Pemerintah berencana menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10% menjadi 12% sebagai upaya meningkatkan penerimaan negara. Langkah tersebut bertujuan untuk menambah sumber pembiayaan dalam mengatasi berbagai kebutuhan, termasuk pemulihan ekonomi pasca pandemi, pembangunan infrastruktur, dan pembiayaan pelayanan publik.

Meski demikian, kenaikan PPN ini menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat, pengusaha, dan ekonomi. Dari beberapa pihak yang mendukung kebijakan ini menilai bahwa kenaikan PPN merupakan langkah penting untuk menjaga stabilitas keuangan negara.

Alasan Perlunya Kenaikan PPN

Dalam mendukung kebijakan ini, dilansir dari berbagai sumber ada beberapa alasan mengapa kenaikan ini dianggap perlu, diantaranya:

Peningkatan Penerimaan Negara

Pada alasan ini, yang berkaitan dengan kenaikan PPN diharapkan dapat mendongkrak penerimaan pajak yang sangat dibutuhkan untuk membiayai program-program pemerintah. Tambahan penerimaan ini diproyeksikan mencapai triliunan rupiah, yang dapat dialokasikan untuk program kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur. Dengan demikian, pemerintah akan memiliki lebih banyak dana untuk mendorong pembangunan nasional.

Baca Juga: Suara Kelas Menengah: Tolak Kebijakan PPN 12%

Mengurangi Ketergantungan pada Utang

Selanjutnya, ada alasan mengenai, dalam beberapa tahun terakhir Indonesia mengalami peningkatan utang luar negeri untuk membiayai defisit anggaran. Dengan kenaikan PPN, pemerintah memiliki alternatif sumber penerimaan yang dapat membantu mengurangi ketergantungan pada utang. Ini dianggap sebagai langkah untuk memperkuat kemandirian fiskal dalam jangka panjang.

Mendorong Reformasi Perpajakan

Kemudian, ada juga alasan mengenai, kenaikan PPN dianggap sebagai bagian dari reformasi perpajakan untuk membangun sistem perpajakan yang lebih kokoh. Dengan penerimaan pajak yang lebih besar, pemerintah dapat lebih leluasa mengalokasikan dana pada program prioritas, serta memperkuat perlindungan sosial bagi masyarakat.

Penolakan Kenaikan PPN

Di sisi lain, ada dalam adanya pro kontra perihal kenaikan PPN ini, pastinya ada argumen yang menolak adanya kenaikan PPN tersebut, Dalam hal kebijakan ini juga mendapatkan kritik tajam dari berbagai pihak yang menilai bahwa kenaikan PPN bisa menimbulkan dampak negatif, terutama bagi masyarakat kelas bawah dan pelaku usaha kecil.

Ada beberapa alasan penolakan terhadap kebijakan ini, di antaranya:

Tekanan terhadap Daya Beli Masyarakat

Pertama, dalam PPN yang merupakan pajak yang dibebankan pada harga barang dan jasa. Dengan naiknya tarif ini, harga barang-barang konsumsi akan meningkat, yang dapat mengurangi daya beli masyarakat, khususnya kelompok berpenghasilan rendah. Peningkatan harga ini bisa menjadi beban tambahan bagi masyarakat, terutama untuk kebutuhan pokok.

Baca Juga: Beri Dampak Negatif pada Perekonomian Negara, Begini Jika Skenario Kenaikan PPN 12% Diberlakukan

Risiko terhadap Inflasi

Selanjutnya, dalam kenaikan PPN dapat memicu inflasi karena banyak produk yang mengalami peningkatan harga. Kenaikan harga pada barang-barang pokok akan berdampak langsung pada biaya hidup masyarakat. Inflasi yang tinggi dapat menurunkan konsumsi rumah tangga dan menghambat pemulihan ekonomi, karena daya beli masyarakat cenderung turun.

Dampak Negatif pada UMKM

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) juga diprediksi akan terkena dampak kenaikan PPN ini. Harga barang dan jasa yang meningkat dapat mengurangi minat beli, sehingga penjualan UMKM mungkin akan menurun. Padahal, UMKM merupakan salah satu sektor yang masih dalam tahap pemulihan pasca pandemi dan memerlukan dukungan untuk tetap bertahan.

Dengan adanya Pro-Kontra Kenaikan PPN yang Menjadi 12% pastinya ada perdebatan antar pihak. Ada beberapa pihak menyarankan agar kenaikan PPN dilakukan secara bertahap untuk memberi kesempatan kepada masyarakat dan pelaku usaha beradaptasi.

Selain itu, pemerintah bisa mempertimbangkan memberikan subsidi atau insentif bagi masyarakat berpenghasilan rendah, serta program perlindungan bagi UMKM agar tidak terdampak langsung oleh kebijakan ini. Langkah ini diharapkan mampu memberikan pemahaman yang lebih luas pada masyarakat tentang perlunya kebijakan pajak yang berkelanjutan untuk membiayai kebutuhan negara.

Jadi dalam hal kenaikan PPN yang menjadi 12% ini memiliki dampak positif dan negatif yang perlu dipertimbangkan dengan cermat. Di satu sisi, kebijakan ini dapat membantu meningkatkan penerimaan negara dan mengurangi ketergantungan pada utang. Namun, di sisi lain, kenaikan ini juga bisa menekan daya beli masyarakat dan menimbulkan tantangan baru bagi UMKM. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan penyeimbang untuk meminimalisir dampak negatif dari kenaikan ini dan memastikan agar kebijakan ini berjalan efektif dan adil bagi seluruh lapisan masyarakat.