Sementara India, meski berhasil memperbaiki peringkat dalam lima tahun terakhir, perbaikan negara ini tak segesit Indonesia. Menurut Bris, hal ini terjadi karena faktor ekonomi dan efisiensi bisnis, seperti pembenahan struktur pajak, efisiensi perbankan, tata kelola peradilan, ketersediaan lapangan kerja, hingga efisiensi manajemen bisnis di negara itu.

IMD World Competitiveness Center (WCC) menggunakan empat indikator untuk menentukan peringkat WCR 2024, yaitu performa ekonomi, efisiensi pemerintah, efisiensi bisnis, dan infrastruktur. Dari keempat indikator ini, peringkat daya saing Indonesia didongkrak oleh tinggi pada efisiensi bisnis (14), efisiensi pemerintah (23), dan performa ekonomi (24). Namun, Indonesia masih cukup lemah pada ketersediaan infrastruktur, terutama terkait infrastruktur kesehatan dan lingkungan (61), pendidikan (57), sains (45), dan teknologi (32).

Baca Juga: Dari Pemilu hingga Idulfitri, Pengeluaran Domestik Ini Jadi Pilar Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di Q1/2024

Terkait efisiensi bisnis, hal yang berhasil mendongkrak skor Indonesia adalah soal masifnya ketersediaan tenaga kerja (2), efektivitas manajemen perusahaan (10), perilaku dan tata nilai masyarakat yang mendukung efisiensi perusahaan(12). Meski demikian, finansial (25) dan produktivitas (30) perusahaan masih perlu ditingkatkan.

Untuk efisiensi pemerintah, nilai Indonesia paling terpuruk terkait perundangan bisnis (42) yang mendukung daya saing sektor swasta seperti aturan perdagangan, persaingan, dan ketenagakerjaan. Peringkat kedua terburuk terkait kerangka sosial yang mengukur keadilan penegakan hukum, pendapatan, dan kesetaraan gender. Sementara, untuk kebijakan pajak (12) dan kebijakan finansial publik (18) terkait efisiensi bank sentral dan bank umum, Indonesia berhasil mendapat peringkat yang baik.

Penilaian IMD WCR 2024 dilakukan berdasarkan kemampuan suatu negara untuk meningkatkan kesejahteraan dalam jangka panjang. Artinya, penelitian berdasarkan survei dan data keras ini dilakukan bukan sekadar mengukur tingkat daya beli, produktivitas, dan PDB (produk domestik bruto) semata, tapi turut memperhitungkan faktor sosial, budaya, dan keberlanjutan lingkungan (sustainability).