Pengusaha kawakan sekaligus Mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung menyebut masyarakat Indonesia mesti membuka diri dan mau belajar dari masyarakat Jepang dan Korea untuk mengubah karakter dan budaya kemiskinan. 

Chairul Tanjung mengakui banyak orang yang terjebak dalam cara pandang serta budaya kemiskinan, tetapi sayangnya mereka tak berupaya untuk keluar dari kondisi tersebut, sebaliknya mereka justru mencari-cari alasan untuk membenarkan kondisi tersebut, sehingga budaya kemiskinan itu menjadi sesuatu yang lazim dan dimaklumi. 

Baca Juga: Cerita Kilala Tilaar yang Sempat Putus Asa dan Ingin Angkat Kaki dari Martha Tilaar Group

“Kita tidak boleh terjebak dalam karakter budaya kemiskinan. Kita harus belajar banyak dari negara seperti Korea dan Jepang yang mampu membuat budaya yang budayanya adalah against daripada kemiskinan,” kata Chairul Tanjung  dilansir Olenka.id Sabtu (28/12/2024). 

Chairul Tanjung mengatakan, mayoritas masyarakat Indonesia tak merasa terganggu dengan budaya kemiskinan sebab mereka beranggapan bahwa itu adalah takdir yang tak bisa diubah, kemiskinan adalah kondisi yang mesti diterima dengan lapang dada.  Dia berpandangan itu adalah anggapan yang sangat keliru, pasrah pada budaya kemiskinan adalah kesalahan fatal yang harus buru-buru dibenahi. 

“Di kita umat muslim selalu kalau kita miskin tidak ingin merubah keadaan. Kenapa? Karena sudah takdir Allah kita jadi miskin,” ujarnya. 

Cara pandang yang seperti ini jelas berbanding terbalik dengan masyarakat Jepang dan Korea, prinsip mereka adalah melawan kemiskinan dengan berbagai cara intinya mereka harus bisa keluar dari kondisi itu, bagi mereka kemiskinan bukan takdir.  

“Sementara di Korea dan Jepang prinsipnya adalah tidak ada yang menolong kita kecuali diri kita sendiri. We have to transform our people untuk punya prinsip tidak ada nasib suatu kaum, satu bangsa bisa berubah kecuali kaum itu sendiri atau bangsa itu sendiri yang mau mengubahnya,” tegasnya. 

Lantaran kadung merasa kemiskinan adalah takdir yang tak bisa diubah, masyarakat Indonesia cenderung bermental santai dan beranggapan bahwa masalah itu akan selesai pada waktunya. Mereka ogah mencari jalan keluar dari persoalan ini.  Hal ini juga yang membentuk mental masyarakat menjadi tidak disiplin dan tak menghargai waktu. 

“Santai saja lah nanti juga beres. This is the young people of Indonesia, I think juga di Malaysia, everything is santai,” ujarnya. 

Baca Juga: Kisah Sukses Soedomo Mergonoto, Sang Kernet Bemo yang Melabuhkan Kapal Api di Pasar Internasional

Pola pikir dan cara pandang seperti ini lanjut Chairul Tanjung mesti diubah, masyarakat mesti memandang bahwa masalah kemiskinan adalah masalah harga diri. Kita tak boleh terbelenggu oleh keadaan tersebut. 

“Harusnya kita harus pantang menyerah karena ini menyangkut harga diri,” tutupnya.