Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Heri Herdiawanto, menilai pentingnya sikap arif, objektif, dan rekonsiliatif dalam menyikapi pro dan kontra terkait wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden RI ke-2, HM Soeharto.

Menurutnya, menghormati kontribusi setiap tokoh, termasuk para pemimpin bangsa di masa lalu, merupakan cermin kedewasaan dalam berbangsa dan bernegara.

Baca Juga: Tak Hanya Soeharto, Bahlil Usul Semua Mantan Presiden Diberi Gelar Pahlawan Nasional

Baca Juga: Ngaku Tak Alergi Dikritik, Bahlil:Itu Gizi Buat Saya

“Setiap pemimpin bangsa memiliki jasa dan perannya masing-masing dalam membangun Indonesia. Menghargai mereka secara proporsional adalah wujud kematangan kita sebagai bangsa yang besar,” ujar Heri di Jakarta, Sabtu (8/11) kemarin.

Heri menegaskan, perbedaan pandangan di masyarakat seharusnya tidak dijadikan sumber perpecahan, melainkan momentum untuk memperkuat kesadaran sejarah dan semangat kebangsaan.

“Bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menilai sejarahnya dengan jujur dan adil, bukan berdasarkan emosi. Kita perlu menempatkan setiap tokoh nasional dalam konteks zamannya dan menghormati jasa mereka tanpa meniadakan sisi kritis,” lanjutnya.

Lebih jauh, Heri berharap para tokoh nasional, terutama yang memiliki pengaruh besar di ruang publik, dapat memberikan keteladanan dengan menebarkan semangat positif dan rekonsiliatif demi menjaga kesejukan sosial politik bangsa.

“Tokoh bangsa memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga kesejukan suasana kebangsaan. Dengan kebesaran hati, kita bisa menghormati jasa para pemimpin tanpa harus mengungkit luka masa lalu,” tambahnya.

Heri juga mengingatkan pentingnya tradisi memaafkan walaupun sulit melupakan, sebagai bagian dari budaya luhur bangsa Indonesia.

“Opus politik harus dibedakan dengan etika dan nilai-nilai kebangsaan. Salah satu ciri bangsa beradab adalah kemampuannya membangun budaya menghargai jasa para pemimpin, tanpa kehilangan daya kritis terhadap sejarah,” tegasnya.