Kota Makassar yang merupakan Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan dikenal memiliki julukan sebagai Kota Anging Mammiri. Di balik keindahan kotanya, Makassar pun telah melahirkan banyak tokoh perempuan yang tak hanya mengharumkan nama daerah, tetapi juga beberapa dari mereka telah diakui oleh dunia.
Beberapa tokoh-tokoh perempuan dari Makassar ini memiliki peran besar dalam sejarah bangsa Indonesia. Dalam perjuangannya, mereka tak hanya berjuang melawan penjajah saja, juga berperan dalam membangun bangsa melalui pengembangan seni budaya dan pemikiran yang kritis.
Tak kalah penting, tokoh-tokoh perempuan asal Makassar ini juga menjaga dan melestarikan kekayaan budaya daerah mereka. Mereka juga jadi teladan inspiratif yang patut dihormati dan diapresiasi oleh seluruh bangsa Indonesia.
Dan, kali ini Olenka ulas beberapa tokoh perempuan asal Makassar yang kiprahnya sangat patut dijadikan teladan dan inspirasi. Siapa saja mereka?
Baca Juga: Deretan Perempuan Asal Maluku, Ketangguhannya Patut Dicontoh!
1. I Fatimah Daeng Takontu
I Fatimah Daeng Takontu adalah pejuang wanita asal Makassar yang merupakan panglima perang Laskar Bainea Kerajaan Gowa. Saat itu, Indonesia masih dijajah oleh VOC Belanda. Ia merupakan putri Raja Gowa, Sultan Hasanuddin.
Sedari kecil, Fatimah sangat dekat dengan ayahnya, bahkan setiap Sultan Hasanuddin memberikan latihan pada prajuritnya, Fatimah selalu ikut. Sehingga tidak heran kalau Fatimah mewarisi jiwa patriotik ayahnya yang juga menguasai ilmu bela diri.
Sosok I Fatimah dideskripsikan sebagai Garuda Betina dari Timur oleh VOC. Aksi heroiknya sebagai perempuan sangat berjasa mendongkel pengaruh VOC di kesultanan Indonesia kala itu.
Dalam catatan sejarah, perjuangan I Fatimah Daeng Takontu terlibat pada beberapa perang di Pulau Jawa melawan Belanda untuk membantu kakaknya Karaeng Galesong melawan Belanda.
Menurut sejarah juga, I Fatimah bertugas menjaga wilayah laut kerajaan Mempawah hingga akhir hayatnya.
2. Emmy Saelan
Emmy Saelan adalah sosok perawat dan pejuang yang berperan dalam mempertahankan kemerdekaan di Sulawesi Selatan. Emmy Saelan lahir di Makassar pada 15 Oktober 1924, dengan nama asli Salmah Soehartini Saelan.
Selain Daeng Kebo, sapaan lain yang melekat pada Emmy Saelan adalah Daeng Karo. Julukan ini merupakan nama samaran yang digunakan oleh rekan-rekannya dalam Kelaskaran Lipang Bajeng. Daeng Karo dalam bahasa Makassar berarti gesit atau cepat.
Setelah berakhirnya masa pendudukan Jepang, Emmy Saelan mengembangkan karirnya sebagai juru rawat di rumah sakit Stella Maris Makassar. Karirnya sebagai perawat membawanya pada perkenalan dengan laskar-laskar pejuang yang mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Emmy Saelan juga bergabung dengan Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS) di bawah komando Ranggong Daeng Romo. Pada agresi militer Belanda kedua, Emmy Saelan menggabungkan diri pada Laskar Harimau Indonesia yang pimpinan Wolter Monginsidi.
Emmy kemudian menjadi pimpinan Laskar Perempuan sekaligus petugas Palang Merah. Perjuangannya berakhir setelah berhasil melemparkan granat pada pasukan Belanda di Kassi-Kassi pada tanggal 23 Januari 1947.
3. Lily Yulianti Farid
Lily Yulianti Farid adalah seorang penulis, mantan jurnalis, aktivis, dan peneliti, yang lahir pada 16 Juli 1971 di Makassar, Sulawesi Selatan. Ia menjalani pendidikan sebagai mahasiswa jurusan Hama dan Penyakit Tanaman di Fakultas Pertanian Universitas Hasanudin.
Dikutip dari laman Narasi, passion Lily di bidang jurnalistik dimulai sejak ia bergabung bersama pers mahasiswa. Beberapa media seperti Harian Kompas, Radio Australia, Nytid News Magazine, dan Panyingkul! menjadi saksi karirnya dalam jurnalistik.
Dia juga pernah menjabat sebagai Direktur Makassar International Writers Festival, posisi yang dipegang sejak 2011. Lily bersama sutradara Riri Riza juga mendirikan Rumata Art Space di Makassar pada tahun 2010.
Sebelum menempuh gelar PhD, Lily bekerja sebagai jurnalis yang memiliki minat utama pada isu gender. Dia bekerja untuk perusahaan media terkemuka termasuk Australian Broadcasting Corporation (Radio Australia dan Online News, Indonesian Service), Radio Japan, Japan Broadcasting Corporation, dan Morning Daily Kompas, Indonesia.
Lily memfokuskan penelitiannya pada representasi gender di media Indonesia untuk gelar MA dan PhD-nya. Lily pernah mendapatkan penghargaan Leadership Award dari Melbourne University.
Lily Yulianti Farid meninggal dunia pada hari Kamis, 9 Maret 2023 pukul 21.00 WIB di Rumah Sakit Peter MacCallum Cancer Centre di Melbourne, Australia. Diketahui, Llily meninggal dunia karena menderita kanker.
4. Syamsiah Ahmad
Syamsiah Ahmad merupakan perempuan satu-satunya dari Indonesia yang pernah menjadi staf profesional di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Selama di PBB, Syamsiah Ahmad mengukir sejarah keterlibatan dalam penyusunan CEDAW (the convention on the elimination of all forms of discrimination against women), yaitu Kesepakatan Internasional Untuk Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.
Selain itu, ia menjadi satu-satunya perempuan yang ikut dalam pembahasan Pembebasan Timor Leste, 1999 di Bali. Perjalanan perempuan yang menguasai enam bahasa ini di PBB awalnya bermula dari staf profesional bidang Iptek.
Baca Juga: Deretan Tokoh Perempuan Asal Papua yang Menginspirasi Perubahan