4. Prajogo Pangestu (US$20 miliar)

Di posisi keempat ada Prajogo Pangestu dengan harta kekayaan tercatat menyentuh US$20 miliar atau sekitar Rp327,2 triliun. Untuk tingkat dunia, pendiri PT Barito Pacific ini berhasil menduduki peringkat ke-99.

Konglomerat keturunan Tiongkok ini adalah salah satu pegusaha TanHA Air yang berasa dari keluarga sederhana. berasal dari keluarga sederhana. Bahkan karena keterbatasan ekonomi, pria kelahiran Mei 1944 itu hanya menempuh pendidikan sampai tingkat SMP. 

Semasa muda, ia pernah menjadi sopir angkutan umum rute Singkawang–Pontianak, sekaligus menjual bumbu dapur dan ikan asin untuk mencukupi kebutuhan hidup. Titik baliknya terjadi saat ia bertemu dengan pengusaha kayu asal Malaysia, Burhan Uray. 

Pada 1969, Prajogo berkesempatan untuk bergabung dengan PT Djajanti Group milik Burhan dan bekerja dengan penuh dedikasi. Tujuh tahun kemudian, ia dipercaya menjadi General Manager Pabrik Plywood Nusantara.

Setahun menjabat, ia memutuskan keluar dan membeli sebuah perusahaan kayu yang tengah krisis bernama CV Pacific Lumber Coy. Lewat pinjaman bank, ia mengakuisisi perusahaan tersebut dan mengubah namanya menjadi PT Barito Pacific, yang kemudian resmi melantai di bursa pada 1993.

Kesuksesan Barito Pacific membawanya merambah ke berbagai sektor, di antaranya adalah Chandra Asri (petrokimia), di mana Prajogo mengakuisisi 70% saham pada 2007; Petrindo Jaya Kreasi, perusahaan energi yang mengelola tambang batubara di Kalimantan dan emas di NTB; hingga Star Energy Geothermal, yang mengoperasikan pembangkit listrik tenaga panas bumi, dengan saham sebesar 33,33% yang dipegang melalui Green Eta Pte Ltd sejak 2022.

Baca Juga: Pohon Keluarga Pangestu di Bisnis Barito Group

5. Sri Prakash Lohia (USD 8 miliar)

Kemudian, ada Sri Prakash Lohia, Bos Indorama asal India yang berhasil menjadi orang terkaya kelima di Indonesia versi Forbes per Juli 2025. Nilai kekayaan Lohia  tercatat menyentuh angka US$8 miliar atau sekitar Rp130, 9 triliun, dan membuatnya berhasil menempati peringkat ke-353 dalam daftar miliarder dunia.

Kekayaan yang dimiliki Lohia sebagian besar berasal dari bisnis pupuk dan polimer yang ia bangun bersama ayahnya setelah pindah ke Indonesia pada 1970-an, melalui perusahaan tekstil Indorama Synthetics yang kini berkembang menjadi raksasa industri petrokimia.

Indorama sendiri awalnya didirikan pada 1976 sebagai produsen benang pintal. Nama "Indorama" merupakan akulturasi kata "Indo" (Indonesia) dan "Rama" (Dewa dalam Hindu). 

Meski mengalami masa sulit selama tahun pertama, bisnis tersebut terus berkembang menjadi produsen benang terbesar di Indonesia, bahkan meluas ke Uzbekistan dan Thailand. Pada akhir 1980-an, kerajaan bisnis ini dibagi kepada tiga anak Mohan Lal Lohia untuk menghindari konflik keluarga.

Memasuki pertengahan 1990-an, Lohia mulai mendiversifikasi bisnisnya ke produksi polyethylene terephthalate (PET), bahan baku botol plastik, bersamaan dengan adiknya, Aloke, yang membangun Indorama Ventures di Thailand. 

Pada 2008, mereka menggabungkan bisnis PET tersebut, dengan Lohia menukar saham perusahaannya dengan saham di Indorama Ventures, menjadikannya pemilik 34% saham di perusahaan PET terbesar kedua di dunia, dengan pendapatan tahunan mencapai US$8 miliar.