Eks Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) sekaligus Anggota Komisi III DPR Yasonna Laoly ikut menyoroti langkah pemerintah yang saat ini sedang menulis ulang sejarah bangsa Indonesia yang digarap Kementerian Kebudayaan.
Yasonna tidak sejarah gamblang mengatakan sepakat atau menolak proyek tersebut, namun dia memastikan sejarah yang beredar selama ini banyak yang justru bertentangan fakta yang sesungguhnya, salah satu peristiwa yang mengalami pengaburan adalah tragedi berdarah pada 1965 silam.
Baca Juga: Tak Boleh Tergesa-gesa, Penulisan Ulang Sejarah Indonesia Harus Dilakukan dengan Hati-hati
"Pasca Orde Baru kan banyak temuan yang, apa ya banyak temuan, baik dari data yang dirilis di Amerika kan semua bertentangan dengan apa yang terjadi, yang sejarah selama ini tentang G30 SPKI," kata Yasonna dilansir Rabu (21/5/2025).
Lantaran banyaknya pengaburan sejarah,Yasonna meminta supaya penulisan ulang sejarah kali ini bisa dilakukan dengan bijaksana, dia mengakui penulisan sejarah kerap kali bernuansa politis untuk kepentingan pihak tertentu.
"Sehingga buat FGD-FGD lihat dulu, dengar dulu. Ya kan? Bahwa para ahli sejarah punya kompetensi, oke. Tapi kan sejarah kadang-kadang ada unsur politiknya," kata Yasonna.
Tak Boleh Tergesa-gesa
Sementara itu, Ketua DPR RI, Puan Maharani meminta pemerintah tak tergesa-gesa menggarap proyek penulisan ulang sejarah Indonesia ini. Puan menegaskan penulisan ulang sejarah panjang bangsa ini tak bisa dilakukan terburu-buru, dia mengkhawatirkan adanya pengaburan fakta.
"Itu pasti jangan terburu-buru lah,” kata Puan Maharani dilansir Rabu (21/5/2025).
Adapun penulisan ulang sejarah Indonesia yang melibatkan puluhan pakar dan sejarawan itu ditarget rampung sebelum 17 Agustus 2025 ini. Itu dijadikan sebagai kado bagi seluruh rakyat Indonesia pada hari kemerdekaan Indonesia.