Indra menemukan bahwa The Apurva Kempinski Bali bukan hanya memberi ruang fisik untuk berkarya, tetapi juga ruang emosional dan kreatif, sesuatu yang sangat dibutuhkan seorang seniman.

Lobi hotel yang dipenuhi karya seni terkurasi dengan apik, menurutnya, bukan hanya mempercantik ruang, tetapi juga menginspirasi siapa saja yang melangkah masuk.

"Setiap kali masuk ke lobi, Anda ingin tahu lebih banyak, ingin melihat lebih banyak. Itu membuat saya terdiam," ungkap Indra penuh kagum.

Energi inilah yang kemudian mendorongnya menciptakan karya monumental: Swara Apurva.

Proses Kreatif yang Dimulai dari Suara Alam

Berbeda dari proyek-proyek sebelumnya, Indra memulai proses kreatif “Swara Apurva” bukan dari piano, melainkan dari alam. Ia menghabiskan tiga hingga empat minggu pertama hanya untuk mendengarkan dan merasakan suara-suara di sekitar Apurva—deru ombak, kicauan burung, nyanyian jangkrik di malam hari, hingga suara monyet di pagi hari.

Indra mengaitkan proses ini dengan konsep Dewata Nawasanga, sembilan penjuru mata angin dalam kepercayaan Bali, masing-masing dengan energi, warna, karakter, bahkan hewan penjaga yang berbeda.

Ia membagi suara-suara yang ditangkapnya ke dalam kategori energi yang berbeda, membangun fondasi emosional sebelum akhirnya menyentuh piano dan mulai menciptakan musik.

Dari perjalanan kreatif ini lahir sembilan komposisi, masing-masing merepresentasikan satu penjuru mata angin, yang disusun dalam waktu empat bulan penuh eksplorasi, melibatkan berbagai musisi dan vokalis berbeda.

Lewat “Swara Apurva”, Indra Lesmana tidak hanya mempersembahkan musik, melainkan membangun sebuah pengalaman imersif yang menghubungkan alam, budaya, dan jiwa manusia dalam harmoni yang mendalam.

Baca Juga: The Apurva Kempinski Bali Gelar Pameran Seni Karya Diego Berel, Pelukis Berkebutuhan Khusus yang Bakatnya Diakui Internasional