kesultanan Mataram merupakan sebuah kadipaten yang diberikan Sultan Hadiwijaya dari Kesultanan Pajang pada tahun 1575 kepada seorang bangsawan Jawa yang bernama Panembahan Senopati.
Pemberian itu disebut sebagai "tanah Mataram" dan menjadi cikal bakal Kesultanan Mataram. Panembahan Senopati, yang juga dikenal sebagai Senapati, adalah tokoh penting dalam pembentukan Kesultanan Mataram. Dia memerintah tanah Mataram dan secara bertahap memperluas wilayah kekuasaannya.
Beberapa nama yang memimpin Kesultanan Mataram ini antara lain adalah:
- Panembahan Senapati (1586-1601)
- Anyakrawati/Sunan Nyakrawati (1601-1613)
- Anyakrakusuma/Sultan Agung (1613-1645)
- Amangkurat I/Sunan Tegalarum (1646-1677)
- Amangkurat II/Sunan Amral (1677-1703)
- Amangkurat III/Sunan Mas (1703-1705)
- Pakubuwana I/Sunan Ngalaga (1704-1719)
- Amangkurat IV/Sunan Jawi (1719-1726)
- Pakubuwana II/Sunan Kumbul (1726-1742)
- Amangkurat V/Sunan Kuning (1742-1743)
13. Kesunanan Surakarta
Sejarah Kasunanan Surakarta Hadiningrat tak bisa dilepaskan dari keberadaan Kerajaan Mataram. Dalam berbagai teori populer, Kasunanan Surakarta ini banyak disebut menjadi salah satu pecahan dari Mataram.
Mengutip jurnal berjudul “Keruntuhan Birokrasi Tradisional di Kasunanan Surakarta” karya Muhammad Anggie Farizqi Prasadana dan Hendri Gunawan, berdirinya Kasunanan Surakarta berawal dari Perjanjian Giyanti pada 1757.
Saat itu, Kerajaan Mataram membagi wilayahnya menjadi dua bagian, yakni Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Kedua bagian tersebut dianggap sebagai pengganti dan penerus Kesultanan Mataram.
Beberapa nama yang memimpin Kesunanan Surakarta ini antara lain adalah:
- Pakubuwana II Raden Mas Prabasuyasa (1745-1749)
- Pakubuwana III Raden Mas Suryadi Anyakrakusuma/Sultan Agung (1749-1788)
- Pakubuwana IV Raden Mas Subadya (1788-1820)
- Pakubuwana V Raden Mas Sugandi (1820-1823)
- Pakubuwana VI Raden Mas Sapardan (1823-1830)
- Pakubuwana VII Raden Mas Malikis Solikin (1830-1858)
- Pakubuwana VIII Raden Mas Kusen (1858-1860)
- Pakubuwana IX Raden Mas Duksina (1860-1893)
- Pakubuwana X Raden Mas Sayiddin Malikul Kusna (1893-1939)
- Pakubuwana XI Raden Mas Antasena (1939-1945)
- Pakubuwana XII Raden Mas Suryo Guritno (1945-2004)
- Pakubuwana XIII Raden Mas Suryo Partono (2004-sekarang)
14. Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat
Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat adalah negara dependen yang berbentuk kerajaan. Kedaulatan dan kekuasaan pemerintahan negara diatur dan dilaksanakan menurut perjanjian/kontrak politik yang dibuat oleh negara induk Kerajaan Belanda bersama-sama negara dependen Kesultanan Ngayogyakarta.
Kontrak politik terakhir antara negara induk dengan kesultanan adalah Perjanjian Politik 1940 (Staatsblad 1941, No. 47). Sebagai konsekuensi dari bentuk negara kesatuan yang dipilih oleh Republik Indonesia sebagai negara induk, maka pada tahun 1950 status negara dependen Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat (bersama-sama dengan Kadipaten Pakualaman) diturunkan menjadi daerah istimewa setingkat provinsi dengan nama Daerah Istimewa Yogyakarta.
