Setiap orang tentu memiliki mimpi yang sudah menjadi bagian dalam kehidupan. Bagi Dato Sri Tahir, mimpi besar justru tidak harus dimulai dengan langkah besar. Bos Mayapada ini percaya, perjalanan besar bisa dimulai dari satu langkah kecil, langkah sederhana yang dikerjakan dengan konsisten dan penuh keyakinan.
Prinsip inilah yang ia pegang teguh sejak awal menapaki dunia bisnis. Bukan soal seberapa cepat seseorang mencapai mimpi, tetapi seberapa kuat pondasi yang dibangun dari setiap langkah kecil itu sendiri. Bagi Tahir, jauh lebih baik bermimpi besar dan melangkah perlahan, daripada bermimpi kecil namun memaksakan langkah yang terlalu besar sebelum waktunya.
Di era digital saat ini, banyak orang sukses bermunculan di media sosial yang menarik untuk diteladani. Hal ini baik untuk memacu semangat anak muda, sayangnya, hal itu kerap dianggap keliru. Tak sedikit di antaranya yang beranggapan bahwa kesuksesan bisa didapatkan secara instan.
“Kesuksesan Mark Zuckerberg bukan berarti semua orang bisa membuat Facebook. Tuhan menciptakan satu Mark untuk menciptakan produk ajaib seperti Facebook. Meniru langkahnya dan berharap bisa sesukses dia hanya akan membuat kita frustasi pada akhirnya. Cobalah untuk menemukan langkah unikmu sendiri dan mulailah dengan langkah kecil untuk menemukan kesempatan besar,” ujar Dato Sri Tahir seperti dikutip dari buku Living Sacrifice karya Alberthiene Endah, Jumat (11/4/2025).
Baca Juga: Kupas Tuntas Rahasia Sukses Sederhana Bos Mayapada Dato Sri Tahir
Belajar dari Proses
Belajar dari proses bukan hanya soal mencapai hasil, tetapi tentang melatih tanggung jawab dan kesabaran. Setiap orang membutuhkan proses, apalagi ketika ingin memiliki kekuatan dari dalam diri sendiri.
Banyak orang hebat mungkin sampai di puncak karena bersandar pada kekuatan orang lain. Tapi kekuatan seperti itu rapuh. Bisa runtuh kapan saja. Bahkan, mudah diambil atau hilang. Berbeda halnya jika kekuatan itu dibangun dari dalam diri sendiri. Tidak ada seorangpun yang bisa merampasnya. Karena kekuatan sejati, lahir dari proses panjang yang dilewati sendiri.
Tahir semakin menyadari betapa pentingnya belajar tentang proses, terutama setelah ia banyak bertemu dengan orang-orang yang frustasi saat gagal meraih impian mereka. Ia melihat satu pola yang sama, yakni kebanyakan dari mereka tidak benar-benar percaya pada proses. Mereka terlalu berharap bahwa hari esok akan secara ajaib membawa keberuntungan instan.
Mereka suka bermimpi besar, tetapi enggan menempuh jalan panjang dan melelahkan untuk mewujudkannya. Mereka mendambakan status dan pengakuan, tetapi menolak tanggung jawab dan kerja keras yang seharusnya menyertainya.
“Orang-orang seperti ini hanya melayang dan terbang di awan dengan impian mereka. Mereka tidak bisa mendarat di tanah dan membumi. Sebenarnya arti kesuksesan adalah komitmen untuk terus berada di jalur kerja keras. Seseorang tidak bisa menuruti fantasi. Seseorang harus tetap membumi dan bergerak,” tutur Tahir.
“Anda bisa bertanya kepada orang-orang yang pernah mengenal saya di masa lalu. Anda akan mendengar mereka berkata: "Yah, Tahir itu miskin. Dia biasa bolak-balik ke pelabuhannya berkeringat, tidak seperti sekarang." Saya tidak merasa malu ketika mendengar komentar seperti itu. Saya malah merasa bangga. Itu bukti bahwa saya pernah berproses,” tambahnya.
Tak Pernah Merasa Bosan Bekerja
Memiliki impian besar dan mewujudkannya lewat langkah-langkah kecil, menjadi prinsip yang selalu dipegang Tahir dalam perjalanan hidupnya. Namun, ada satu rahasia lain di balik kesuksesannya, di mana Tahir tak pernah membiarkan rasa bosan menguasai dirinya.
Bagi Tahir, bekerja bukan sekadar kewajiban, tapi juga bentuk rasa syukur atas kesempatan yang Tuhan berikan. Filantropis ternama ini sangat menghargai setiap peluang untuk berbisnis dan mengembangkan diri. Semua itu dijalaninya dengan kerja keras, semangat yang menyala, dan energi yang seolah tak pernah habis.
“Suatu hari salah seorang direktur saya datang ke kantor saya. Ia berkata, "Saya ingin meminta cuti selama dua minggu, Pak. Saya perlu menyegarkan diri. Saya merasa sangat lelah...." Wajahnya tampak kusut,” cerita Tahir.
