Bivitri memiliki segudang prestasi sebagai akademisi. Dalam sejumlah sumber disebutkan, Bivitri Susanti pernah menjadi research fellow di Harvard Kennedy School of Government (2013-2014); visiting fellow di Australian National University School of Regulation and Global Governance (2016), serta visiting professor di University of Tokyo, Jepang (2018).
Bivitri juga dikenal sebagai sosok yang aktif dalam kegiatan pembaruan hukum. Ia tercatat pernah terlibat dalam berbagai inisiatif, seperti Koalisi Konstitusi Baru (1999-2002), penulisan Cetak Biru Pembaruan Peradilan, menjadi Tenaga Ahli untuk Tim Pembaruan Kejaksaan (2005-2007), Tenaga Ahli untuk Dewan Perwakilan Daerah (2007-2009), dan memberikan advokasi untuk berbagai undang-undang.
Selain itu, ia juga berkontribusi dalam upaya pembaruan hukum melalui partisipasinya dalam penyusunan berbagai undang-undang dan kebijakan, serta bekerja sebagai konsultan untuk organisasi internasional.
2018 lalu, Bivitri juga pernah menerima Anugerah Konstitusi M. Yamin dari Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas dan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) sebagai Pemikir Muda Hukum Tata Negara.
Baca Juga: Dokumenter Dirty Vote Bikin Geger, Bawaslu Merespons
3. Feri Amsari
Terakhir adalah Feri Amsari yang juga turut disorot setelah viralnya film Dirty Vote. Mengutip dari laman Integritas Jurnal Antikorupsi, Feri Amasari dikenal sebagai seorang aktivis hukum dan akademisi Indonesia. Saat ini, ia berprofesi sebagai dosen di Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat.
Feri Amsari berhasil meraih gelar sarjananya pada 2008 setelah menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Hukum Universitas Andalas. Di universitas yang sama, Feri Amsari juga menempuh pendidikan magister dan lulus dengan IPK cumlaude.
Tak sampai di situ, Feri kembali melanjutkan magister perbandingan hukum Amerika dan Asia di William and Mary Law School, Virginia.
Selain pengamat hukum tata negara, ia juga merupakan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas. Bukan hanya itu, Feri juga aktif menulis dengan subjek korupsi, hukum, politik, dan kenegaraan. Bahkan, tulisan-tulisannya pun dimuat di berbagai media cetak, baik lokal maupun nasional. Seperti Kompas, Media Indonesia, Tempo, Sindo, Padang Ekspres, Singgalang, Haluan, dan lain-lain. Ia juga aktif menulis pada jurnal-jurnal terkemuka terakreditasi dan terindeks Scopus.
Nah Growthmates, itu dia deretan profil para pakar hukum yang tampil di Dirty Vote. Bagaimana, kamu tercerahkan dengan pemaparan ketiga pakar dalam Dirty Vote?