Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah berada di penghujung masa jabatannya. Tinggal dua bulan lagi eks Gubernur DKI Jakarta itu akan menyerahkan estafet kekuasaan kepada Presiden terpilih Prabowo Subianto yang akan dilantik pada Oktober 2024.
10 tahun berkuasa di republik ini, Jokowi kerap kali diterpa berbagai isu miring yang sukses menyulut amarah publik. Ada banyak kebijakan dan keputusan pemerintah yang dianggap tak pro rakyat dan hanya menguntungkan segelintir orang. Hal ini yang kemudian menjadi bahan bakar bagi sekelompok masyarakat untuk melakukan aksi protes turun ke jalan.
Baca Juga: Jokowi: Saya Kalau Lihat Pohon Beringin Bawaannya Adem dan Sejuk
Berikut aksi unjuk rasa berskala nasional yang terjadi era Jokowi:
Aksi Peringatan Darurat Indonesia
Di penghujung masa jabatannya, pemerintahan Presiden Joko Widodo dihantam gelombang protes bereskalasi tinggi. Protes kali ini datang dari kelompok mahasiswa dan masyarakat yang kadung jengkel dengan berbagai kebijakan yang dianggap sebagai tindakan culas pemerintah yang dinilai mengobrak abrik berbagai tatanan peraturan untuk melanggengkan berbagai agenda politik.
Aksi unjuk rasa bertajuk Peringatan Darurat Indonesia itu digelar Kamis (22/8/2024), unjuk rasa ini dinilai sebagai akumulasi kemarahan masyarakat dari berbagai tindakan dan keputusan ganjil pemerintah selama satu dekade belakangan.
Puncak dari kemarahan publik kali ini adalah keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat pencalonan kepala daerah dan syarat usia calon kepala daerah yang dianulir DPR.
Polemik ini memunculkan anggapan bahwa DPR sedang berupaya melakukan manuver untuk melancarkan pencalonan putra Presiden Jokowi Kaesang Pangarep menjadi calon kepala daerah pada Pilkada 2024 sekaligus sebagai upaya menghentikan langkah Anies Baswedan dan PDI Perjuangan menuju Pilkada 2024.
Aksi demonstrasi menolak pengesahan Revisi UU Pilkada ini tak hanya dilakukan di Jakarta, namun digelar di beberapa tempat di Indonesia yakni
Di Yogyakarta, Sumatera Barat (Sumbar),Jawa Barat (Jabar), Jawa Tengah Makassar dan Bengkulu.
Unjuk Rasa Cipta Kerja
Pada awal Oktober 2022 lalu aksi unjuk rasa besar-besaran terjadi di berbagai wilayah Indonesia, eskalasi unjuk rasa bahkan terus bertambah dan merambat hingga ke 28 Provinsi di Indonesia.
Aksi unjuk rasa itu merupakan respons masyarakat atas Omnibus Low Undang-undang Cipta Kerja. Aksi unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa dan kelompok buruh ini bahkan berujung ricuh di hampir setiap daerah.
Unjuk rasa ini bahkan dilakukan sampai berjilid-jilid dengan massa aksi yang terus bertambah setiap waktu. Aksi demonstrasi bahkan masih dilakukan hingga awal 2024, bahkan pada peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day pada 1 Mei 2024 lalu tuntutan terhadap penolakan Undang-undang Cipta Kerja masih menjadi agenda pokok pengunjuk rasa.
Pada intinya, mahasiswa dan buruh menolak Undang-undang yang disahkan pada 21 Maret 2023 itu karena aturan itu memberlakukan pembayaran upah minimum yang kembali pada konsep upah murah selain itu penolakan juga dilakukan karena Undang-undang Cipta Kerja memberlakukan outsourcing seumur hidup karena tidak ada batasan jenis pekerjaan yang boleh di-outsourcing.
Aksi Tolak Jokowi 3 Periode
Aksi unjuk rasa besar-besaran dari kelompok mahasiswa dan sejumlah kelompok masyarakat sipil sempat terjadi pada awal 2022. Aksi itu untuk merespons kondisi politik menuju Pilpres 2024 yang saat itu isu Jokowi tiga periode bergulir liar di tengah masyarakat setelah Jokowi dan beberapa orang istana melakukan manuver politik.
Baca Juga: Jokowi Soal Undang-undang Pilkada: Saya Sangat Menghormati Keputusan MK dan DPR
Manuver politik dibarengi isu tiga periode untuk Jokowi itu dijawab protes keras dari masyarakat. Aksi unjuk rasa menolak wacana ini kemudian pecah di sejumlah daerah yang membuat isu ini perlahan tenggelam setelah Jokowi mengklarifikasi isu tersebut.
Unjuk Rasa 3 Tahun Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla dan Perppu Ormas
Pada periode pertama menjadi Presiden Republik Indonesia, Jokowi sudah terbiasa dengan protes keras masyarakat dan mahasiswa lewat aksi unjuk rasa. Aksi demonstrasi besar-besaran pertama kali dilakukan mahasiswa dan masyarakat yang geram terhadap kepemimpinan Jokowi-Jusuf Kalla pada Oktober 2017 silam.
Mereka membawa sejumlah tuntutan dan mendesak Jokowi-JK membatalkan sejumlah kebijakan yang dianggap tak pro rakyat kecil seperti proyek kereta cepat dan sejumlah proyek strategis lainnya. Tak hanya itu selama tiga tahun memimpin Indonesia, Jokowi-JK dianggap tak membawa perubahan apapun, justru ketimpangan di tengah masyarakat semakin menganga.
