Pemimpin Redaksi Olenka, Cahyo Prayogo, berbagi kiat perihal mengantisipasi fenomena gelombang resign pasca-lebaran. Menurutnya, dalam hal ini dapat dilihat dari dua sisi, perusahaan dan karyawan.

Dari sisi perusahaan, dapat diantisipasi atau dibuat semacam mitigasi pengunduran diri karyawan dengan membuat metriks kepuasan kerja karyawan. Metriks tersebut dapat ditinjau dari berbagai aspek, mulai dari pekerjaan, kesejahteraan, lingkungan, dan kesempatan bertumbuh.

"Masing-masing aspek tersebut bisa diturunkan lagi jadi beberapa misal, pekerjaan: jenis pekerjaan, jam kerja, fleksibilitas kerja, dll. Kesejahteraan: gaji, tunjangan, asuransi, dll. Lingkungan kerja: rekan kerja, atasan, perlakuan yang adil, dll. Kesempatan bertumbuh: promosi, pelatihan, kesempatan menyumbang gagasan, dll," ujar Cahyo Prayogo.

"Masing-masing matriks itu bisa dinilai dengan menggunakan skor skala 0-100. Misal, contoh kasus di perusahaan X. Pekerjaan: 90; kesejahteraan: 20; lingkungan kerja: 90; kesempatan bertumbuh: 90. Kalau dilihat contoh nilai tersebut, perusahaan X ternyata cukup nyaman untuk bekerja, ada fleksibilitas waktu, lingkungan kerja suportif, ada kesempatan buat bertumbuh. Tetapi, perusahaan masih punya nilai merah di kesejahteraan," jelasnya.

"Tugas perusahaan X saat ini memperbaiki nilai merah itu menjadi lebih baik. Karena dengan skor indikator kesejahteraan 20 berarti ada risiko karyawan akan resign. Kalau perusahaan sudah memperbaiki skor seluruh indikator dan karyawan masih resign maka itu sudah di luar kontrol perusahaan. Yang salah adalah, perusahaan tidak sadar ada skor yang merah. Atau perusahaan sadar ada skor yang merah tetapi tidak ada upaya untuk memperbaiki nilai tersebut," tambahnya.

Baca Juga: 5 Sepatu Ikonik dari Brand Ternama, Cocok Dipakai saat Lebaran Nih!

Selanjutnya dari sisi karyawan. Menurut Cahyo, jika saat ini karyawan sedang bekerja di perusahaan dengan skor kepuasan mayoritas merah, dan melihat tidak ada upaya perusahaan untuk memperbaikinya maka punya hak untuk resign.

Cahyo Prayogo kembali menegaskan, fenomena resign pasca-lebaran dapat diantisipasi. Dengan catatan, apakah dilakukan antisipasi atau tidak, balik lagi ke perusahaan masing-masing.

Menurutnya, ada tiga faktor yang menyebabkan perusahaan tidak melakukan antisipasi. Di antaranya adalah: 

1. Tidak tahu kondisi kepuasan karyawan

2. ⁠Tidak tahu cara memperbaiki skor merah

3. ⁠Tidak ingin/sengaja membiarkan skor merah karena memang ingin karyawan untuk resign, supaya dapat mencari karyawan baru.

"Kalau aku melihat, lebaran itu memang dijadikan momentum buat mengajukan resign karena faktor THR. Yang perlu diingat adalah karyawan itu keluar bukan karena sudah dapat THR, tapi memang perusahaan memiliki skor kepuasan kerja karyawan yang buruk," imbuhnya.