Beberapa nama yang memimpin Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat ini antara lain adalah:
- Hamengkubuwana I Raden Mas Sujana (1755-1792)
- Hamengkubuwana II Raden Mas Sundara (1792-1810)
- Hamengkubuwana III Raden Mas Suraja (1810-1811)
- Hamengkubuwana II Raden Mas Sundara (1811-1812)
- Hamengkubuwana III Raden Mas Suraja (1812-1814)
- Hamengkubuwana IV Raden Mas Ibnu Jarot (1814-1822)
- Hamengkubuwana V Raden Mas Gatot Menol (1822-1826)
- Hamengkubuwana II Raden Mas Sundara (1826-1828)
- Hamengkubuwana V Raden Mas Gatot Menol (1828-1855)
- Hamengkubuwana VI Raden Mas Mustaja (1855-1877)
- Hamengkubuwana VII Raden Mas Murteja (1877-1921)
- Hamengkubuwana VIII Raden Mas Sujadi (1921-1939)
- Hamengkubuwana IX Raden Mas Dorodjatun (1939-1988)
- Hamengkubawana X Raden Mas Herjuno Darpito (1988-sekarang)
15. Kadipaten Mangkunagaran
Mangkunegaran adalah satu dari empat pecahan Kerajaan Mataram Islam yang istananya terletak di Surakarta, Jawa Tengah. Pendirinya adalah Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa, yang kemudian bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara I.
Antara 1757-1946, Mangkunegaran merupakan kerajaan otonom yang berhak memiliki tentara sendiri dan independen dari Kasunanan Surakarta. Sedangkan mulai 1950, statusnya hanya sebuah keraton dengan raja, tanpa kekuasaan politik.
Sejarah berdirinya Mangkunegaran berawal dari konflik perebutan takhta di antara para pewaris Mataram. Sejak penguasa Mataram mulai bekerjasama dengan VOC, pemberontakan dari keluarga kerajaan ataupun pihak luar semakin sering terjadi.
Beberapa nama yang memimpin Kadipaten Mangkunagaran ini antara lain adalah:
- Mangkunagara I Raden Mas Said (1757-1795)
- Mangkunagara II Raden Mas Sulama (1795-1835)
- Mangkunagara III Raden Mas Sarengat (1835-1853)
- Mangkunagara IV Raden Mas Sudira (1853-1881)
- Mangkunagara V Raden Mas Sunita (1881-1896)
- Mangkunagara VI Raden Mas Suyitna (1896-1916)
- Mangkunagara VII Raden Mas Soerjo Soeparto (1916-1944)
- Mangkunagara VIII Raden Mas Hamidjojo Saroso (1944-1987)
- Mangkunagara IX Raden Mas Soedjiwo Koesoemo (1987-2021)
- Mangkunagara X GPH. Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo (2022-sekarang)
16. Kadipaten Pakualaman
Kadipaten Pakualaman atau Praja Pakualaman adalah negara vasal dependen dari Pemerintah Pendudukan Inggris dan kemudian Hindia Belanda, yang berbentuk monarki kadipaten otonom di Pulau Jawa bagian tengah. Kedaulatan dan kekuasaan pemerintahan Pakualaman diatur dan dilaksanakan menurut perjanjian atau kontrak politik yang dibuat oleh negara induk bersama-sama negara dependen. Sama halnya dengan Mangkunegaran, penguasa Pakualaman tidak memiliki otoritas yang sama tinggi dengan Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Penguasanya tidak berhak menyandang gelar Susuhunan (Sunan) ataupun Sultan, melainkan sebagai Pangeran Miji yang bergelar Adipati.
Setelah menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia pada tahun 1945 dan sebagai konsekuensi dari bentuk negara kesatuan yang dipilih oleh Republik Indonesia selaku negara induk, maka pada tahun 1950 status negara dependen Kadipaten Pakualaman (bersama-sama dengan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat) diturunkan menjadi daerah istimewa setingkat provinsi dengan nama Daerah Istimewa Yogyakarta.
Beberapa nama yang memimpin Kadipaten Pakualaman ini antara lain adalah:
- Paku Alam I Pangeran Natakusuma (1813-1829)
- Paku Alam II Raden Tumenggung Natadiningrat (1829-1858)
- Paku Alam III Pangeran Sasraningrat (1858-1864)
- Paku Alam IV Raden Mas Nataningrat (1864-1878)
- Paku Alam V Pangeran Suryadilaga (1878-1900)
- Paku Alam VI Pangeran Natakusuma (1900-1902)
- Dewan Perwalian Pakualaman (1902-1906)
- Paku Alam VII Raden Mas Haryo Surarjo (1906-1937)
- Paku Alam VIII Raden Mas Haryo Sularso Kunto Suratno (1937-1998)
- Paku Alam IX Raden Mas Haryo Ambarkusumo (1998-2015)
- Paku Alam X Raden Mas Wijoseno Hario Bimo (2015-sekarang)
Baca Juga: Jokowi Soal Undang-undang Pilkada: Saya Sangat Menghormati Keputusan MK dan DPR