Di tengah tekanan ekonomi selama setahun terakhir, mulai dari pendapatan yang stagnan hingga biaya hidup yang meningkat. Namun mayoritas masyarakat Indonesia tetap menunjukkan sikap positif terhadap masa depan.

Dalam laporan YouGov yang dirilis baru-baru ini, sekitar 68% warga Indonesia mengaku memiliki pandangan positif, dengan rincian 28% menyebut "optimis" dan 26% merasa "penuh harapan." Di sisi lain, hanya 17% yang mengungkapkan kekhawatiran terkait kondisi ke depan.

Baca Juga: Dihantui Ketidakpastian Ekonomi, Askrindo Sukses Menata Kualitas Bisnis

Baca Juga: Perang Israel-Iran Ancam Stabilitas Ekonomi Indonesia

Penelitian ini melibatkan 2.067 orang dewasa dari berbagai daerah di Indonesia dan dilaksanakan pada 17–21 April 2025. Data menunjukkan bahwa 46% partisipan mengaku pendapatannya stagnan, sedangkan 18% lainnya justru mengalami penurunan. Namun, optimisme tetap tinggi di semua kalangan usia, terutama di kelompok 35–44 tahun dengan persentase mencapai 72%.

Edward Hutasoit, General Manager YouGov Indonesia mengatakan, “Temuan YouGov menunjukkan masyarakat Indonesia memiliki kemampuan beradaptasi yang luar biasa di tengah tekanan ekonomi. Mereka meninjau ulang pengeluaran rumah tangga, menyesuaikan gaya hidup, dan mengambil langkah finansial yang lebih hati-hati. Semua ini menunjukkan bagaimana masyarakat belajar bertahan sekaligus bersiap menyambut masa depan, meski kondisi belum ideal." ujarnya.

Generasi Sandwich Hadapi Tekanan Ganda

Salah satu temuan menarik adalah tekanan finansial yang dialami oleh generasi sandwich, yaitu mereka yang menanggung beban ekonomi untuk anak sekaligus orang tua atau saudara.

Baik kelompok sandwich maupun non-sandwich sama-sama mencatat 46% memiliki pendapatan stagnan. Namun, responden sandwich lebih banyak menyebut inflasi (47%) dan turunnya penghasilan usaha (31%) sebagai penyebab utama menurunnya pendapatan. Sebaliknya, kehilangan pekerjaan tetap lebih sering disebut oleh kelompok non-sandwich (30%).

Prioritas Pengeluaran Bergeser antar Generasi

Setengah dari responden mengalami kenaikan pengeluaran rumah tangga, terutama untuk kebutuhan pokok (34%), pendidikan (25%), dan tabungan (24%). Generasi Milenial (1981–1996) dan Gen X+ (kelahiran sebelum 1980) mencatat peningkatan belanja pada kebutuhan rumah tangga seperti bahan makanan dan listrik. Di sisi lain, Gen Z (kelahiran 1997–2012) justru lebih banyak mengalokasikan pengeluaran untuk kategori gaya hidup seperti kecantikan (21%) dan fesyen (20%).

Generasi Z cenderung mengalokasikan lebih banyak anggaran untuk gaya hidup, seperti hiburan, makanan kekinian, dan tren digital. Sementara itu, generasi Millennial dan Gen X serta di atasnya lebih memprioritaskan belanja kebutuhan pokok, seperti pangan, perumahan, dan pendidikan anak.

Gaya Berhemat Masing-masing Generasi

Perbedaan juga terlihat dalam strategi penghematan. Gen Z lebih banyak memangkas pengeluaran di kategori dasar seperti layanan kesehatan dan belanja kebutuhan pokok. Sementara generasi yang lebih tua, terutama Gen X+, lebih memilih mengurangi aktivitas konsumtif seperti makan di luar (23%) dan hiburan (19%). Milenial cenderung menahan pengeluaran untuk makanan siap saji, dan perjalanan internasional.

“Temuan ini membuka wawasan baru tentang bagaimana masyarakat mengatur ulang prioritas mereka. Bagi pelaku usaha, institusi, maupun pengambil kebijakan, ini adalah kesempatan untuk membangun pendekatan yang lebih relevan, empatik, dan berdampak nyata dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. YouGov, sebagai lembaga riset konsumen global, berkomitmen untuk terus menyediakan insight yang tajam dan terpercaya demi mendukung pengambilan keputusan yang lebih tepat dan bermakna,” tutup Edward.

Survei dilakukan secara daring pada 17–21 April 2025 terhadap 2.067 responden dewasa (usia 18+) di Indonesia. Data ditimbang berdasarkan demografi seperti usia, jenis kelamin, tingkat sosial ekonomi, dan wilayah, agar mewakili populasi nasional sesuai proyeksi terbaru dari BPS.