Depresi pasca melahirkan yang dialami perempuan selama ini tidak banyak diperhatikan apalagi ditangani, padahal bisa menjadi memicu seorang ibu bunuh diri ataupun menyakiti bayinya. Sindrom ini dikhawatirkan akan mempengaruhi kualitas bonding antara ibu dan bayi dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan. Menurut Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS), pada tahun 2023 menemukan jika sebanyak 32 persen ibu hamil mengalami depresi dengan 27 persennya mengalami depresi pasca melahirkan.

Dalam penjelasannya, Konselor Klinik First Care Lieke Puspasari mengatakan “kondisi sang ibu yang sedih dan murung yang berkepanjangan, tidak bisa bonding dengan anak, emosi yang tidak stabil adalah gejala yang perlu diwaspadai karena tidak sedikit kejadian yang bisa berimbas dengan mencelakakan diri sendiri maupun sang bayi,” ujar Lieke kepada media di Jakarta.

Kejadian depresi pasca persalinan atau depresi postpartum bagi ibu di Indonesia masih tergolong tinggi. Catatan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkapkan terdapat 57 persen ibu di Indonesia mengalami gejala baby blues. Temuan ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan kasus baby blues tertinggi di Asia. Sementara itu di negara-negara Asia mencapai 26 hingga 35 persen dimana Indonesia sendiri sebanyak 50 hingga 70 persen perempuan mengalami depresi postpartum. 

Lieke mengungkapkan kondisi depresi pasca persalinan yang sering dijumpai adalah Baby blues. Baby blues biasanya muncul dua hingga tiga hari pertama setelah melahirkan dan dapat berlangsung selama satu hingga dua minggu. Gejalanya antara lain sang ibu diliputi perasaan cemas, suasana hati yang buruk dan cepat berubah, sering menangis hingga mengalami kesulitan tidur.

Lieke menambahkan Baby Blues terjadi pada hampir 70 persen ibu pada hari setelah melahirkan. Untuk penanganannya, seorang ibu yang mengalami baby blues dapat melakukan bertukar pikiran dengan pasangan atau berbicara dengan sesama ibu untuk mendapatkan dukungan emosional.

“Kondisi ini biasanya disebabkan oleh kombinasi faktor fisik dan emosional. Kadar hormon estrogen dan progesteron yang menurun drastis memicu terjadinya perubahan hati secara tiba-tiba. Kurangnya istirahat, kelelahan baik secara fisik maupun emosional dalam memicu depresi pasca melahirkan. Maka dari itu dalam merawat sang bayi, peran sang ayah juga harus seimbang terutama menghadirkan kenyamanan bagi ibu saat harus intens merawat bayinya,” jelasnya.

Baca Juga: Ahli Gizi Ungkap Pentingnya Asupan Protein untuk Tumbuh Kembang Anak