“Aku menatapnya dan tersenyum, lalu aku berjalan ke jendela dan membuka tirai. "Lihat," kataku. "Kau lihat tukang ojek itu? Apa mereka bisa merasa lelah? Mereka tidak punya kemewahan untuk merasa lelah, dan mereka tidak bisa merasa lelah. Kalau mereka membiarkan diri mereka merasa lelah dan mengikuti kata hati untuk beristirahat, keluarga mereka tidak akan punya apa-apa untuk dimakan. Mereka harus menghasilkan sedikitnya lima puluh ribu rupiah setiap hari untuk membeli beras dan kebutuhan sehari-hari lainnya,” sambungnya.
Menurut Tahir, karyawan tersebut seharusnya merasa sangat beruntung — memiliki jabatan tinggi dan penghasilan yang lebih dari cukup. Tidak seperti tukang ojek di luar sana yang penghasilannya pas-pasan, namun tetap bekerja keras tanpa kenal lelah demi menyambung hidup.
Bagi Tahir, justru di situlah letak perbedaannya. Rasa lelah atau bosan memang manusiawi, tapi bukan alasan untuk menyerah atau berhenti melangkah. Karena itu, ia menganggap bahwa sang karyawan tak perlu terlalu memedulikan rasa lelahnya.
Perkataan Tahir mungkin terdengar keras, bahkan terasa tidak nyaman bagi sebagian orang. Tapi nyatanya, ucapan itu membekas. Sang karyawan yang awalnya ingin cuti, akhirnya membatalkan niatnya.
Tahir paham betul, rasa lelah, bosan, atau ingin menyerah pasti pernah datang. Itu wajar. Namun, pengalaman hidup mengajarkannya satu hal penting bahwa musuh terbesar dalam hidup ini bukan orang lain, melainkan diri sendiri.
“Perasaan yang menghalangi keinginan kita untuk bekerja keras sering kali berasal dari memanjakan diri sendiri. Orang-orang kreatif menyebutnya suasana hati. Saya tidak pernah menyerahkan diri saya pada suasana hati. Selama saya sehat dan kondisi memungkinkan saya untuk bekerja, saya akan bekerja,” kata Tahir.
“Saya menghargai pencapaian saya dan kesempatan yang saya miliki untuk mencapai pencapaian saya dengan tidak pernah membiarkan diri saya merasa lelah atau bosan. Dan sebenarnya jika kita berusaha sebaik mungkin untuk menikmati dan menghargai pekerjaan kita, kita tidak akan pernah merasa lelah atau bosan dalam bekerja,” tambahnya.
Baca Juga: Kisah Tahir Membangun Toko Bebas Bea
Fokus dan Memilih Mitra yang Kuat
Tahir mengaku, banyak orang yang kerap bertanya bagaimana ia berhasil mengembangkan bisnis yang sukses secara meyakinkan. Sederhana. Ada dua faktor: tetap fokus dan memilih mitra yang kuat.
Ayah empat anak ini tak pernah menganggap bisnis yang dijalani sebagai bagian dari kehidupannya. Justru, bisnis adalah hidupnya. Namun, bukan berarti ia tidak memiliki atau mempedulikan kehidupan pribadinya.
“Maksudnya saya mengabdikan diri sepenuhnya untuk bisnis saya. Saya memusatkan seluruh konsentrasi dan perhatian saya. Berbisnis bagi saya seperti bermain golf. Perlu fokus pada tujuan, yaitu memasukkan bola ke lubang yang dituju. Tidak perlu memperhatikan kegagalan atau keberhasilan orang lain. Kita tidak perlu memperhatikan apa yang orang lain sukai atau inginkan dari kita. Tetaplah fokus pada target kita sendiri. Masukkan bola ke lubang. Capai sasaran kita,” jelas Tahir.
Menurutnya, orang yang cenderung mudah terpengaruh oleh komentar atau pandangan orang lain biasanya mudah kehilangan kendali dalam mengambil keputusan, dan kehilangan fokus karena pendapat orang lain belum tentu berdampak pada bisnis yang dijalani.
Faktor kedua adalah mencari mitra yang tangguh. Dalam hal ini, Tahir memiliki cara unik untuk menggambarkannya lewat sebuah pengalaman masa kecil. Tahir pernah belajar menunggang kuda di Tretes, Jawa Timur.
Masih jelas betul dalam ingatannya, suatu hari Tahir melihat seekor kuda berlari kencang di lapangan. Di belakangnya, seorang pria berusaha mengejar kuda itu hanya dengan berlari. Namun secepat apapun pria itu berlari, mustahil bisa menyamai kecepatan seekor kuda.
Dari situ, Tahir menarik sebuah kesimpulan sederhana namun sangat relevan dalam dunia bisnis: "Jika kita ingin menyaingi kecepatan kuda, kita tidak bisa hanya mengandalkan kekuatan kaki manusia. Kita harus menunggangi kuda itu."
Begitu pula dalam bekerja atau berbisnis. Jika ingin melaju lebih cepat, seseorang tidak bisa berjalan sendiri. Kita butuh "kuda". Dengan kata lain, butuh mitra yang kuat, tangguh, dan mampu membawa kita berlari lebih jauh dan lebih cepat dari kemampuan kita sendiri.
