Dieleman lalu memperkenalkan kerangka GRID, Governance Risk Identifier (Pengidentifikasi Risiko Tata Kelola) untuk menjadi tolok ukur bisnis keluarga untuk menerapkan tata kelola yang relevan. Kerangka GRID ini dibagi menjadi empat kuadran untuk membedakan tingkat kompleksitas bisnis dan keluarga. Keempat kuadran itu akan memberikan solusi tata kelola yang tepat, seperti dijelaskan sebagai berikut:
1. Bisnis sederhana, keluarga sederhana
Ciri: Bisnis terfokus, sedikit anggota keluarga terlibat. Banyak restoran keluarga di Indonesia yang termasuk dalam kategori ini.
Solusi: Sistem tata kelola sederhana untuk bisnis dan keluarga sudah cukup.
2. Bisnis sederhana, keluarga kompleks
Ciri: Bisnis relatif sederhana, tetapi banyak anggota keluarga yang terlibat dalam pengelolaan, kepemilikan, atau keduanya. Misal, pendiri mempunyai banyak anak dan cucu, semua ikut terlibat bersama pasangannya.
Solusi: Perlu koordinasi antar-anggota keluarga untuk menghindari kesalahpahaman. Konstitusi keluarga diperlukan sebagai dasar kepemilikan, pengelolaan, dan hierarki bisnis. Pembentukan dewan keluarga pun bisa membantu pengambilan keputusan bersama.
3. Bisnis yang rumit, keluarga sederhana
Ciri: Bisnis besar, terdiversifikasi, dan mungkin bersifat global, tetapi hanya satu atau beberapa anggota keluarga yang terlibat. Hal ini terjadi ketika bisnis yang dikelola pendiri tunggal berkembang pesat, tetapi tidak ada penerus atau anggota keluarga tidak tertarik meneruskan.
Solusi: Tingkatkan tata kelola dan profesionalitas bisnis, berinvestasi untuk mengangkat manajerial yang andal agar tak tergantung pada kelangkaan sumber daya dari keluarga. Tata kelola keluarga dalam bentuk konstitusi atau dewan keluarga kurang relevan.
4. Bisnis yang rumit, keluarga yang kompleks
Ciri: Jenis usaha konglomerasi besar yang beroperasi di berbagai industri atau di banyak negara, dan merupakan perusahaan terbuka. Anggota keluarga multigenerasi ikut bergabung dalam perusahaan dengan tingkat kepemilikan dan peran yang berbeda-beda. Tipe ini dimiliki oleh banyak konglomerat besar Indonesia saat ini.
Solusi: Perlu investasi signifikan terhadap tata kelola perusahaan dan aturan keluarga untuk memperjelas ekspektasi tiap anggota keluarga. Tanpa investasi semacam ini, bisnis keluarga jenis ini berisiko menjadi tidak stabil dan didukung oleh perseteruan keluarga.
Baca Juga: Cerita di Balik Suksesnya Cimory: Bawa Misi Berdayakan Peternak hingga Tak Lelah Berinovasi
"Perbedaan kompleksitas keluarga dan bisnis memerlukan strategi yang berbeda. Apa yang berhasil untuk bisnis keluarga kecil belum tentu berhasil untuk konglomerat raksasa yang melibatkan lebih banyak anggota keluarga. Oleh karena itu, kerangka GRID dapat menjadi panduan dalam menyelesaikan permasalahan tersebut dan menjaga keharmonisan keluarga," tegas Dieleman.