Dahan yang meliuk liuk dan dedaunan yang tumbuh mengikuti petunjuk alam bakal menjadi tarian istimewa menyambut setiap tamu yang datang ke rumah Ciputra. 

Lalu koridor dengan pilar kayu dengan dasar batu Gunung Merapi berwarna abu-abu merah serta lantai batu akan mengantar setiap tamu menuju pintu dengan dua daun. Semua serba kayu dan batu alam. 

“Saya mencintai alam dan tak ingin melepaskan diri dari pelukan alam,” kata Ciputra. 

Selain pepohonan rimbun, pekarangan rumah Ciputra  bertaburan patung-patung yang kebanyakan dibuat 3 dimensi dari lukisan Hendra Gunawan. Ada patung setinggi delapan meter yang diberi nama patung "Yesus Memberkati". 

“Itu patung terbesar. Di sekelilingnya ada tiga patung lagi yang berukuran mungil, yakni "Malaikat". Juga ada empat patung dengan judul "Penderitaan", yang menggambarkan penderitaan ayah saya saat ditangkap polisi penjajah,dan penderitaan ibu saya saat ditinggal ayah saya,” bebernya. 

Kawan Bercakap-cakap

Melewati masa senja dalam kesendirian adalah hal paling menyedihkan,banyak lansia sudah merasakan penderitaan itu. Ciputra adalah orang paling beruntung ia tidak merasakan hal ini. 

Selain Dee, sang istrinya selalu senantiasa berada di sampingnya, Ciputra punya dua staf yang masih setia hingga kini, Sepanjang siang ia berada di ruang makan bersama dua staf terdekatnya itu Hilda sang sekretaris dan Syaiful si asisten pribadi. 

“Setiap hari Hilda muncul di rumah saya pada tengah hari setelah sebelumnya ia menyelesaikan pekerjaan di kantor Ciputra Group. Sedangkan Syaiful sudah berada di rumah saya sejak pagi. Mereka adalah teman bercakap-cakap saya. Mereka mendengar dan mengetahui diri saya di dalam mengarungi masa senja ini. Mereka hebat,” tuturnya. 

Kedua orang dekatnya ini tahu betul cara memperlakukan Ciputra di usianya yang sekarang ini, mereka paham dan tahu cara menghadapi egonya seorang yang sudah di usia renta. 

Di hadapan mereka, Ciputra bukan lagi seorang pemimpin yang masih lincah dan mampu mengingat segala hal atau memenuhi banyak hal yang diinginkan. Di hadapan keduanya Ciputra adalah seorang laki-laki uzur, berusia 8oan tahun yang tidak pernah sudi berdiam diri. 

Baca Juga: Warisan Besar Ciputra untuk Generasi Muda Indonesia: Integritas, Profesionalisme, Entrepreneurship

“Adalah hal yang indah bahwa dua orang ini, Hilda dan Syaiful, bukan saja memakai mata dan telinga dalam memahami saya. Tapi, mereka juga memakai hati,” ucapnya.

“Saya paham bahwa di usia seperti saya ini, para staf dan orang-orang di sekeliling saya melayani saya bukan lagi dengan mental "memenuhi keinginan bos". Mereka mungkin juga berpikir pemimpin mereka sudah tua, bahkan terlampau tua. Dan, cepat atau lambat, saya akan pergi. Kadang saya menikmati kasih mereka,” pungkasnya.