Ia percaya bahwa memperlihatkan keindahan alam terlebih dahulu akan menumbuhkan rasa sayang, sebelum anak diajak memahami persoalan kerusakan yang terjadi.
“Ngasih lihat laut dulu. Simpelnya adalah ngasih lihat dulu yang indah. Dibrain, dikasih lihat yang indah-indah,” katanya.
Setelah anak merasakan keindahan alam, barulah ia memperkenalkan realitas di baliknya, tentang bagaimana sampah dapat berakhir di laut atau di TPA.
Bahkan, Ramon tak segan membawa anaknya langsung ke tempat pembuangan sampah untuk memberi gambaran nyata tentang dampak perilaku manusia.
“Kamu tahu nggak, sampai kamu buang di rumah itu bisa sampai sini. Ini TPA nih, Bantar Gebang segini. Kamu korek-korek itu pasti ada sampahmu dari rumah,” ungkapnya.
Bagi Ayah dari Ganesa Tashi Tungka ini, semua upaya ini bukan semata untuk masa sekarang, melainkan sebagai persiapan bagi generasi mendatang yang akan menghadapi tantangan lingkungan jauh lebih besar.
Ia menyadari bahwa persoalan lingkungan di masa depan akan lebih kompleks dibandingkan yang dihadapi hari ini.
“Persoalan lingkungan itu bukan saya yang ngadepin, anak saya nanti yang ngadepin. Jadi sebelum kamu menghadapi ini, ini saya siapkan. Nanti ketika kamu dewasa, masalahmu lebih besar dari yang bapakmu ini rasakan,” tegasnya.
Melalui langkah-langkah sederhana seperti memilah sampah, mengontrol perilaku konsumsi, hingga mengajak anak menyatu langsung dengan alam, Ramon menunjukkan bahwa pendidikan lingkungan bukan sekadar teor melainkan praktik nyata yang dimulai dari rumah.
"Karena persoalan lingkungan ini adalah sebuah investasi penting demi masa depan bumi dan generasi penerusnya," pungkas Ramon.
Baca Juga: PERURI Bestari Festival 2025 Respon Isu Sosial dan Lingkungan dengan Cara Ringan dan Inspiratif