Peran BPJS Ketenagakerjaan kini melampaui fungsi tradisionalnya sebagai lembaga penyedia jaminan sosial bagi pekerja. Dengan pengelolaan dana yang mencapai ratusan triliun rupiah, lembaga ini menjelma menjadi pilar penting ketahanan ekonomi nasional sekaligus instrumen strategis dalam menjaga stabilitas fiskal Indonesia.
Direktur Bina Mediator Hubungan Industrial Kementerian Ketenagakerjaan, Swartoko, menegaskan bahwa BPJS Ketenagakerjaan berperan besar dalam “membela negara secara ekonomi.” Salah satu bentuk nyatanya adalah penempatan dana kelolaan ke Surat Berharga Negara (SBN) serta investasi di pasar modal domestik.
Baca Juga: Mengenal Sosok Yassierli, Akademisi yang Kini Jadi Menteri Ketenagakerjaan RI
“Di era modern, bela negara tidak lagi semata soal angkat senjata, melainkan bagaimana kita menjaga kedaulatan ekonomi, mengurangi ketergantungan pada asing, dan memastikan stabilitas fiskal,” ujar Swartoko di Jakarta, Jumat (10/10/2025).
Hingga pertengahan 2025, BPJS Ketenagakerjaan mengelola dana lebih dari Rp800 triliun, dengan sekitar 74–76% di antaranya ditempatkan pada SBN. Angka ini menjadikan BPJS sebagai salah satu investor domestik terbesar di pasar obligasi pemerintah.
Baca Juga: Polri Launching Desk Ketenagakerjaan untuk Selesaikan Sengketa Tenaga Kerja
Menurut Swartoko, langkah tersebut memberikan dua dampak strategis: membantu pemerintah membiayai program prioritas nasional, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, serta menjaga stabilitas keuangan di dalam negeri.
“Jika obligasi pemerintah terserap oleh investor domestik seperti BPJS, ketergantungan terhadap investor asing bisa berkurang. Dengan begitu, APBN terlindungi dari guncangan global dan iuran pekerja ikut menjaga kedaulatan fiskal Indonesia,” paparnya.
Tak hanya berperan di ranah fiskal, BPJS Ketenagakerjaan juga tengah memperluas investasi di pasar modal nasional, dengan rencana meningkatkan porsi investasi ekuitas hingga 20% dalam beberapa tahun ke depan. Upaya ini diharapkan dapat memperdalam pasar keuangan sekaligus membantu dunia usaha mendapatkan pembiayaan yang lebih murah dan berkelanjutan.
Baca Juga: Presiden Prabowo Resmikan Proyek Strategis Ketenagalistrikan Terbesar di Dunia
“Fungsi BPJS kini meluas dari sekadar lembaga jaminan sosial menjadi motor penggerak pembangunan ekonomi,” tegas Swartoko.
Selain menopang stabilitas di level makro, BPJS Ketenagakerjaan juga memainkan peran vital di tingkat mikro melalui Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Program ini memberikan perlindungan bagi pekerja yang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK), mencakup tunjangan tunai hingga enam bulan, pelatihan keterampilan, serta akses ke informasi pasar kerja.
Program tersebut diatur dalam PP Nomor 37 Tahun 2021 dan PP Nomor 6 Tahun 2025. Swartoko menjelaskan, JKP berfungsi sebagai automatic stabilizer yang menjaga daya beli masyarakat ketika ekonomi terguncang.
Baca Juga: Serba-Serbi Pegawai BPJS Kesehatan Gunakan Asuransi Swasta
“Saat terjadi gelombang PHK akibat krisis global atau disrupsi industri, JKP menjaga agar konsumsi rumah tangga—yang menyumbang lebih dari separuh PDB Indonesia—tidak jatuh drastis,” katanya.
Hingga November 2024, BPJS Ketenagakerjaan mencatat 63,58 juta peserta, dengan tingkat keaktifan sekitar 68%. Namun, pada April 2025, jumlah peserta aktif turun menjadi 39,7 juta orang akibat meningkatnya PHK, menunjukkan betapa erat kaitannya dinamika pasar kerja dengan kepesertaan BPJS.
Baca Juga: Pasar Asuransi Bergejolak, Generasi Muda Merasa Cukup dengan BPJS Kesehatan
Swartoko menutup dengan penegasan bahwa memperkuat BPJS Ketenagakerjaan berarti memperkuat benteng ekonomi nasional.
“Dana iuran pekerja bukan sekadar potongan gaji, melainkan investasi sosial yang melindungi tenaga kerja sekaligus menopang APBN. Bela negara di bidang ekonomi berarti memastikan ketahanan fiskal, stabilitas sosial, dan kedaulatan keuangan tetap terjaga. Di semua lini itu, BPJS Ketenagakerjaan memainkan peran strategis,” pungkasnya.