Selain itu, aksi unjuk rasa ini juga menuntut Jokowi-JK untuk meninjau kembali Perppu Ormas yang saat itu oleh sejumlah kelompok dianggap sangat kontroversial, namun aksi unjuk rasa itu tak memberi efek apapun. Proyek kereta cepat tetap berlanjut dan Perppu Ormas tak pernah ditinjau lagi hingga berujung pada pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dianggap sebagai ormas radikal dan dilarang di Indonesia.
Unjuk Rasa Pemilu 2019
Dari semua aksi unjuk rasa di era pemerintahan Jokowi, aksi demonstrasi menolak hasil Pemilu Pilpres 2019 menjadi yang paling besar selama masa pemerintahan Jokowi.
Aksi unjuk rasa ini dipicu rasa kekecewaan pendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang kalah melawan Jokowi-Ma’ruf Amin. Pendukung Prabowo-Sandi menuding kemenangan Jokowi-Ma’ruf Amin adalah hasil dari rekayasa hasil pemilu. Pilpres kala itu dicap sebagai hajatan pesta demokrasi paling curang.
Baca Juga: Soal Kemungkinan PDI-P Usung Anies di Pilgub Jakarta, Ahok: Banyak Kader yang Siap Maju!
Aksi unjuk rasa saat itu bikin lumpuh aktivitas masyarakat Jakarta di sejumlah titik, massa aksi yang geram juga melakukan pengrusakan sejumlah fasilitas umum di Jakarta, bahkan sejumlah kendaraan polisi dan pos polisi sempat dibakar massa buntut bentrok dengan aparat keamanan.
Massa emosi karena dipukul mundur aparat setelah memaksa masuk ke gedung Bawaslu. Mereka kemudian melempari gedung bawaslu dan para aparat dengan bom molotov. Suasana Jakarta semakin mencekam setelah eskalasi massa semakin bertambah jelang tengah malam dan melakukan pengrusakan fasilitas umum. Aksi unjuk rasa itu berlangsung hingga keesokan harinya.
Unjuk Rasa Reformasi Dikorupsi
Aksi unjuk rasa dengan tajuk ‘reformasi dikorupsi’ merupakan salah satu demonstrasi dari gerakan mahasiswa paling besar setelah gerakan aksi 1998 yang menumbangkan rezim Soeharto.
Aksi ‘reformasi dikorupsi’ berlangsung di sejumlah daerah di Indonesia dengan Jakarta sebagai episentrumnya. Aksi unjuk rasa di Jakarta tak hanya diikuti mahasiswa di Jakarta, namun sejumlah mahasiswa dari berbagai daerah juga datang ke Jakarta dan bergabung dalam gerakan ini.
Ada berbagai hal yang menyulut amarah mahasiswa yang berbuntut aksi unjuk rasa besar-besaran itu, salah satunya adalah penolakan terhadap revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) dan penolakan pengesahan sejumlah rancangan undang-undang (RUU) bermasalah.
Para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi itu menyampaikan mosi tak percaya kepada DPR. Mosi ini disampaikan lantaran parlemen tak menggubris kritik masyarakat soal revisi UU KPK yang akhirnya disahkan DPR. Mereka merasa reformasi telah dikorupsi.
Mahasiswa juga mengkritik DPR yang seolah tutup telinga terhadap tuntutan penundaan pengesahan RKUHP. Penolakan terhadap revisi UU KPK dan RUU lain, yaitu Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, RUU Pertanahan, dan RUU Minerba, sudah sering disuarakan elemen masyarakat sipil. Sejumlah guru besar lintas perguruan tinggi juga melakukan hal yang sama, bahkan untuk menolak revisi UU KPK, surat resmi telah dilayangkan ke DPR. Namun, semua masukan dari publik itu tak digubris.
Demo Menolak RUU KUHP
Pada pertengahan 2019 aksi unjuk rasa besar-besaran pecah di berbagai wilayah di Indonesia. Pemicu gerakan ini adalah Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang hendak disahkan DPR.
RKUHP ini ditentang habis-habisan oleh pengunjuk rasa lantaran dinilai hanya merugikan masyarakat. Aksi unjuk rasa ini berlangsung secara serempak di Jakarta, Bandung, Sumatera Selatan, hingga Sulawesi Selatan. Di beberapa wilayah termasuk Jakarta, aksi unjuk rasa ini berujung ricuh. Demonstran bentrok dengan aparat keamanan.
Mahasiswa dan masyarakat sipil menilai sejumlah pasal dalam RKUHP termasuk revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang juga punya segudang pasal yang dirasa ganjil.
Inti dari tuntutan massa yakni:
1. Menolak RKUHP, RUU Pertambangan Minerba, RUU Pertanahan, RUU Permasyarakatan, dan RUU Ketenagakerjaan: mendesak pembatalan UU KPK dan UU Sumber Daya Air; mendesak disahkannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga;
2.Batalkan pimpinan KPK bermasalah pilihan DPR
3.Tolak TNI dan Polri menempati jabatan sipil
4.Hentikan militerisme di Papua dan daerah lain, bebaskan tahanan politik Papua segera
5.Hentikan kriminalisasi aktivis
6.Hentikan pembakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera yang dilakukan oleh korporasi dan pidanakan korporasi pembakar hutan serta cabut izinnya
7. Tuntaskan pelanggaran HAM dan adili penjahat HAM, termasuk yang duduk di lingkaran kekuasaan, pulihkan hak-hak korban segera