Pemerintah Indonesia didorong mencari sumber pendapatan baru untuk memaksimalkan pendapatan negara. Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memberikan usulan agar pemerintah mengoptimalkan pendapatan dari sektor undertax.
Researcher Center of Food, Energy, and Sustainable Development INDEF, Dhenny Yuartha, menjelaskan, tax gap di Indonesia saat ini mencapai sekitar 4,7 persen. Artinya, dengan capaian rasio pajak sekitar 10,3 persen pada 2023, ada potensi rasio pajak hingga 15,1 persen yang sebenarnya dapat dicapai apabila sektor undertax dapat dioptimalkan.
"Populasi orang kaya, ultrakaya, cukup besar ternyata di Indonesia. Itu diprediksi di 2026 ada sekitar 377 ribu orang. Ini menjadi PR bagaimana sektor-sektor undertax, seperti orang kaya nanti bisa dipajaki," ucapnya dalam Diskusi Publik INDEF secara virtual, Minggu (18/8/2024).
Mengutip Laporan Credit Suisse, populasi dengan kekayaan antara US$1 juta-US$50 juta di Indonesia akan mencapai sekitar 377 ribu orang di 2026. Jumlah tersebut lebih besar dari Uni Emirat Arab yang diprediksi mencapai 192 ribu orang super kaya di 2026; Kuwait dengan 137 ribu orang ultrakaya; Thailand 133 ribu orang; Filipina 123 ribu orang; dan Cile 106 ribu orang.
Dia menjelaskan, "Selama ini, orang super kaya mengakumulasi kekayaan dari berbagai instrumen, mulai dari capital gain, dividen, keuntungan dari modal dan aset yang belum direalisasikan, warisan, hingga properti. Hal ini yang menyebabkan 1 persen dari orang terkaya di Indonesia menikmati lebih dari 30 persen kekayaan nasional."
Di sisi lain, jelasnya, masyarakat kelas menengah menghadapi rentetan tekanan mulai dari kenaikan PPN, kenaikan harga bahan pokok dan transportasi, hingga harga tanah yang menyebabkan sulitnya mengakses tempat tinggal layak yang terjangkau.
"Dengan demikian, penguatan sistem administrasi perpajakan hingga penguatan kerja sama dengan negara lain perlu dilakukan untuk menutup celah pengindaran pajak oleh orang super kaya," pungkasnya.