Tahir menyadari, perdagangan di dunia bisnis kian ketat. Ada banyak metode canggih di berbagai bidang bisnis yang menjanjikan kecepatan dan hasil yang memuaskan. Dalam hal ini dibutuhkan mitra yang kuat untuk mencapai prestasi besar. Pertanyaannya, mitra seperti apa yang dibutuhkan?
Melihat kondisi saat ini, Tahir menyadari bahwa kekuatan bisnis utamanya adalah di bidang perbankan yang tentunya membutuhkan tangan dan pikiran orang-orang hebat agar dapat maju.
“Saya memilih mitra yang hebat. Itulah sebabnya saya memilih mitra kelas dunia yang hebat untuk bisnis toko bebas bea saya, seperti Louis Vuitton Moet Hennessy atau LVMH, pemilik merek Louis Vuitton. Saya juga menjalin kemitraan dengan perusahaan asuransi nomor empat dunia, Zurich,” tutur Tahir
Bermitra dengan perusahaan-perusahaan besar, membuat Tahir lebih cepat mencapai target. Bukan hanya dalam berbisnis, strategi ini juga diterapkan Tahir dalam aksi kemanusiaan yang dilakukannya, di mana menggandeng Bill Gates Foundation.
“Begitulah cara saya bekerja. Yang penting saya tahu bahwa saya punya kemampuan untuk bekerja sama dengan mereka. Mereka tidak akan memilih saya atau setuju untuk bertemu dengan saya jika mereka meremehkan saya. Oleh karena itu, bertemu dengan orang-orang hebat adalah salah satu hal yang saya banggakan karena itu berarti saya berhasil menempatkan diri di platform yang membuat orang-orang menghormati saya. Itu adalah latihan untuk membentuk karakter dan harga diri saya. Tidak ada yang salah dengan niat dan kegiatan seperti itu,” imbuhnya.
Bagi Tahir, hal yang paling penting adalah tetap konsisten memegang prinsip tentang kekuatan sebuah platform. Selama memiliki tim kerja yang solid, kondisi keuangan yang sehat, modal yang memadai, dan pemahaman yang cukup tentang aturan main dalam bisnis, Tahir percaya apapun jenis usaha yang dijalankan akan selalu memiliki peluang untuk tumbuh tanpa batas.
“Saat saya menjadi finalis Ernst & Young 2014, para juri bertanya kepada saya, "Bagaimana Anda memposisikan diri di kancah bisnis Indonesia?" Saya jawab, "Jelas. Di era Presiden Soeharto, banyak pengusaha yang bangga karena dilindungi oleh jenderal atau menteri tertentu. Orang bisa pinjam uang di bank pemerintah seperti uang nenek nenek moyang mereka sendiri. Di era saya, tidak ada lagi kemewahan seperti itu. Kita harus bekerja keras dan jujur di dunia yang bebas dan global persaingan,” akunya.
Sukses Branding Jadi Pengusaha Kuat dan Ramah
Setelah satu dekade merintis karier sebagai pengusaha, Tahir menilai bahwa keberhasilannya membangun citra sebagai pengusaha sukses tak lepas dari perjuangannya yang bersih dan transparan.
Tahir memang menjalin hubungan baik dengan politisi, militer, polisi, maupun pejabat pemerintah, namun tidak pernah mencampuradukkan hubungan itu dengan urusan bisnis. Bagi Tahir, segalanya harus jelas. Ia ingin dikenal sebagai seorang taipan yang tidak dikelilingi skandal atau rumor tak berdasar yang meragukan integritas di balik kesuksesannya
“Saya telah membentuk diri saya menjadi seorang pengusaha yang kuat dan ramah, bukan pengusaha yang stres,” kata Tahir.
Lini bisnis yang dijalankan Tahir pun tergolong ramah dan dekat dengan kebutuhan banyak orang — mulai dari perbankan, layanan kesehatan, hingga pendidikan. Ia menyadari bahwa perjalanan yang dilaluinya untuk sampai di titik ini bukanlah proses yang singkat.
Dibandingkan mereka yang menggantungkan diri pada kekuatan orang lain, Tahir memilih untuk berjalan lebih lama, membangun segalanya dengan kekuatan dan usahanya sendiri. Hari ini, ia berdiri kokoh sebagai sosok pengusaha yang mandiri, menjaga martabatnya tetap utuh, dan dikenal sebagai pebisnis yang bersih serta jelas jalannya.
“Untuk mencapai kesempurnaan dalam kesuksesan bisnis kita, nilai-nilai mutlak harus ditanamkan dalam bisnis kita. Itu membutuhkan kualitas hati kita. Kita perlu memiliki niat untuk menjadi saluran berkat bagi orang lain. Kita harus mengabdikan diri pada semangat memberi untuk mengelola keseimbangan kesuksesan yang ideal. Sepanjang perjalanan hidup saya sebagai seorang pengusaha, tidak pernah sekalipun saya melihat seorang pengusaha amal jatuh. Tidak pernah sekalipun,” tukasnya.