Disebut-sebut memiliki potensi sebagai negara maju, Indonesia tak lepas dari tantangan ekonomi yang semakin kompleks hingga. Meski banyak pihak menilai kondisi ekonomi nasional masih cukup stabil, tetapi jika tantangan yang dihadapi terus bertambah, kerentanan bisa menjadi kenyataan.
Sebagaimana yang diungkap oleh praktisi bisnis sekaligus Guru Besar FEB universitas Indonesia, Rhenald Kasali. Dalam sebuah kesempatan, Rhenald mengungkap sejumlah tantangan ekonomi yang dihadapi oleh Indonesia.
Tantangan pertama, kata Rhendal, tak lain adalah ketergantungan pada konsumsi domestik yang tinggi. Di mana, hal ini membuat ekonomi sensitif terhadap inflasi dan kenaikan harga, terutama BBM.
“BBM naik efeknya merambat kemana-mana. Jadi usur konsumsi Indonesia 55%, di atas 50%. Tidak banyak negara Asia yang unsur C-nya tinggi. Ini kelebihan tetapi juga bisa rawan. Ketika barangnya nggak ada, inflasi bisa naik. Produk-produknya kebanyakan commodity. Hasil kebun dan tambang. Yang menghasilkan tenaga kerja banyak, itu sekarang mengalami kemunduran. Namanya manufaktur. Makanya banyak ditutup,” ujar Rhenald Kasali seperti Olenka kutip, Senin (17/2/2025).
Baca Juga: Rhenald Kasali: Produk China Itu Barang Murah, Bukan Lagi Murahan
Tantangan berikutnya adalah unemployment atau tingkat pengangguran di Indonesia yang semakin tinggi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia pada Agustus 2024 adalah 4,91%, dan tercatat jumlah pengangguran di Indonesia per Agustus 2024 mencapai 7.465.599 orang.
“Terutama tadi itu, anak muda yang nggak bisa kerja dan orang tua yang terancam pensiun dini. Ini lumayan nih jumlahnya,” kata Rhenald.
Lanjut Rhenald, ekonomi Indonesia juga bergantung pada permintaan dari Tiongkok yang saat ini sedang melambat akibat krisis properti dan berdampak pada harga komoditas.
“Kemudian berikutnya lagi, mata uang. Sensitif kita. The Fed menaikkan bunga? Sudah deh. Merembet ke mana-mana,” papar Rhenald.
Tantangan lainnya terletak pada sumber daya manusia (SDM), dalam hal ini kasus stunting. Meskipun angkanya sudah menurun, Rhenald menilai bahwa kasus stunting di Indonesia masih cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas SDM Indonesia masih perlu ditingkatkan, karena stunting berdampak pada perkembangan kognitif dan produktivitas di masa depan.
Adapun tantangan selanjutnya adalah regulasi yang saling bertabrakan, di mana membuat pelaku usaha dan masyarakat bingung serta takut untuk bertindak.
Baca Juga: Rhenald Kasali Bicara Pentingnya Kecerdasan Bercakap-cakap
“Regulatory framework kita tumpang tindih, saling menjerat. Kerjanya kita pakai peraturan ini, kita ditangkap pakai peraturan yang lain. Akhirnya orang mau kerja benar jadi takut. ‘Daripada kerja benar, udah lah gue diem aja deh’,” kata Rhenald.
Ketidakjelasan aturan membuat orang lebih memilih diam daripada mengambil risiko berusaha. Jika dibiarkan, hal ini bisa menghambat inovasi dan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, diperlukan reformasi untuk memperbaiki regulasi agar lebih jelas dan mendukung aktivitas ekonomi.
“Kayak mobil aja, supaya gak baret gimana? Taruh di garasi aja deh. Mobil yang bersih, yang tidak garet itu tandanya mobil yang gak pernah dipakai.Kan begitu? Kan celaka kalau gitu. Nah, jadi kita harus memperbaiki ini,” imbuhnya.