Persoalan sampah di Indonesia seakan-akan tak pernah ada habisnya. Founder Pojok Sosial Ekologi, Ica Wulansari, pun menuturkan bahwa kondisi sampah plastik di Indonesia sekarang sudah sangat kritis.
Menurutnya, pertumbuhan populasi yang cepat, pertumbuhan tingkat konsumsi, dan gaya hidup konsumeristik juga turut mempengaruhi jumlah sampah yang dihasilkan.
Ica yang juga merupakan Dosen Program Studi Hubungan Internasional Universitas Paramadina dan Pengkaji Isu Sosial-Ekologi ini mengatakan bahwa ketergantungan pada plastik sekali pakai seperti kantong plastik, botol minuman, dan bungkus makanan, sangat umum di Indonesia. Padahal, ketergantungan pada plastik sekali pakai ini menyebabkan peningkatan volume sampah plastik yang sulit terurai di alam.
"Karena 250 juta penduduk Indonesia ini populasinya meningkat, dan kita sudah hidup dalam konteks masyarakat yang modern. Maka akibatnya kebiasaan masyarakat mengonsumsi produk sekali pakai, baik untuk makanan maupun minuman menjadi lebih tinggi," tutur Ica saat ditemui Olenka, di Jakarta, belum lama ini.
Ica pun mengungkapkan jika di tingkat dunia, Indonesia pun kerap disorot sebagai salah satu negara dengan penanganan sampah yang buruk.
"Dari data juga terlihat bahwa Indonesia termasuk negara yang tertinggi kedua setelah China yang memproduksi sampah plastik," tukas Ica.
Baca Juga: 5 Rekomendasi Buku tentang Daur Ulang Sampah yang Cocok untuk Anak Usia Dini, Cek di Sini!
Ica mengatakan bahwa jumlah limbah sampah plastik Indonesia kini sudah mencapai 3,2 juta ton selama 2023. Dan, jika 3,2 juta ton sampah plastik tersebut tidak dikelola dengan baik, maka sekitar 1,2 juta ton sampah diperkirakan akan masuk ke lautan.
"Sehingga kemudian bisa dikatakan kondisi persampahan plastik Indonesia cukup krisis," tutur Ica.
Lebih lanjut, kata Ica, menurut survei yang dilakukan oleh Net Zero Waste Management Consortium dan Litbang Kompas, menunjukkan bahwa ada tiga jenis sampah plastik yang cukup tinggi yang ditemukan di beberapa provinsi di Indonesia. Adapun, jenis sampah yang ditemukan tersebut didominasi oleh kemasan atau serpihan plastik yang sulit diolah, kurang bernilai ekonomi, dan mudah tercecer.
"Pertama, adalah sampah jenis plastik keresek. Kedua, sampah sachet baik makanan, kosmetik, dsb. Dan ketiga adalah botol plastik yang ditemukan terbanyak dan kemudian menumpuk," beber Ica.
Menurut Ica, sampah jenis plastik keresek banyak ditemukan karena budaya masyarakat yang masih kerap menggunakan kantong sekali pakai untuk tempat berbelanja. Kemudian, banyak juga ditemukan sisa sampah plastik berupa sachet dan botol plastik dari perusahaan ternama karena merek tersebut sangat populer dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat luas.
"Sampah yang tidak dikelola dengan baik dapat mencemari lingkungan. Ditambah dengan pengelolaan sampah kita yang masih berbasis sampah yang menumpuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Padahal, tumpukan sampah di TPA yang tidak sesuai standar atau pembuangan sampah ilegal juga dapat mengakibatkan pencemaran tanah dan air," pungkas Ica.