Pada tahun 2025, artificial intelligence (AI) diproyeksi menjadi pusat dari strategi keamanan siber seiring dengan pemanfaatan AI oleh organisasi dalam memitigasi risiko secara proaktif. Yang terpenting, organisasi juga harus berupaya untuk mengamankan berbagai model AI yang mereka kembangkan sendiri.

Hal ini berdasarkan prediksi Palo Alto Networks yang melihat bagaimana organisasi di wilayah Asia Pasifik telah menekankan pentingnya integrasi AI di dalam proses bisnis pada 2024. Namun, yang mengkhawatirkan adalah, menurut laporan terbaru PwC, lebih dari 40% petinggi perusahaan mengatakan bahwa mereka tidak memahami risiko siber yang ditimbulkan oleh teknologi baru seperti Generative AI.

Baca Juga: Peran Digitalisasi dalam Memperkuat Akses Investasi Generasi Muda

"Pada tahun 2025, kawasan Asia Pasifik akan menghadapi badai ancaman siber berbasis AI yang kian meningkat dalam skala, kecanggihan, hingga dampak. Masa di mana strategi keamanan yang tidak terpadu telah berakhir, kini organisasi perlu beralih ke platform yang terintegrasi dan didukung oleh teknologi AI yang transparan dan dapat diandalkan untuk tetap menjadi yang terdepan," jelas Simon Green, President, Asia Pacific and Japan at Palo Alto Networks, dikutip Senin (9/12/2024).

Mulai dari lonjakan serangan siber yang berdampak signifikan hingga integrasi AI kuantum untuk solusi hemat energi, prediksi keamanan siber dari Palo Alto Networks untuk tahun 2025 dapat menjadi panduan penting bagi organisasi dalam menyusun strategi dan memaksimalkan potensi implementasi teknologi AI.

1. Transparansi Jadi Landasan Kepercayaan Pelanggan di Era AI

Para pengambil kebijakan di kawasan Asia Pasifik mulai menyoroti perlindungan data dan implikasi keamanan siber dari penggunaan sejumlah model AI yang terus berkembang. Hal ini merupakan bagian dari upaya menyeluruh untuk membangun kepercayaan pada penggunaan AI dan mendorong inovasi yang berbasis AI.

Pada tahun 2025, para pembuat kebijakan di kawasan Asia Pasifik akan memfokuskan perhatian pada etika, perlindungan data, dan transparansi AI. Namun, peningkatan penggunaan model AI akan menyebabkan peningkatan fokus pada keamanan AI, integritas, dan reliabilitas data yang digunakan. Transparansi dan komunikasi proaktif mengenai mekanisme model AI–khususnya terkait pengumpulan data, rangkaian data pelatihan, hingga proses pengambilan keputusan–akan sangat penting untuk membangun kepercayaan pelanggan.

2. 2025 Adalah Tahun Populernya Deepfake di Asia Pasifik

Deepfake telah digunakan untuk tujuan jahat di wilayah Asia Pasifik. Meskipun telah digunakan untuk menyebarkan misinformasi politik, serangan deepfake paling efektif menargetkan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan finansial, seperti yang dialami oleh seorang karyawan di sebuah perusahaan teknik di Hong Kong yang tertipu untuk mengirimkan jutaan dolar kepada seorang penipu yang menggunakan deepfake untuk menirukan CFO dan tim eksekutif dalam sebuah konferensi video.

Aktor jahat yang cerdas akan memperhatikan dan menggunakan teknologi AI generatif yang terus berkembang untuk meluncurkan serangan deepfake yang kredibel. Penggunaan audio deepfake juga akan makin meluas dalam serangan ini karena teknologi yang ada sudah memungkinkan kloning suara yang sangat meyakinkan. Deepfake akan menjadi salah satu serangan atau sebagai bagian dari serangan yang lebih besar pada tahun 2025.