Laporan juga menekankan pentingnya fokus pada teknologi yang sudah terbukti secara teknis dan komersial, seperti: Pemanfaatan energi terbarukan dari PLTA, PLTS, atau dari grid (seperti model EGA di UEA),Inert anode untuk menggantikan anoda karbon, yang mampu mengurangi emisi hingga 15% dan efisiensi energi hingga 30%.

Kemudian penggunaan aluminium daur ulang, yang hanya membutuhkan 5% energi dibanding aluminium primer, dan optimalisasi digital dan predictive maintenance, yang menurunkan downtime hingga 30% dan biaya pemeliharaan 20%.

Butuh Green Value

Pemerintah Indonesia telah menghentikan ekspor bauksit sejak 2023, mendorong pembangunan fasilitas refining dan smelting di dalam negeri. Namun, hilirisasi semata tidak cukup jika produksinya masih bergantung pada batu bara.

“Saat ini kita sedang menambah nilai dari sisi industri. Tapi pasar global juga menuntut nilai dari sisi lingkungan. Tanpa ‘green value’, produk Indonesia akan kesulitan masuk pasar premium,”  jelas Abdurrahman Arum.

Di tempat yang sama, analis Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) Katherine Hasan mengatakan pihaknya mengapresiasi dan menerima dengan baik laporan Transisi Bersih. 

Dia menyebut laporan Transisi Bersih ini krusial karena memberikan strategi realistis: bagaimana Indonesia dapat meningkatkan daya saing di pasar global dengan menjadikan komitmen iklim sebagai prioritas utama

“Selama ini hilirisasi sering dibahas dalam konteks nilai tambah ekonomi, namun sayangnya diskusi nasional kurang memperhatikan dinamika perdagangan global. Padahal, beban emisi karbon kini semakin nyata diintegrasikan sebagai disinsentif bagi komoditas berjejak karbon tinggi,” ujarnya. 

"Kami berharap perencanaan industri nasional akan sepenuhnya mengintegrasikan prinsip rendah karbon, yang akan sangat menentukan prospek masa depan sektor industri Indonesia,” tambahnya memungkasi.