Para influencer, yang disebut oleh 89% responden survei sebagai sumber informasi utama, juga mendorong perubahan ini melalui konten-konten mereka mengenai restoran halal, panduan destinasi, hingga pengalaman halal lokal.
“Sebagai penghubung budaya, para influencer mampu menjembatani destinasi dengan wisatawan Muslim, membangun kepercayaan di ruang digital, dan menciptakan narasi yang menekankan autentisitas serta inklusivitas,” jelas Diah.
Secara global, sektor ini diperkirakan akan tumbuh dari USD 256,5 miliar pada 2023 menjadi USD 410,9 miliar pada 2032. Dengan mewakili 12% populasi Muslim dunia, langkah-langkah Indonesia selanjutnya akan sangat menentukan masa depan pariwisata halal.
Pengembangan pariwisata halal di Indonesia tidak hanya sebatas penyediaan fasilitas ibadah atau sertifikasi halal, tetapi juga mencakup penguatan ekosistem, pembangunan infrastruktur, peningkatan kapasitas SDM, serta strategi branding dan promosi di tingkat global.
Gelaran tahunan Halal Indonesia International Industry Expo menjadi wadah penting untuk menampilkan pencapaian, mendorong kolaborasi lintas sektor, sekaligus memperkuat posisi Indonesia sebagai pemimpin pasar halal, baik di dalam negeri maupun dunia internasional.
“Seiring pertumbuhan populasi Muslim Indonesia dan semakin selektifnya wisatawan dalam memilih destinasi, penting bagi penyedia layanan untuk menghadirkan infrastruktur dan layanan halal-friendly yang menciptakan pengalaman lebih inklusif bagi semua wisatawan,” ujar Ismi Puspita, Project Manager Halal Indo 2025 di Dyandra Promosindo.
Hariyanto, Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kementerian Pariwisata Republik Indonesia, menekankan lebih lanjut bahwa menjadikan pariwisata halal sebagai prioritas nasional dan regional tidak hanya akan memperkuat aspek budaya dan agama, tetapi juga membuka peluang ekonomi yang signifikan.
Menteri Pariwisata Indonesia menegaskan komitmen Indonesia untuk menjadi destinasi ramah Muslim. Konsep pariwisata ramah Muslim ini bukan sekadar menyediakan layanan dasar, tetapi juga menghadirkan fasilitas dan layanan tambahan yang mendukung kebutuhan wisatawan Muslim, sehingga mereka tetap merasa nyaman dan tenang dalam menjalankan ibadah selama berlibur.
“Menjadi halal-friendly bukan sekadar soal label melainkan pengalaman yang dirasakan wisatawan. Di Indonesia, kebijakan sertifikasi halal dan infrastruktur ramah muslim sudah menjadi standar,” ujar Hariyanto.
“Namun, kami juga menyadari bahwa ekspektasi wisatawan terus berkembang, sehingga kami harus terus berinovasi melalui layanan yang lebih baik, kemitraan yang lebih kuat, serta pengembangan destinasi wisata ramah muslim. Pemerintah bekerja sama dengan berbagai sektor swasta maupun pemerintah daerah untuk mengembangkan pariwisata ramah muslim lebih jauh dan menjadikan pengalaman perjalanan lebih bermakna bagi setiap Muslim," imbuhnya.